![]() |
Overhead di atas Sungai Hudson |
![]() |
Ditching di Sungai Hudson |
Lha saya terus berpikiran untuk membandingkan dengan Captain Abdul Rozak yang melakukan hal yang mirip sama. Yaitu melakukan “ditching” dengan selamat di Bengawan Solo dengan Boeing 737-300 Garuda flight no GA-421 pada tanggal 16 Januari 2002. Penyebabnyapun mirip sama, yaitu FOD (“foreign object damage”). Cuma bedanya kalau yang di Amerika FOD-nya sekawanan angsa, tetapi kalau di Indonesia adalah butir-butir es. Pesawat Boeing 737-300 dengan nomor penerbangan GA 421 destinasi Yogya dari Lombok, tiba-tiba masuk ke dalam badai Cumulonimbus (Cb) beberapa saat setelah meninggalkan ketinggian jelajah. Akibatnya pesawat mengalami turbulensi hebat dan 2 engine mati gara-gara menyedot butir-butir es. Bahkan setelah engine quit, pesawat ini juga gagal menghidupkan APU (auxilliary power unit). Seperti diketahui APU sebagai sumber daya listrik dan udara bertekanan (untuk presurized cabin, air start, heater, AC dll). Akibatnya dalam cabin gelap dan semua instrumentasi pesawat yang menggunakan listrik mati. Ditambah lagi lagi bahwa “ditching” di Bengawan Solo ini terjadi di antara 2 jembatan dengan jarak yang relatif deket. Jadi “glide slope” saat landing approach harus dilakukan dengan sempurna agar tidak menubruk jembatan. Meski ke dua accident ini mirip sama, tetapi gaungnya jauh berbeda. Tak ada produser dan sutradara film yang mengangkat peristiwa ini ke layar lebar. Tidak ada yang menyuarakan peristiwa ini ke tataran dunia dengan sebutan "the miracle on the Solo River". Atau lebih spesifik lagi "the miracle on the Serenan River". Karena Bengawan Solo ini berada di wilayah Kalurahan Serenan. Wah kalau itu terjadi, "ndesoku" jadi terkenal karena memang dekat situ. Lha malah konangan asalku dari mana .....
![]() |
Pesawat Garuda GA 421 Ditching di Bengawan Solo |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar