Tampilkan postingan dengan label GA421. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label GA421. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Januari 2023

PERISTIWA "DITCHING" DENGAN GAUNG BERBEDA

  
Overhead di atas Sungai Hudson

 
     Burung adalah makhkuq terbang, sedangkan pesawat terbang adalah wahana buatan manusia yang bisa terbang. Pada fase penerbangan tertentu, pesawat dan burung bisa berada dalam media yang sama, sehingga kemungkinan akan terjadi tubrukan. Terbukti adanya sederet kecelakaan (accidents) dan peristiwa (incidents) akibat terjadinya tubrukan antara pesawat dengan burung ("bird strike"). Salah satu yang paling ngetop dan viral  adalah kisah pesawat Airbus A-320 milik US Airways nomor flight 1549. Accident terjadi pada tanggal 15 Januari 2009.  Beberapa detik setelah pesawat tinggal landas dari Bandara LaGuardia New York dengan destinasi Charlote NC, tiba-tiba menumbuk sekawanan angsa Canada. Akibatnya ke dua engine rusak total dan hilang daya dorongnya. Perintah Pengatur lalu Lintas Udara (ATC) agar pesawat kembali mendarat di LaGuardia atau divert ke bandara Teterboro. Namun heading pesawat justru mengarah ke Sungai Hudson. Maka akhirnya dilakukan ditching (mendarat di air).
 
Ditching di Sungai Hudson

 Lha saya terus berpikiran untuk membandingkan dengan Captain Abdul Rozak yang melakukan hal yang mirip sama. Yaitu melakukan “ditching” dengan selamat di Bengawan Solo dengan Boeing 737-300 Garuda flight no GA-421 pada tanggal 16 Januari 2002. Penyebabnyapun mirip sama, yaitu FOD (“foreign object damage”). Cuma bedanya kalau yang di Amerika FOD-nya sekawanan angsa, tetapi kalau di Indonesia adalah butir-butir es. Pesawat Boeing 737-300 dengan nomor penerbangan GA 421 destinasi Yogya dari Lombok, tiba-tiba masuk ke dalam badai Cumulonimbus (Cb) beberapa saat setelah meninggalkan ketinggian jelajah. Akibatnya pesawat mengalami turbulensi hebat dan 2 engine mati gara-gara menyedot butir-butir es.  Bahkan setelah engine quit, pesawat ini juga gagal menghidupkan APU (auxilliary power unit). Seperti diketahui APU sebagai sumber daya listrik dan udara bertekanan (untuk presurized cabin, air start, heater, AC dll).  Akibatnya dalam cabin gelap dan semua instrumentasi pesawat yang menggunakan listrik mati. Ditambah lagi lagi bahwa “ditching” di Bengawan Solo ini terjadi di antara 2 jembatan dengan jarak yang relatif deket. Jadi “glide slope” saat landing approach harus dilakukan dengan sempurna agar tidak menubruk jembatan. Meski ke dua accident ini mirip sama, tetapi gaungnya jauh berbeda. Tak ada produser dan sutradara film yang mengangkat peristiwa ini ke layar lebar. Tidak ada yang menyuarakan peristiwa ini ke tataran dunia dengan sebutan "the miracle on the Solo River".  Atau lebih spesifik lagi "the miracle on the Serenan River". Karena Bengawan Solo ini berada di wilayah Kalurahan Serenan.  Wah kalau itu terjadi, "ndesoku" jadi terkenal karena memang dekat situ. Lha malah konangan asalku dari mana .....

Pesawat Garuda GA 421 Ditching di Bengawan Solo