Minggu, 27 Mei 2012


BAGAIMANA MENYIKAPI SETIAP KEJADIAN KECELAKAAN PESAWAT TERBANG



Kecelakaan pesawat terbang, selalu mengundang berbagai tanggapan, ulasan, ataupun analisa dari berbagai kalangan.  Kejadian luar biasa ini selalu dimanfaatkan oleh berbagai media massa khususnya televisi untuk menayangkan acara yang secara khusus membahas kecelakaan,  dengan menghadirkan para nara sumber /pengamat penerbangan.  Inilah salah satu sisi buruk dari suatu informasi yang  sudah menjadi komoditi masyarakat, sehingga sering informasi hanya dipandang dari sisi “laku jual”.  Kecenderungan dari pandangaan tersebut menjadikan informasi tidak dinilai secara kualitas, namun hanya dilihat dari sejauh mana suatu informasi bisa memberikan dampak sensasi bagi masyarakat yang pada ujung-ujungnya akan meningkatkan rating penonton.
Black Box (VCR dan FDR). Menganalisa kecelakaan pesawat terbang mempunyai kesulitan tinggi karena minimnya saksi, yang sangat berbeda dengan menganalisa kecelakaan transportasi darat yang biasanya disaksikan banyak orang.  Salah satu contoh peristiwa jatuhnya SSJ 100 (Sukhoi Super Jet 100) di Gunung Salah yang sunyi sepi dan seluruh penumpang dan awaknya meninggal dunia, sehingga tidak ada saksi hidup yang bisa menjelaskan proses terjadinya kecelakaan. Dengan demikian pola sebaran serpihan pesawat, pola kerusakan bagian-bagian pesawat, posisi alat kendali, bekas tumbukan pesawat di tanah bisa digunakan sebagai petunjuk investigasi. Pola sebaran serpihan pesawat bisa memberikan petunjuk apakah pesawat meledak di suatu ketinggian atau jatuh baru meledak. Sudu-sudu kompresor yang terdeformasi  cenderung melengkung ke depan berarti saat kecelakaan kondisi mesin hidup, dan sbaliknya jika melengkung ke belakang berarti saat terjadi kecelakaan mesin pesawat dalam keadaan mati. Demikian juga posisi alat-alat kendali seperti tuas mesin, alat pendarat, flap bisa juga sebagai petunjuk investigasi.  Namun ada bagian pesawat yang merupakan saksi super penting yaitu black box. Black box terdiri dari dua komponen yaitu Voice Cockpit Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR). Voice Cockpit Recorder memuat dokumen pembicaraan antar crew dalam cockpit dan komunikasi antara pilot dengan ATC, sedangkan FDR memuat dokumen tentang data-data penerbangan (misalnya kecepatan, ketinggian, posisi pesawat, dan sebagainya). Hasil pengolahan data-data tersebut akhirnya bisa diambil sebuah kesimpulan tentang penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang.
Heboh Analisa Pengamat Terhadap Kecelakaan Pesawat MA-60. Ambil sebuah contoh tentang kecelakaan pesawat terbang  MA-60 buatan Xian Aircraft nomor penerbangan MZ 8968 milik MNA di Kaimana Papua setahun lalu.  Kecelakaan tersebut begitu heboh diulas oleh para pengamat baik  yang memang berbasis kompetensi penerbangan ataupun pengamat “instant” yang sekedar ikut nimbrung. Kejadian ini menjadi menarik karena kebetulan pesawat yang jatuh merupakan produk China, dioperasika oleh maskapai milik BUMN,  belum tersertifikasi Federation Aviation Administration (FAA), dan proses pengadaannyapun dikatakan berbau kontroversi. Para nara sumber/pengamat beramai-ramai menyampaikan ulasan di media massa dengan parameter-parameter yang serba minim. Sebagian besar para nara sumber saat itu menduga kuat bahwa kecelakaan disebabkan karena faktor pesawat, antara lain kesalahan dalam design ataupun mengalami kegagalan sistem/strukturnya. Dalam sebuah gurauan dikatakan bahwa pesawat MA-60 buatan China ini ibarat “Mochin” yang kualitasnya kurang memadai.  Dalam acara “talk show” di salah satu TV seorang mantan pilot menyampaikan bahwa pesawat MA-60 saat melakukan “landing approach” tiba-tiba jatuh dengan posisi vertikal, sehingga dengan penuh keyakinan dikatakan bahwa pesawat tersebut bermasalah dalam stabilitas terbangnya. Bahkan beberapa anggota DPR juga ikut nimbrung memberikan ulasan dan merekomendasikan agar semua pesawat MA-60 di “grounded”, alias tidak boleh terbang sampai dengan diketemukannya penyebab kecelakaan. Kalau dengan kejadian ini seorang anggota DPR  mempertanyakan aspek cara pengadaannya, maka wajar karena DPR mempunyai hak budgeting. Tetapi kalau soal “grounded” pesawat terbang, mestinya sudah bukan wilayah DPR lagi. 
Hasil Investigasi KNKT. Beberapa minggu yang lalu KNKT telah mengeluarkan secara resmi hasil investigasi kecelakaan pesawat MA-60 di Pulau Kaimana Papua yang terjadi setahun lalu.  Tidak ada satupun pendapat, ulasan, ataupun analisa dari para nara sumber/pengamat yang cocok dengan hasil investigasi KNKT ini.  Dengan meyakini bahwa hasil investigasi KNKT diperoleh dari pengolahan berbagai data termasuk data yang tersimpan dalam black box, maka tidak satupun data yang mengarah bahwa pesawat sebagai penyebabnya.  Rekaman dalam VCR tidak terdengar adanya kegaduhan dalam cockpit sesaat sebelum kecelakaan. Hal ini membuktikan bahwa kecelakaan terjadi secara mendadak dan tanpa disadari oleh pilot/copilot, yang berarti pula kecelakaan tidak disebabkan oleh kegagalan struktur ataupun sistem.  Selanjutnya KNKT menyimpulkan bahwa kecelakaan disebabkan karena “human error”, yaitu pilot memaksakan pendaratan secara visual dalam kondisi yang tidak memenuhi syarat. Persyaratan pendaratan visual antara lain harus mempunyai jarak pandang minimal 5 km dan ketinggian dasar awan minimal 1500 kaki.  Pada saat itu bandara dalam keadaan cuaca buruk dengan jarak pandang hanya 2 km dan ketinggian dasar awan 1400 ft, sedangkan landasan tidak tersedia alat bantu untuk pendaratan secara instrumen. Kecelakaan pesawat terbang selalu dihubungkan dengan tiga faktor penyebab, yaitu faktor manusia (human), faktor pesawat terbang (machine), dan faktor media (cuaca, fasilitas bandara, dll). Menurut statistik “human error” andilnya  paling besar yaitu 66%;  faktor pesawat terbang 31.8% dan cuaca 13.2%. Ketiga faktor penyebab tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, melainkan bisa merupakan gabungan dari dua atau tiga faktor sekaligus. Berdasarkan pertimbangan tersebut berarti kecelakaan MA-60 di Kaimana diawali oleh faktor cuaca dan fasilitas bandara Utarom yang tidak memenuhi syarat untuk pendaratan dengan instrumen, yang akhirnya  memicu terjadinya “pilot error”. Dalam hal ini pilot memaksakan pendaratan secara visual pada kondisi cuaca yang tidak memenuhi syarat.  Seharusnya yang dilakukan pilot adalah membatalkan pendaratan dan melakukan “go around”.   
 Bagaimana Mensikapi Setiap Kejadian Kecelakaan Pesawat. Perbedaan tajam antara perkiraan penyebab kecelakaan hasil analisa para nara sumber/pengamat dengan hasil akhir investigasi oleh KNKT, hendaknya menjadi pembelajaran untuk lebih bijak dalam mensikapi terjadinya kecelakaan pesawat terbang.  Ketidak profesionalan para narasumber/pengamat dalam memberikan ulasan/analisa kecelakaan pesawat terbang akan banyak berdampak negatif. Ulasan yang mengarah kepada kesalahan design ataupun kegagalan struktur/sistem pesawat, telah membuat para pengguna jasa transportasi udara menjadi takut menggunakan pesawat terbang khususnya pesawat yang diisukan tidak layak terbang. Kondisi ini telah menyebabkan kerugian besar baik secara finansial maupun “image” bagi maskapai penerbangan selaku operator pesawat yang mengalami kecelakaan termasuk pabrik pembuat pesawat tersebut. Sekali lagi bahwa saksi yang sangat minim pada setiap kecelakaan pesawat terbang, membuat parameter-parameter sebagai pendukung dalam mencari penyebab terjadinya kecelakaan juga sangat terbatas. Asumsi-asumsi yang dibangun dengan menghubungkan antar parameter saat sebelum terjadinya kecelakaan seperti cuaca, jejak pesawat, komunikasi dengan ATC, riwayat pesawat terbang dan parameter-parameter yang lain sangatlah tidak cukup untuk membuat kesimpulan besar. Oleh karena itu para nara sumber/pengamat harus bisa mengeluarkan pernyataan secara bijak dalam mengulas kecelakaan pesawat terbang.  Ulasan yang bersifat normatif, general, namun akademis, mungkin malahan akan bermanfaat bagi pembelajaran publik khususnya tentang wawasan ilmu penerbangan. Tetapi jika ulasannya cenderung tendensius, dampak negatifnya akan lebih besar dan cenderung membingungkan serta membodohi masyarakat.  Kecelakaan SSJ 100 di Gunung Salak Bogor baru saja reda dari berbagai ulasan/analisa dari para nara sumber/pengamat. Kita menunggu sampai dimana tingkat akurasi dari ulasan yang disampaikan, dibandingkan dengan hasil investigasi KNKT yang semoga bisa diumumkan secara transparan kepada publik. Sebaiknya memang kita harus menunggu hasil investigasi KNKT.  Hanya sayang sampai artikel ini ditulis, FDR sebagai salah satu saksi kunci untuk membuka misteri penyebab kecelakaan pesawat tersebut belum ditemukan.   

2 komentar: