Dalam
setahun ini saya benar-benar menderita sebuah penyakit.
Penyakit yang tidak mematikan, namun bisa menimbulkan komplikasi yang
berakibat
menurunkan kualitas hidup. Penyakit yang
saya maksud adalah penyakit “malas”. Malas untuk melakukan apa saja,
kecuali
kegiatan yang bersifat rutin karena memang terpaksa untuk melakukannya.
Perilaku “malas” ini juga menyebabkan momen-momen bagus dalam hidup
tidak
terdokumentasikan secara baik. Salah
satu momen yang sebenarnya bagus untuk didokumentasikan dalam hidup
saya,
adalah saat saya dan isteri melakukan perjalanan backpacker ke
Jepang setahun
yang lalu. Ini penting buat saya,
karena dengan bertambahnya usia di tataran 60-an, berpetualang dalam
segala
keterbatasan merupakan pengalaman yang sangat menarik untuk dikenang.
Keterbatasan tersebut paling tidak meliputi
dua aspek yaitu fisik yang sudah masuk “sweet” artinya masuk usia
"sewidakan"
atau "60-an" dan keterbatasan dana. Dengan keterbatasan
tersebut, maka seni untuk
mencapai tujuan merupakan pembelajaran yang sangat menarik. Suatu saat
ketika fisik
sudah tidak mampu melakukan perjalanan jauh, maka pengalaman backpacker
ke
negeri jauh yang terangkum dalam setiap tulisan akan menjadi kenangan
yang super
indah. Pengalaman tersebut seakan hidup lagi melalui ungkapan dalam
tulisan. Untung saja saat saya membuka
memo aplikasi di BB, rekaman singkat tentang perjalanan ke Jepang
tersebut
masih tersimpan meskipun hanya secara garis besar. Saya tertarik pergi
ke
Jepang karena beberapa sebab. Pertama
perjalanan tidak memakan waktu terlalu lama, yaitu hanya sekitar 6 jam
penerbangan dari Kuala Lumpur. Dengan demikian kondisi fisik
yang sudah tua ini masih mampu bertahan dengan durasi perjalanan yang
tidak
terlalu panjang. Alasan kedua karena ada
beberapa pilihan maskapai yang melayani penerbangan ke sana antara
lain AirAsia yang banyak menawarkan program promo. Alasan berikutnya
karena terobsesi oleh image
bahwa Jepang sebagai negara maju dan modern, tetapi
masyarakatnya tetap memegang tradisi dan
tidak kehilangan identitasnya. Disamping
itu masyarakat Jepang juga sangat disiplin dan santun dalam
berperilaku. Dalam memilh waktu kunjunganpun saya
mempertimbangkannya dengan keistimewaan
yang mungkin terjadi di Jepang. Salah
satunya adalah mekarnya bunga sakura, yang konon hanya terjadi sekali
dalam
setahun yaitu antara tanggal 28 Maret sampai dengan 8 April.
Dengan dasar itulah maka petualangan ke negeri Sakura ini melalui
perencanaan yang serius mulai dari pemesanan tiket, perencanaan ititenary,
pemesanan
hostel, dokumen perjalanan (visa turis), transportasi, asuransi
perjalanan,
termasuk perbekalan berupa pakaian, makanan, dan yang sangat penting
uang. Karena
pertimbangan usia, maka saya selalu menggunakan asuransi pada setiap
bepergian
ke luar negeri. Mengenai tempat
tinggal, sangatlah mahal jika harus
tinggal di hotel. Tinggal di hostel jauh
lebih murah, disamping dari segi lokasi, tingkat kenyamanan dan
kebersihan dirasa cukup
memadai bagi wisatawan backpackers. Kemudian
tentang visa sudah kami urus ke kedutaan Jepang 2 bulan sebelum hari
keberangkatan. Seperti diketahui bahwa
tranportasi di Jepang cukup mahal. Bayangkan harga tiket naik kereta api
supercepat Shinkansen dari Osaka ke Tokyo sekali jalan paling tidak 1,5
juta
rupiah. Oleh karena itu biaya transportasi harus ditekan dengan cara
berlangganan. Untuk transportasi di
Jepang saya menggunakan Japan Railways Pass (JR Pass) yang hanya bisa
dibeli di
luar Jepang dan untuk di Indonesia harganya 2,9 juta rupiah. Dengan JR
Pass kita bisa menggunakan kereta
api yang dioperasikan oleh JR termasuk Shinkansen, kecuali Shinkansen
Supernozomi. Karena penerbangan AK 1393 AirAsia dari Surabaya
dengan destinasi Osaka dijadwalkan waktu pemberangkatannya pukul 08.50,
maka
untuk tidak ambil resiko terlambat saya berangkat dari tempat tinggal
saya di Yogyakarta sehari sebelumnya dengan
pesawat Sriwijaya Air. Selanjutnya
dengan pertimbangan penghematan sekaligus kedekatan lokasi, maka
jauh-jauh hari
saya pesan kamar di “Mess Aircrew” Lanud Juanda. Yah sekaligus
bernostalgia dengan saat-saat
dulu ketika masih aktif (maklum pensiunan). Selain pengobat rindu
suasana saat masih aktif
di kedinasan TNI AU, ternyata saya juga diberikan “free” alias
tidak
membayar. Pada saat saya akan check out,
petugas mess menyampaikan bahwa saya diberi “free” atas perintah
pimpinan. Ada perasaan “trenyuh” dalam hati, karena
meski saya sudah pensiun 8 tahun yang lalu tetapi masih ada yang
memperhatikan
kami yang terbukti di “Mess Aircrew “ ini saya dilayani dengan baik dan
diberi
gratis lagi. Penerbangan pagi hari di
Lanud Juanda cukup ramai, termasuk penerbangan internasional. Setelah check
in kami langsung menuju ke ruang
tunggu yang sudah ditentukan. Pesawat
AirAsia AK 1393 dijadwalkan tinggal
landas pada pukul 0850 menuju Kualalumpur,
namun pesawat baru tiba di Juanda pada pukul 08.50 yang bertepatan
dengan waktu keberangkatan. Guna menghindari keterlambatan, maka kami
diperintahkan boarding bersamaan waktu dengan para penumpang yang
turun,
sehingga kami saling berpapasan di garbarata.
Wah ini kreatif juga, dan jujur ini pengalaman pertama baru buat saya
yaitu pelaksanaan embarkasi bersamaan dengan debarkasi. Pada pukul
09.20 pesawat Airbus 320
tinggal landas dari Surabaya menuju Kualalumpur, dan mendarat di LCCT (Low
Cost
Carrier Terminal) Kualalumpur pada pukul 12.34 (waktu lokal). Perlu
diketahui LCCT adalah terminalnya
penerbangan murah AirAsia, yang berdekatan dengan bandara internasional
Kualalumpur (Kualalumpur International Air Port). Turun dari
pesawat kami menelusuri koridor
LCCT dan belum separuh jalan dari tempat parkir pesawat ke terminal
ketibaan
(arrival terminal), bagi penerbangan
lanjutan dibelokkan ke ruang tunggu
transit. Pada pukul 14.10 pesawat Airbus
330-200 tinggal landas dari bandara internasional Kualalumpur menuju
Osaka, dan
setelah menempuh waktu penerbangan sekitar 6 jam, pesawat mendarat di Kansai
Airport
dengan selamat pada pukul 21.10.
Sebenarnya saya ingin jadwal penerbangan siang hari, karena saya ingin
melihat seperti apa bandara yang dibangun di atas pulau buatan (manmade
island). Pulau ini tadinya berupa kawasan laut di Teluk
Osaka yang berhasil ditimbun dan dibuat bandara dengan 2 landasan pacu
dan dua
terminal. Landasan pacu yang dibangun masing-masing
dengan ukuran panjang 3500 m dan 4000 m, yang menampung 107,791
penumpang dan
13,857,000 penerbangan (data 2011). Dua terminal yang dibangun
berlantai empat, tercatat sebagai terminal terpanjang di dunia. Atap
terminal berbentuk
seperti irisan sayap (airfoil) yang menjamin sirkulasi udara
ruangan yang
membuat nyaman. Kansai International Airport dihubungkan dengan
jembatan
bernama Sky Gate sepanjang 5 km, yang sekaligus sebagai jalan
raya dan rel kereta api menuju daratan Osaka.
Berhubung kedatangan kami pada malam hari, maka hanya bisa melihat
gemerlapannya lampu bandara.
Kansai
International Airport
Begitu
kami
turun, langsung dibawa dengan kereta api listrik menuju ke terminal
kedatangan. Pada saat kami sedang proses
imigrasi di terminal kedatangan, sudah terasa udara dingin karena
nampaknya tidak ada fasilitas pemanas di ruangan ini. Begitu kami ke
luar gedung terminal dan
berada dalam ruang terbuka meskipun masih terlindungi bangunan, terpaan
angin
dengan suhu udara 5 derajat membuat rasa dingin menusuk sampai tulang
belulang. Oleh karena itulah kami bergegas menuju ke
stasiun kereta Nankai Railway setelah membeli tiket melalui “vending
machine”. Wah inilah tipikal
transportasi di negara-negara maju.
Begitu turun dari pesawat, maka hanya
tinggal mendorong luggage kita sudah bisa berganti moda
transportasi darat
untuk menuju ke tempat lain yang
dikehendaki. Sistem transportasi ini
juga sudah ditiru oleh beberapa kota di Indonesia, misalnya di Bandara
Adisutjipto. Misalnya begitu turun dari pesawat langsung bisa
melanjutkan perjalanan dengan kereta api atau bus. Bedanya kalau
frekwensi kedatangan kereta api
dan bus di Jepang jauh lebih tinggi, lebih aman dan lebih nyaman
dibanding
dengan transportasi di Indonesia.
Suasana dalam
kereta api
Perjalanan
dari Kansai International Airport ke Shin-Imamiya ditempuh
dalam waktu 1 jam dengan menggunakan Nankai Railway dengan harga tiket
1030 yen. Tepat pada pukul 23.00 kami sampai di Shin Imamiya.
Pengalaman menarik terjadi saat kami
kebingungan untuk menuju ke Hostel Mikado. Meskipun cara menuju Hostel
Mikado
sudah cukup jelas dengan disertai peta situasi, namun gara-gara ke luar exit
yang berbeda dengan petunjuk yang diberikan oleh Hostel Mikado, maka
akhirnya
bingung juga. Saya berusaha bertanya
kepada beberapa orang, namun karena kesulitan bahasa hasilnya
tidak
memberikan pencerahan sama sekali. Nah
dalam perjalanan kami bertemu dengan orang yang berwajah serem bak
preman sambil
kedua tangannya menyangga beban. Karena
waktu beranjak tengah malam dan hanya satu-satunya orang yang kami
temui,
akhirnya kamipun berani bertanya kepadanya.
Dengan memadukan antara bicara dan isyarat gerakan tubuh dan matanya,
saya
menerjemahkan kira-kira jawabannya begini. “Tunggu di sini sebentar,
saya mau
masukin barang-barang bawaan ini setelah itu saya segera kembali”.
Stasiun Kansai
Airport
Wah ini kecerdasan tersendiri untuk
menangkap bahasa isyarat. Ternyata betul
juga, tidak sampai 2 menit orang tadi ke luar menemui saya. Dia
langsung melambaikan tangan ke arah kami
sambil berbicara, yang kira-kira maksudnya “ikutin saya!” Dengan
langkahnya yang panjang dan cepat, kami
terutama isteri tertinggal cukup jauh.
Apalagi saat dia berada dengan jarak begitu jauh di depan dan kami tidak
bisa mengejarnya karena terhalang lampu pedestrian yang menyala
merah. Makanya saya bertepuk tangan dengan harapan
mudah-mudahan dia tahu apa yang saya maksudkan.
Ternyata dia membalikkan badan terus berhenti, dan dari
penerangan jalan saya melihat dia tersenyum. Perjalanan antara stasiun
Shin Imamiya ke
Hostel Mikdao hanya memakan waktu sekitar 5 menit. Setelah sampai di
Hostel Mikado, orang
berwajah preman tersebut menyerahkan kami berdua ke resepsionis.
Sebelum dia pergi kami berdua mengucapkaan
banyak terima kasih atas budi baiknya, tentu dengan bahasa yang tidak
dia
pahami. Setelah dia pergi, saya berbisik
dalam hati. Kalau di Jakarta atau di
kota lain di Indonesia ketemu orang
berwajah preman seperti dia apalagi di malam hari, lebih baik menghindar
dari
pada kemungkinan harus menanggung resiko
di belakang. Di Jepang justru
kami lebih berani, karena sebelum perjalanan ke Negeri Sakura ini saya
telah
membaca banyak tentang perangai masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang
sangat ramah, suka
menolong, tertib, disiplin, serta mempunyai harga diri tinggi. Di
Jepang tidak mengenal tips atau ongkos
untuk jasa tertentu. Karena itu saya juga tidak memberikan uang tip
untuk orang
yang mengantar kami tadi. Setelah kami menunjukkan hard copy
bukti booking ke resepsionis hostel, maka
kami langsung dapat kamar dengan harga yang lebih murah dari harga yang
tertera
dalam bukti booking. Ternyata murahnya rate hostel karena memang kondisi
kamarnya cukup jelek. Yah akhirnya kami
menerima saja kamar ini karena hostel yang berlantai 8 ini dikatakan
penuh. Apalagi saat itu sudah hampir
pukul 1 yang berarti 3 jam lagi sudah masuk waktu Subuh, meskipun saya
tidak
tahu waktu-waktu sholat di Jepang. Waktu
sholat di Osaka menurut perkiraan saya akan lebih cepat dari pada di
Wilayah
Indonesia Barat, karena lokasi tempat ini berada di garis bujur lebih
besar
dari Yogyakarta. Oleh karena itu kamipun
tidak ingin segera tidur, tetapi lebih baik mempersiapkan untuk program
perjalanan besok. Sesuai yang kami
rencanakan, kami akan menuju ke Tokyo besok pagi. Tentu tidak semua luggage
kami bawa,
melainkan hanya secukupnya yang bisa dimasukkan ke dalam dua tas
punggung yang
masing-masing akan dibawa isteri dan
saya. Selebihnya kami masukkan dalam 2 koper besar dan kami tinggal di
hostel Mikado,
karena setelah 2 hari di Tokyo kami akan kembali ke Osaka dan menginap
di hostel
yang sama. Disamping itu battery untuk
lapotop dan HP betul-betul kosong semua, sehingga harus diisi. Memang
ada pertanyaan apa repotnya mengisi
battery laptop ataupun HP? Kalau di
Indonesia mungkin sangat sederhana, namun di Jepang akan bermasalah jika
tidak dipersiapkan
sebelumnya. Stop kontak di Jepang kakinya
berbentuk pipih yang tentu berbeda dengan di negeri kita yang kakinya
berbentuk
bundar. Oleh karena itu saya sudah
mempersiapkan dari Indonesia dengan membawa kabel yang siap diikatkan
dengan
stop kontak lampu hotel. Coba bayangkan
dengan badan capek, mata ngantuk, masih ditambah lagi laptop dan HP
tidak bisa
digunakan lantaran battery weak dan kita tidak bisa mengisinya
lantaran stop kontak
tidak cocok. Wah pasti pusing tujuh
keliling! Malam itu sebagai malam
pertama di Jepang saya lewati tanpa bisa tidur. Dalam hati besok akan
kami tebus rasa kantuk malam ini dengan tidur di
sepanjang perjalanan, mengingat perjalanan menuju ke Tokyo memerlukan
waktu sekitar 150 menit
dengan kereta api supercepat Shinkansen. Bagaimana perjalanan kami
selanjutnya, ikuti Perjalanan
Backpacker ke Negeri Sakura Bagian 2. Sampai ketemu lagi ...... !!!!!
Tentu ada dua hal yang menarik untuk diulas dari judul
tulisan di atas, yaitu terbang balon dan mengapa harus di Cappadocia negerinya
Kemal Atarturk sana. Saya berprofesi sebagai tenaga pengajar di suatu perguruan
tinggi di Yogyakarta dan salah satu mata kuliah yang saya ampu adalah
Pengenalan Penerbangan. Sudah bisa
diduga bahwa pokok bahasan dalam mata kuliah tersebut salah satunya membahas
tentang sejarah penerbangan. Isinya
dimulai dari manusia bermimpi bisa terbang sampai dengan perkembangan wahana
terbang modern saat ini. Dalam sejarah
penerbangan, ternyata terbang dengan balon udara telah dilakukan orang sejak
lama. Pada tanggal 19 September 1783 balon udara diterbangkan pertama kali,
meskipun penumpangnya bukan manusia melainkan kambing, bebek, dan ayam. Balon bisa mengapung di udara selama 15
menit, sebelum jatuh ke bumi. Manusia pertama yang berhasil terbang dengan
balon udara adalah 2 orang Perancis bersaudara yaitu Joseph dan Etienne
Montgofier yang mampu bertahan selama 20 menit.
Penerbangan pertama dilakukan pada tanggal 21 Nopember 1783, dan
selanjutnya ditetapkan sebagai hari lahir balon udara.
Bagaimana bentuk balon udara?
Pada dasarnya balon udara terdiri dari 3 bagian penting,
yaitu kompor (burner), kantung balon (balloon envelope), dan keranjang (basket). Kompor digunakan sebagai pemanas udara, kantung
balon berfungsi sebagai wadah udara panas, dan keranjang sebagai wadah
penumpang dan ruang pilot. Bahan bakar
yang digunakan pada kompor adalah propane
dalam bentuk gas ataupun cair, yang
tersimpan dalam botol-botol besar yang ditempatkan di ruang pilot yang
posisinya di tengah-tengah keranjang. Besarnya api kompor sebagai pemanas udara
dalam balon bisa diatur oleh pilot dengan membuka dan menutup katub. Kantung udara terbuat dari nylon yang cukup
kuat, berbentuk kantung balon dan jika telah
dikembangkan akan berdiri tegak setinggi
42 m dan diameter sekitar 8 m. Bagian
bawah balon terbuka, sedangkan bagian atas balon tertutup dan dilengkapi
parasit yang bisa dibuka atau ditutup sehingga berfungsi sebagai katub udara.
Kantung udara bagian bawah yang berbentuk melingkar disebut scoop
atau skirt, terbuat dari nylon yang
dilapis bahan tahan api. Dengan demikian
kompor pemanas yang ditempatkan pada lubang kantung udara bagian bawah, tidak
akan membakar skirt atau scoop.
Keranjang berukuran 3m X 1,5 m
disekat dalam tiga ruangan. Bagian pinggir diperuntukkan bagi penumpang,
sedangkan di tengahnya yang ukurannya agak kecil sebagai ruang pilot dan
penempatan 4 botol propane. Kapasitas keranjang bisa memuat sekitar 20
penumpang.
Mengapa balon bisa terbang dan cara mengendalikannya?
Balon bisa mengapung di udara berdasarkan pada hukum fisika
yang sederhana, yaitu Hukum Buoyancy atau Hukum Archimides. Pada saat massa udara dalam kantung balon dipanaskan,
maka kerapatan udara menjadi renggang dan berat udara menjadi ringan. Jika balon diisi udara dingin, maka balon
akan lebih berat jika dibanding dengan jika isinya udara panas. Beda berat
inilah yang menghasilkan gaya apung (buoyancy force) yang mengangkat balon
beserta beban (penumpang) ke atas. Kemampuan balon untuk naik ke atas,
ditentukan oleh jumlah pemanasan udara dalam balon. Karena itu jika ingin menaikkan balon, maka api
kompor dinyalakan dan parasit pada posisi menutup sehingga udara panas tidak
ada yang ke luar dari balon. Demikian
juga sebaliknya pada saat balon ingin turun, maka parasit yang terletak di
puncak balon dibuka, sehingga sebagian massa udara panas ke luar dari kantung
yang berakibat balon akan turun karena menjadi lebih berat. Jadi gerakan balon
secara vertikal (naik atau turun) dikendalikan dengan cara menambah atau
mengurangi udara panas dalam balon. Kemudian
untuk kendali terbang arah horisontal, pada kantung balon dilengkapi rotation flap.
Itulah sekedar bentuk fisik dan bagaimana balon bisa terbang. Nah sekarang apa yang memotivasi saya dan
juga apa istimewanya terbang balon di Cappadocia? Sebelumnya sudah saya
sampaikan bahwa saya dosen pengajar yang salah satu mata kuliah yang saya ampu
adalah Pengenalan Penerbangan. Nah mengajar yang berbasis ilmu dan didukung
dengan pengalaman, akan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi anak didik.
Kemudian apa istimewanya jauh-jauh sampai Cappadocia yang letaknya di
tengah-tengah Turki?
Cappadocia diambil dari kata “katpatukya” yang dalam bahasa
Persia berarti “Tanah Kuda Cantik”. Saya
tidak tahu apa hubungan antara “Kuda Cantik” dengan daerah ini. Cuma yang saya
lihat daerah ini kalau orang Jawa mengatakan
“bukan jamak lumrahe”. Artinya
bukan biasanya fitur daratan bumi seperti ini. Apalagi kalau landskap
Cappadocia dilihat dari suatu ketinggian, maka seakan kita berada di suatu tempat
di luar bumi. Malah ada yang mengatakan bahwa berada di Cappadocia, seakan kita
sedang menjelajah di daratan bulan (moonland)
dengan pemandangan yang spektakuler berupa bebatuhan dengan bentuk unik dan
warna yang khas pula. Orang menyebut bebatuan di Cappadocia sebagai Cerobong Asap Peri (Fairy Chimney). Saya juga tidak tahu mengapa ada istilah
“peri”. Tapi yang jelas bentuk batuan disini memang rata-rata menjulang tinggi
menyerupai cerobong asap.
Pilar bebatuan
dengan bentuk "Fairy Chimney"
Pembentukan bebatuan tersebut merupakan hasil aktivitas vulkanik dari gunung berapi Erciyes,
Melendiz dan Hasanyang menutup wilayah tersebut dengan sedimen vulkanik dan
abu. Konon sedimen tersebut mencapai ketebalan 100 m, dan kemudian setelah
mengalami proses alam yang berlangsung ribuan tahun lamanya, maka terbentuklah
lanskap Cappadocia seperti sekarang.
Proses alam tersebut berupa pemanasan/ pendinginan, pembekuan/peleburan,
kena hujan/angin, dan dengan adanya perbedaan tingkat ketahanan erosi angin antar
lapisan batuan, maka terbentuklah pilar-pilar batu yang unik dan menawan.
Bebatuhan di Cappadocia bukan batuan keras, sehingga dengan bersenjata uang
coin, seseorang bisa membuat lubang dengan mengerok batuan tersebut. Oleh karena itulah maka daerah pegunungan
Cappadocia ini digunakan sebagai tempat pemukiman dengan membuat bangunan-bangunan
bawah tanah dan berbagai fasilitas umum.
Bahkan di beberapa lokasi di Cappadocia antara lain Kaymakli dan Derinkuyu dibangun kota bawah tanah (underground city)yang konon digunakan sebagai tempat pelarian umat kristiani
pada abad ke 7. Berdekatan dengan lokasi tersebut yaitu Goreme terdapat
pemukiman serta gereja-gereja bawah tanah, yang sekarang dijadikan sebagai Open Air Museum. Nah kita tinggalkan keelokan alam Cappadocia dengan berbagai
atribute yang menambah semakin menawannya
Cappadocia sebagai tujuan wisata. Mari kita kembali pada petualangan
dengan terbang balon udara.
Goreme Open Air Museum
Pada pukul 05.00 kami sudah dijemput dengan menggunakan
kendaraan sejenis microbus bergambar balon terbang dan bertuliskan “Kapadokya
Balloons”. Waktu siang hari di Turki pada musim dingin cukup pendek, karena
matahari terbit sekitar pukul 07.00 dan tenggelam sebelum pukul 17.00. Dengan demikian pukul 05.00 masih cukup gelap
dan belum masuk waktu sholat Subuh. Kami dibawa ke suatu ruangan besar yang
cukup representatif untuk sarapan pagi sambil menunggu persiapan terbang. Ternyata
setelah makan pagi selesai, penerbangan tidak segera dilakukan karena cuaca
belum memenuhi syarat untuk keselamatan penerbangan balon. Pada pagi itu langit
mendung dan gerimis kecil-kecil disertai angin cukup kencang (windy).
Setelah setengah jam penundaan, maka kami diajak ke lokasi penerbangan
yang memakan waktu sekitar 15 menit. Perjalanan
melalui jalan sempit dengan belokan-belokan tajam, dan kami berada di belakang
mobil yang menarik gerobak berisi balon yang akan kami tumpangi. Akhirnya
sampailah pada suatu wilayah yang datar dan luas, dan terlihat puluhan balon
yang dipersiapkan untuk terbang.
Berpose di
depan balon yang sedang ditiup
Balon yang akan kami tumpangi dihamparkan dilapangan yang
luas dan selanjutnya ditiup menggunakan blower,
sehingga balon mengembang namun masih posisi rebah. Setelah itu udara dalam balon dipanaskan
dengan kompor, dan selanjutnya badan balon menggeliat secara perlahan ke
berdiri tegak. Akhirnya balon
benar-benar berdiri tegak dan kami diperintahkan
untuk masuk keranjang dengan cara memanjat dinding keranjang setinggi sekitar
1,5 m. Pada saat para penumpang memasuki
keranjang, posisi balon tidak stabil yang kadang miring dan mau rebah. Namun setelah semua penumpang masuk ke dalam keranjang,
posisi keranjang menjadi stabil.
Selanjutnya pilot memberikan briefing
khususnya saat balon akan mendarat nanti. Pada saat mendarat, para
penumpang agar berpegangan tali yang tersedia cukup banyak di keranjang dan
posisi badan membelakangi arah pendaratan. Begitu briefing usai, selanjutnya balon
mulai mengangkasa dengan tenangnya setelah pilot menutup parasit di atas
balon. Bisa dipahami dengan menutup
parasit di atap balon, berarti katub ditutup dan udara yang dipanaskan tidak
bocor ke luar dan sepenuhnya digunakan untuk mengangkat balon.
Salah satu sudut lanskap Cappadocia
Pada saat kami
mencapai suatu ketinggian, maka mata kami betul-betul dimanjakan oleh
pemandangan alam yang menakjubkan.
Dibatas mata kami memandang, terlihat hamparan lembah dan ngarai serta
batuan-batuan yang sebagian besar membentuk pilar-pilar tinggi. Batuan-batuan
tersebut nampak dari ketinggian ada beberapa yang berlubang, yang ternyata
bahwa memang banyak pemukiman masa lalu yang dibangun dengan membuat
rongga-rongga dalam batuan tersebut. Selain
formasi batuan dan bentuk bebatuan yang unik dan sangat berbeda dengan bebatuan
di belahan dunia manapun, maka warna batuanpun juga berbeda.
Terbang balon dengan ketinggian 700m
Warna batuan di Cappadocia rata-rata putih
semburat keperakan. Pilot balon udara
yang membawa kami sesekali sengaja untuk terbang rendah, terutama untuk
mengamati obyek-obyek secara lebih dekat, sehingga seakan keranjang akan
menabrak puncak-puncak bebatuan. Balon yang diterbangkan cukup rendah, membuat
kami bias lebih jelas melihat ada relief atau guratan-guratan hasil pahatan
alam yang berlangsung secara halus perlahan dan berproses ratusan ribu tahun
lamanya. Guratan yang teratur pada
batuan tersebut seakan sebagai pembatas permukaan air, sehingga nampak jelas
perbedaan antara bagian batuan yang berada di bawah permukaan dan di atas
permukaan air. Melihat phenomena ini ada
yang berspekulasi bahwa dahulu kala telah terjadi proses geologi yang
mangangkat dasar sungai ke atas. Untuk bisa memandang obyek secara luas, balon juga
dinaikkan sampai ketinggian 700 m, dan dari ketinggian tersebut diperlihatkan
obyek-obyek yang menawan seperti lembah merpati (pigeon valley),love valley
dan lain-lain. Disebut lembah merpati,
karena daerah tersebut tempat bermukimnya ribuan burung merpati, dengan pilar-pilar
batu berlubang sebagai rumah merpati.
Love Valley
Dari atas nampak
banyak burung merpati yang secara bergerombol terbang
dari satu bebatuan ke bebatuan yang lain.
Selanjutnya dapat diduga bahwa love
valley (lembah cinta), karena memang dari atas nampak formasi
bebatuan
berbentuk menyerupai alat kelamin laki-laki. Saya berpikir yang
menamakan
lembah ini didasarkan fakta atau lebih terdorong pikiran “ngeres”.
Yah …tapi memang nama itulah yang populer! Saking
asyiknya menikmati panorama di bawah, tidak terasa bahwa kami sudah
terbang hampir
1 jam. Saat itu balon masih berada
ketinggian 700 m, dan langit gelap kelabu serta mulai turun titik-titik
kecil
yang tadinya dikira sebagai salju. Terbang balon sangat berbeda dengan
terbang
dengan pesawat. Pesawat bias terbang karena reaksi sayap terhadap udara
yang
mengalir, sedangkan balon bias terbang karena sejumlah massa udara panas
dalam
kantung balon yang lebih ringan dari pada kalau kantung balon berisi
udara dingin.
Dengan demikian terbang dengan pesawat akan mudah tergoncang (bounching)
jika pesawat masuk cuaca
buruk, sedangkan terbang balon lebih stabil dan nyaman meski cuaca buruk
kecuali kecepatan angin. Tidak beberapa
lama pilot mengisyaratkan bahwa balon akan segera turun dan mengarahkan
ke
padang rumput yang luas. Ternyata bahwa
balon bisa mendarat persis di atas landasan truk. Sesuai
tradisi selesai penerbangan dilakukan
dengan acara minum sampanye dan pembagian sertifikat terbang bagi setiap
peserta penerbangan. Mengingat saya
tidak minum sampanye, maka minum soft
drink cukup nikmat meskipun pada suhu udara yang sangat dingin di
Cappadocia. Itulah pengalaman berpetualang terbang dengan balon panas di
Cappadocia. Mungkin saja suatu saat kita
bisa terbang balon di tempat lain tidak terkecuali di Indonesia, namun
terbang
balon di atas lanskap Cappadocia yang orang Jawa bilang sebagai “ora
jamak lumrahe” tentu merupakan
pengalaman tersendiri yang mengasyikkan ……….
Menjelang Maghrib, kapal kecil rombongan alumni FK UGM masukan 65 dimana
saya terikut di dalamnya (meski bukan dokter juga), bersandar di laut
berjarak beberapa ratus meter dari Pulau Kalong. Pulau Kalong adalah
salah satu dari sekian banyak gugusan pulau di perairan wilayah Flores
yang membentuk formasi melingkar berlapis-lapis. Jika dipotret dr
ketinggian, gugusan pulau yg diterpa sinar matahari sore dan memantulkan
cahaya kuning keperakan itu, terlihat seperti tumpeng nasi kuning
keemasan yg disusun berjejer secara melingkar berlapis, dg beralaskan
laut biru yang tenang seperti hamparan permadani beludru. Kemudian apa
yang istimewa di Pulau Kalong? Ternyata bahwa binatang malam ini menghuni
hutan mangrove di pulau tersebut dengan jumlah puluhan ribu. Nah pada
hari gelap yang sedang ditunggu nanti, kalong akan terbang ke suatu
tempat untuk mencari makan. Memang terbukti, beberapa menit setelah
matahari tenggelam dan langit sudah beralih warna dari merah semburat
menuju gelap, maka mulai beterbanganlah binatang malam itu secara
berurutan sambung menyambung tiada henti seakan menutup langit. Jejak
terbang puluhan ribu kalong tersebut ibarat aliran air bah yg bersumber
dari titik pusaran yg selalu bergerak dari pepohonan mangrove satu ke
berikutnya. Mereka terbang dengan pola yang sama, terbang dengan
ketinggian dan kecepatan yang sama pula. Meskipun jumlah mereka
sangat banyak, tetapi mereka terbang dengan tertib dan teratur, tidak
saling berebut mendahului. Mereka terbang dengan arah dan tujuan yang
sama, yaitu pulau Flores yang mereka yakini sebagai sumber makanan
mereka. Meskipun dalam kondisi gelap, tetapi tidak pernah ada peristiwa
tubrukan antar mereka.
Kalong dikenal sebagai binatang malam yang
mempunyai ketajaman penglihatan justru pada kondisi gelap. Ketajaman
penglihatan kalong didukung oleh peralatan radar yang mereka punyai,
sehingga gelombang ultrasonik yang dia keluarkan jika mengenai benda di
sekitarnya akan dipantul balik. Dengan demikian kalong akan bisa
menentukan secara tepat posisi dia terhadap benda-benda di
sekelilingnya. Karena itulah kalong akan semakin tajam penglihatannya
saat gelap, dan justru sebaliknya akan tidak bisa melihat dan buta dalam
suasana terang, karena sinar matahari akan mengacaukan penglihatan
mereka.
Nah melihat penomena alam tersebut, saya jadi ingat dengan
kata Pak Ustadz bahwa kelelawar adalah makluq Tuhan yang
memang sengaja diciptakan Alloh seperti itu, agar menjadi pelajaran bagi
manusia. Betapa banyak manusia yang tidak bisa melihat dan buta, saat
mereka berada dalam keadaan terang benderang. Ketika mereka dalam
kondisi sehat, banyak rezeki, karier meningkat dll, justru saat itu
mereka tidak bisa melihat kelebihan yang ada pada dirinya untuk beribadah,
mendekatkan diri kepada Alloh dan mensyukuri semua nikmatNya.
Tetapi,
ketika mereka mengalami banyak masalah seperti sakit, rezekinya
tersendat, karier mentok, tertimpa musibah atau dengan kata lain dalam
"kondisi gelap", barulah mereka sadar untuk mendekat pada Alloh.
Kesadaran untuk mendekat kepada Alloh dalam kondisi susah itu bagus, tetapi
istiqomah untuk selalu dekat dengan beribadah dalam kondisi apapun itu
jauh lebih bagus. Kualitas ibadah dan syukur nikmat yang kita lakukan
saat senang pasti akan jauh lebih berkualitas jika dibanding dengan saat kita
susah. Maka saya ingat lagi kata Pak Ustadz yang lain: "Hampiri Tuhanmu
saat engkau lapang, maka Tuhanmu pasti menghampirimu saat engkau
sempit". Orang bertaubat saat usia tua itu bagus, tetapi orang yang
bertaubat saat usia masih muda itu tentu jauh lebih bagus lagi
..............!
“Ingat jangan tinggalkan jejak …….,
setelah kita ada lagi yang menggunakannya”
Sesaat
kalimat tersebut biasa-biasa saja, namun setelah direnungkan dalam-dalam terasa
bukan hal yang biasa. Pesan ini dijumpai
di ruang toilet di Bandara Soetta, yang kalau dipahami secara sederhana
merupakan himbauan atau permintaan agar kita peduli terhadap kebersihan setelah
menggunakannya, sehingga pengguna berikutnya tidak terganggu dan dapat
menggunakannya dengan nyaman. Namun
jika pesan yang ditulis dengan gambar karikatur serta dibingkai indah tersebut
dipahami lebih universal, maka pesan tersebut menjadi sarat makna. Siapapun dan apapun profesi kita, jika
berorientasi kepada kepentingan orang atau pihak yang bersinggungan dengan
pekerjaan kita, pasti kita akan berupaya melakukan pekerjaan atau kegiatan dengan
kualitas yang lebih optimal. Marilah kita ambil sebuah contoh misalnya
seseorang dengan profesi guru/dosen. Pertama diidentifikasi lebih dahulu siapa
saja pengguna hasil kinerja kita sebagai tenaga pendidik. Hasil kinerja berupa output/outcome dari
hasil didik kita, bisa digunakan oleh dunia usaha/industri, direkruit menjadi
pegawai pemerintah atau lembaga negara yang lain, digunakan oleh masyarakat,
ataupun perguruan tinggi lain jika anak didik kita melanjutkan pendidikan ke
jejang yang lebih tinggi. Disamping itu masyarakat secara luas sangat
berkepentingan terhadap output/outcome seorang guru/dosen. Dengan demikian kita bisa memetakan
pihak-pihak yang berhubungan dengan kinerja kita sebagai guru/dosen, termasuk
yang paling utama adalah para murid/mahasiswa itu sendiri. Mereka semua sebagai pemangku kepentingan
atau “stakeholders” yang harus dilayani dengan baik dan memuaskan. Oleh karena
itulah di setiap lembaga pendidikan tidak terkecuali di perguruan tinggi, disusun suatu metode bagaimana cara memuaskan “stakeholders” yang kemudian
dikenal dengan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Tujuan
SPMI adalah memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan,
yang dijalankan oleh suatu perguruan tinggi secara internal, untuk mewujudkan
visi, serta untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui
penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi. Pencapaian tujuan penjaminan mutu
dilakukan melalui SPMI, untuk kemudian memperoleh akreditasi melalui SPME oleh
BAN-PT atau lembaga mandiri yang diakui Pemerintah. Dalam Sistem Penjaminan Mutu ada suatu slogan
yang sederhana, yaitu “tulis apa yang kamu kerjakan, dan kerjakan apa yang kamu
tulis”. Maknanya bahwa semua praktek
baik (best practices) yang telah menjadi tradisi yang bagus pada suatu unit
kerja harus didokumentasikan dalam bentuk Buku Peraturan/Petunjuk atau
sejenisnya. Selanjutnya agar Buku Peraturan/Petunjuk tersebut mudah
dioperasionalkan, maka harus dijabarkan
dalam bentuk Standard Operating Procedures (SOP). Dalam SOP tersebut akan secara gamblang
menjelaskan “siapa” dan “melakukan apa”.
Kalau dokumen yang berisi peraturan ataupun SOP tersebut sudah tersedia,
maka dokumen-dokumen tersebut harus digunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaannya (“kerjakan apa yang kamu tulis”). Namun sebelum dilaksanakan harus disosialisasikan dan dilatihkan pada
setiap amggota unit kerja. Jika prestasi
kerja setiap SDM didasarkan pada capaian kinerja yang sudah ditetapkan dalam
standar mutu setiap unit kerja, maka diyakini bahwa setiap individu organisasi
akan berusaha melaksanakan tugas dengan baik dan tuntas (job accomplished).
Dengan demikian operasional organisasi yang dilakukan dengan konsep SPMI, akan cenderung membentuk manusia-manusia yang berbudaya mutu dan berkebiasaan baik (“well human being”). Jika semua sivitas akademik suatu perguruan
tinggi terdiri dari komunitas yang terbentuk dari individu-individu yang "well human beeing" maka mereka akan "well performed" dalam menjalankan
tugas masing-masing. Akhirnya PT dimana mereka berada akan menjadi PT unggulan yang mampu berkompetisi dengan baik. Dengan demikian, peningkatan mutu perguruan tinggi secara
berkelanjutan dapat diwujudkan secara komprehensif dengan menciptakan budaya mutu melalui SPM-PT. Peningkatan
mutu perguruan tinggi atau secara umum peningkatan kualitas pendidikan
Indonesia harus menjadi prioritas saat ini.
Salah satu alasan adalah karena tingkat daya saing bangsa Indonesia dibanding
dengan negara-negara lain belum menggembirakan termasuk dengan Asean sekalipun.
Setiap tahun badan dunia UNDP mengeluarkan laporan tingkat daya saing bangsa
yang dinyatakan dalam Human Development Index (HDI). Sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan produk dari pendidikan tidak terkecuali perguruan tinggi. Oleh karena
itu lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi, harus berupaya keras
meningkatkan kualitasnya dengan memperkuat sistem penjaminan mutu. Inti dari
sistem penjaminan mutu terletak pada perilaku mendahulukan dan memuaskan
pelanggannya atau stakeholers. Siapakah stakeholders? Mereka adalah yang akan
menikmati secara langsung ataupun tidak langsung hasil kinerja kita. Guna senantiasa menyadarkan pada kita, maka
tataplah dalam-dalam pesan yang tercantum dalam bahasa karikatur tersebut. Kita jangan tidak mengindahkan hanya
gara-gara pesan itu berasal dari sebuah toilet, yang sering dikonotasikan sebagai tempat yang jorok dan bau. Selama ini kita mengenal kata bijak : "Undhur maa qoola walaa tandhur man qoola", yaitu "janganlah lihat siapa yang bicara, namun lihatkan apa yang dibicarakan". Kata bijak tersebut, juga bisa dikembangkan sehingga bermakna : “jangan lihat dari mana
pesan itu berasal, tapi lihatlah makna dari pesan itu”…….
Minggu, 27 Mei 2012
BAGAIMANA MENYIKAPI SETIAP KEJADIAN KECELAKAAN PESAWAT TERBANG
Kecelakaan pesawat terbang, selalu mengundang
berbagai tanggapan, ulasan, ataupun analisa dari berbagai kalangan. Kejadian luar biasa ini selalu dimanfaatkan
oleh berbagai media massa khususnya televisi untuk menayangkan acara yang
secara khusus membahas kecelakaan,
dengan menghadirkan para nara sumber /pengamat penerbangan. Inilah salah satu sisi buruk dari suatu
informasi yang sudah menjadi komoditi
masyarakat, sehingga sering informasi hanya dipandang dari sisi “laku
jual”. Kecenderungan dari pandangaan
tersebut menjadikan informasi tidak dinilai secara kualitas, namun hanya
dilihat dari sejauh mana suatu informasi bisa memberikan dampak sensasi bagi
masyarakat yang pada ujung-ujungnya akan meningkatkan rating penonton.
Black
Box (VCR dan FDR). Menganalisa
kecelakaan pesawat terbang mempunyai kesulitan tinggi karena minimnya saksi, yang
sangat berbeda dengan menganalisa kecelakaan transportasi darat yang biasanya
disaksikan banyak orang. Salah satu
contoh peristiwa jatuhnya SSJ 100 (Sukhoi Super Jet 100) di Gunung Salah yang
sunyi sepi dan seluruh penumpang dan awaknya meninggal dunia, sehingga tidak
ada saksi hidup yang bisa menjelaskan proses terjadinya kecelakaan. Dengan
demikian pola sebaran serpihan pesawat, pola kerusakan bagian-bagian pesawat,
posisi alat kendali, bekas tumbukan pesawat di tanah bisa digunakan sebagai
petunjuk investigasi. Pola sebaran serpihan pesawat bisa memberikan petunjuk
apakah pesawat meledak di suatu ketinggian atau jatuh baru meledak. Sudu-sudu
kompresor yang terdeformasi cenderung
melengkung ke depan berarti saat kecelakaan kondisi mesin hidup, dan sbaliknya
jika melengkung ke belakang berarti saat terjadi kecelakaan mesin pesawat dalam
keadaan mati. Demikian juga posisi alat-alat kendali seperti tuas mesin, alat
pendarat, flap bisa juga sebagai petunjuk investigasi. Namun ada bagian pesawat yang merupakan saksi
super penting yaitu black box. Black box terdiri dari dua komponen yaitu Voice
Cockpit Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR). Voice Cockpit Recorder
memuat dokumen pembicaraan antar crew dalam cockpit dan komunikasi antara pilot
dengan ATC, sedangkan FDR memuat dokumen tentang data-data penerbangan
(misalnya kecepatan, ketinggian, posisi pesawat, dan sebagainya). Hasil
pengolahan data-data tersebut akhirnya bisa diambil sebuah kesimpulan tentang
penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang.
Heboh
Analisa Pengamat Terhadap Kecelakaan Pesawat MA-60. Ambil sebuah contoh tentang kecelakaan pesawat
terbang MA-60
buatan Xian Aircraft nomor penerbangan MZ 8968 milik MNA di Kaimana Papua setahun lalu.
Kecelakaan tersebut begitu heboh diulas oleh para pengamat baik yang memang berbasis kompetensi penerbangan
ataupun pengamat “instant” yang sekedar ikut nimbrung. Kejadian ini menjadi
menarik karena kebetulan pesawat yang jatuh merupakan produk China, dioperasika
oleh maskapai milik BUMN, belum
tersertifikasi Federation Aviation Administration (FAA), dan proses pengadaannyapun
dikatakan berbau kontroversi. Para nara sumber/pengamat beramai-ramai
menyampaikan ulasan di media massa dengan parameter-parameter yang serba minim.
Sebagian besar para nara sumber saat itu menduga kuat bahwa kecelakaan
disebabkan karena faktor pesawat, antara lain kesalahan dalam design ataupun
mengalami kegagalan sistem/strukturnya. Dalam sebuah gurauan dikatakan bahwa
pesawat MA-60 buatan China ini ibarat “Mochin” yang kualitasnya kurang memadai. Dalam acara “talk show” di salah satu TV
seorang mantan pilot menyampaikan bahwa pesawat MA-60 saat melakukan “landing
approach” tiba-tiba jatuh dengan posisi vertikal, sehingga dengan penuh
keyakinan dikatakan bahwa pesawat tersebut bermasalah dalam stabilitas
terbangnya. Bahkan beberapa anggota DPR juga ikut nimbrung memberikan ulasan dan
merekomendasikan agar semua pesawat MA-60 di “grounded”, alias tidak boleh
terbang sampai dengan diketemukannya penyebab kecelakaan. Kalau dengan kejadian
ini seorang anggota DPR mempertanyakan
aspek cara pengadaannya, maka wajar karena DPR mempunyai hak budgeting. Tetapi
kalau soal “grounded” pesawat terbang, mestinya sudah bukan wilayah DPR
lagi.
Hasil
Investigasi KNKT. Beberapa
minggu yang lalu KNKT telah mengeluarkan secara resmi hasil investigasi
kecelakaan pesawat MA-60 di Pulau Kaimana Papua yang terjadi setahun lalu. Tidak ada satupun pendapat, ulasan, ataupun
analisa dari para nara sumber/pengamat yang cocok dengan hasil investigasi KNKT
ini. Dengan meyakini bahwa hasil
investigasi KNKT diperoleh dari pengolahan berbagai data termasuk data yang
tersimpan dalam black box, maka tidak satupun data yang mengarah bahwa pesawat
sebagai penyebabnya. Rekaman dalam VCR
tidak terdengar adanya kegaduhan dalam cockpit sesaat sebelum kecelakaan. Hal
ini membuktikan bahwa kecelakaan terjadi secara mendadak dan tanpa disadari
oleh pilot/copilot, yang berarti pula kecelakaan tidak disebabkan oleh
kegagalan struktur ataupun sistem.
Selanjutnya KNKT menyimpulkan bahwa kecelakaan disebabkan karena “human
error”, yaitu pilot memaksakan pendaratan secara visual dalam kondisi yang
tidak memenuhi syarat. Persyaratan pendaratan visual antara lain harus
mempunyai jarak pandang minimal 5 km dan ketinggian dasar awan minimal 1500
kaki. Pada saat itu bandara dalam
keadaan cuaca buruk dengan jarak pandang hanya 2 km dan ketinggian dasar awan
1400 ft, sedangkan landasan tidak tersedia alat bantu untuk pendaratan secara
instrumen. Kecelakaan pesawat
terbang selalu dihubungkan dengan tiga faktor penyebab, yaitu faktor manusia
(human), faktor pesawat terbang (machine), dan faktor media
(cuaca, fasilitas bandara, dll).
Menurut statistik“human
error” andilnya paling besar yaitu 66%; faktor pesawat terbang 31.8% dan cuaca 13.2%.
Ketiga faktor penyebab tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, melainkan bisa merupakan
gabungan dari dua atau tiga faktor sekaligus. Berdasarkan
pertimbangan tersebut berarti kecelakaan
MA-60 di Kaimana diawali oleh faktor cuaca dan fasilitas bandara Utarom yang
tidak memenuhi syarat untuk pendaratan dengan instrumen, yang akhirnya memicu terjadinya “pilot error”. Dalam hal
ini pilot memaksakan pendaratan secara visual pada kondisi cuaca yang tidak
memenuhi syarat. Seharusnya yang
dilakukan pilot adalah membatalkan pendaratan dan melakukan “go around”.
Bagaimana
Mensikapi Setiap Kejadian Kecelakaan Pesawat. Perbedaan tajam antara
perkiraan penyebab kecelakaan hasil analisa para nara sumber/pengamat dengan
hasil akhir investigasi oleh KNKT, hendaknya menjadi pembelajaran untuk lebih
bijak dalam mensikapi terjadinya kecelakaan pesawat terbang. Ketidak profesionalan para
narasumber/pengamat dalam memberikan ulasan/analisa kecelakaan pesawat terbang
akan banyak berdampak negatif. Ulasan yang mengarah kepada kesalahan design
ataupun kegagalan struktur/sistem pesawat, telah membuat para pengguna jasa transportasi
udara menjadi takut menggunakan pesawat terbang khususnya pesawat yang diisukan
tidak layak terbang. Kondisi ini telah menyebabkan kerugian besar baik secara
finansial maupun “image” bagi maskapai penerbangan selaku operator pesawat yang
mengalami kecelakaan termasuk pabrik pembuat pesawat tersebut. Sekali lagi
bahwa saksi yang sangat minim pada setiap kecelakaan pesawat terbang, membuat
parameter-parameter sebagai pendukung dalam mencari penyebab terjadinya
kecelakaan juga sangat terbatas. Asumsi-asumsi yang dibangun dengan
menghubungkan antar parameter saat sebelum terjadinya kecelakaan seperti cuaca,
jejak pesawat, komunikasi dengan ATC, riwayat pesawat terbang dan
parameter-parameter yang lain sangatlah tidak cukup untuk membuat kesimpulan
besar. Oleh karena itu para nara sumber/pengamat harus bisa mengeluarkan
pernyataan secara bijak dalam mengulas kecelakaan pesawat terbang. Ulasan yang bersifat normatif, general, namun
akademis, mungkin malahan akan bermanfaat bagi pembelajaran publik khususnya
tentang wawasan ilmu penerbangan. Tetapi jika ulasannya cenderung tendensius,
dampak negatifnya akan lebih besar dan cenderung membingungkan serta membodohi
masyarakat. Kecelakaan SSJ 100 di Gunung
Salak Bogor baru saja reda dari berbagai ulasan/analisa dari para nara
sumber/pengamat. Kita menunggu sampai dimana tingkat akurasi dari ulasan yang
disampaikan, dibandingkan dengan hasil investigasi KNKT yang semoga bisa
diumumkan secara transparan kepada publik. Sebaiknya memang kita harus menunggu
hasil investigasi KNKT. Hanya sayang
sampai artikel ini ditulis, FDR sebagai salah satu saksi kunci untuk membuka
misteri penyebab kecelakaan pesawat tersebut belum ditemukan.