Setelah check in hotel selesai kami segera mengawali
kunjungan ke berbagai obyek sesuai dengan itinerary, meskipun di hari pertama
ini tidak bisa penuh karena baru dimulai menjelang tengah hari.
Obyek pertama yang kami kunjungi adalah Bhuping Palace, yang ditempuh melalui
jalan menanjak karena letaknya di suatu bukit. Bucking Palace adalah tempat
peristirahatan raja pada saat berkunjung ke Thailand Utara, sekaligus sebagai
tempat menerima tamu negara. Istana ini dibangun pada tahun 1961 dan berada pada
ketinggian 1500 m di atas permukaan air laut, sehingga memberikan
kesejukan udara bagi keluarga kerajaan ataupun para tamu negara yang sedang
tinggal. Tempat ini cukup asri dengan taman-taman bunga yang sangat
terpelihara. Untuk menikmati keindahan taman yang luas ini, para pengunjung
biasanya hanya berjalan kaki. Kalau ingin bisa meliput area taman lebih
luas dengan cara yang nyaman, pengelola taman menyediakan battery car yang bisa
digunakan para pemain golf dengan sewa 400 Bath perjam.
|
Dengan menggunakan golf car seperti ini bisa mengelilingi taman istana dengan nyaman |
|
|
Berfoto ria di depan istana Buphing Palace
|
Kemudian pada saat kembali
dari Bhuping Palace kami mampir ke Wat Phratap Doi Suthep yang terletak di
bawahnya. Untuk menuju lokasi kuil, pengunjung harus menaiki tangga kepala naga
yang jumlahnya 302 tanjakan. Kami yang rata-rata sudah sepuh, tentu ini sangat
riskan. Jangan-jangan pulang dari tempat ini penyakit OA di lutut saya jadi
kambuh. Oleh karena itu kami menggunakan lift. Dari penampakan fisiknya,
lift ini merupakan hasil rekayasa Thailand sendiri dengan track miring
menelusuri punggung bukit Doi Suthep. Kuil ini dibangun pada abad 14 yang
konon menurut legenda, penentuan lokasi kuil ditentukan oleh seekor gajah
putih. Relic atau bentuk yang diyakini sebagai kuil peninggalan kuno diikat di
punggung gajah putih, dan selanjutnya gajah dilepas bebas masuk hutan. Ternyata
dia menaiki ke gunung Suthep (Doi Suthep) yang saat itu namanya adalah
Doi Aoy Chang (Sugar Elephant Mountain). Sampai pada suatu lokasi
si Gajah Putih berhenti, kemudian melenguh tiga kali selanjutnya menjatuhkan
diri dan mati di tempat itu. Lokasi rubuh dan matinya sang gajah dimaknai oleh
raja sebagai tempat yang paling tepat untuk pembangunan kuil, yang selanjutnya dinamakan Wat Phratap Doi Suthep yang artinya kuil Phratap di Gunung
Suthep. Yah ini sekedar legenda, yang biasanya menyertai keberadaan bangunan-bangunan bersejarah. Tidak terkecuali di Indonesia, bangunan Candi Prambanan kita mengenal tentang legenda Bandung Bondowoso. Itu semua tidak harus dipercayai, tetapi lebih menambah nilai jual komoditi wisata yang bersangkutan. Nah "Gajah Putih" yang dilegendakan itu diabadikan dalam bentuk patung yang menjadi bagian dari kuil ini. Pemandangan kuil biasa didominasi dengan warna kuning keemasan khususnya bangunan-bangunan stupa. Dari pelataran kuil ini, kita bisa memandang kota Chiang Mai dari ketinggian 1300 m.
Kebetulan bulan Agustus ini masih masa musim hujan di Chiang Mai, sehingga kota Chiang Mai nampak sangat jelas. Pada puncak musim kemarau biasanya bulan April, diceritakan banyak petani perkebunan yang membakar lahan sehingga udara Chiang Mai menjadi keruh yang mengganggu pemandangan. Wah
ternyata masyarakat kita dan Thailand ada kesamaan dalam hobi, yaitu “membakar-bakar”
dengan alasan pembukaan lahan dengan alasan biaya murah. Cuma bedanya kalau negeri kita sampai
berdampak sangat luas pada aspek ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.
|
Dari pada OA saya kambuh, lebih baik naik lift saja dari pada menaiki dragon stairs yang jumlahnya 302 tratagan |
|
Halaman depan kuil
|
|
Bangunan stupa (chedi) berlapis emas |
|
Situasi dalam kuil |
|
|
|
|
Patung Gajah Putih yang dilegendakan |
|
Dari plataran kuil bisa melihat pemandangan kota Chiang Mai, namun pada musim kering pemandangan terhalang oleh keruhnya udara karena pembakaran lahan | |
|
|
|
Dari Wat Phratap
Doi Suthep kami turun gunung dan menuju
Kampaeng dan Borsang tempat kerajinan tenun sutra dan payung. Tidak lama kami
berada di tempat ini, karena banyaknya obyek yang harus dikunjungi pada hari
pertama. Sebelum ke obyek berikutnya, kami makan siang di rumah makan halal.
Namun pada kenyataannya RM ini hanya menyediakan menu halal, dan bukan RM yang
halal. Alasannya pada daftar menu yang
berbeda tetap dijual makanan yang diragukan kehalalannya. Tapi apa boleh buat, dalam agama
yang harampun bisa menjadi halal kalau kondisi terpaksa. Dari pada di antara
kami ada yang maagnya kambuh, masuk angin atau gangguan kesehatan lainnya, ya akhirnya dengan “Bismillah” dan "astaghfirulloh" ini pilihan
terakhir. Kita yakini saja bahwa proses masakan yang kami pesan terbebas dari jenis makanan yang diragukan. Setelah perut terisi, perjalanan kami lanjutkan ke sebuah taman yang
tidak jauh dari kota Chiang Mai.
|
Refueling alias tambah bahan bakar supaya lebih berenergi lagi |
Pada
tahun tahun 2006 pemerintah kerajaan Thailand menyelenggarakan pameran taman
bunga dalam rangka memperingati 60 tahun penobatan Raja Bhumibol Adulyadej,
sekaligus merayakan ulang tahun Sang Raja yang ke 80. Pameran tersebut dianggap sangat sukses karena
berhasil menghadirkan pengunjung lebih dari 3 juta orang. Taman seluas 200 hektar tersebut akhirnya
dijadikan pusat studi agrikultur, obyek agro-wisata dan budaya tingkat
internasional. Pada tanggal 23 Januari
2010, Raja memberikan nama “The Royal Park Rajapruek”. Dari sekian keindahan
berbagai macam bunga dan tatanan artistiknya, saya sangat tertarik dengan area situs taman anggrek, khususnya anggrek yang
ditanam dalam rumah tertutup beratap
plastik transparan (green house). Pada
saat kami datang pintu dalam kondisi tertutup, dan saya mencari barang kali ada
penjaga taman yang bisa membantu kami untuk masuk dan melihatnya. Ternyata
setelah kami tepat berada di depan pintu, maka pintu bergeser membuka secara
otomatis persis seperti mall-mall di Yogya. Dengan terbukanya pintu maka kami
merasakan tiupan udara dingin dari dalam green house yang sangat menyejukkan.
|
Berfoto ria di depan gate Royal Rajapruek |
|
Berkeliling taman dengan mobil odong-odong |
|
Situasi dalam green house yang ber AC serta blower yang membuat udara sangat sejuk dan nyaman |
|
Pemandangan di dalam green
house sangat membuat orang terkagum-kagum dengan bunga anggrek yang
diselang-seling dengan bunga2 biasa yang berwarna-warni. Anehnya lagi mengapa
di dalam green house dilengkapi AC dan banyak blower angin? Kelihatannya
blower-blower itu sengaja untuk mendistribusikan udara dingin dari AC ke berbagai arah dalam green house ini.
Kami berlama-lama di tempat itu karena selain menikmati pemandangan yang indah,
sekaligus juga merasakan sejuknya udara yang sangat kontradiktif dengan udara
Chiang Mai yang cukup panas. Oh ya, untuk mengelilingi taman yang sangat luas
ini pengelola taman menyediakaan fasilitas mobil odong-odong dengan bayaran 90
Bath termasuk tiket masuk. Tanpa disadari kami berada di taman tersebut
sudah menjelang sore hari. Sebenarnya ada satu obyek lagi yang tidak bisa
terkunjungi pada hari itu, yaitu Quen Sirikit Botanical Garden. Namun
karena tempatnya yang cukup jauh, maka lupakan saja Quen Sirikit Botanic
Garden!
Perjalanan hari pertama ini termasuk berat. Semalam pukul 01.00
sudah bangun untuk keberangkatan ke KLIA2 mengejar flight pagi ke Chiang
Mai. Begitu tiba di Chiang Mai langsung ke hotel untuk check in dan setelah "drop luggage” langsung menuju beberapa obyek wisata. Biasanya saat
bepergian itu rasa lelah tidak dirasa. Malahan masing-masing sering
berkomentar, “kalau cuma mau tidur, ya di Yogya saja! Ngapain harus pergi
jauh-jauh ke Thailand! Akhirnya setelah makan, semua anggota rombongan pergi
jalan-jalan ke Night Bazaar yang tidak jauh dari hotel untuk sekedar mencari
souvenir katanya. Yah …biar saja pada capek, agar malam ini tidur kami bisa pulas untuk memulihkan kebugaran guna melaksanakan perjalanan panjang besok pagi yang juga cukup berat, yaitu menuju obyek wisata ke wilayah "Chiang Rai". Pingin lanjutan ceritanya? Sampai ketemu di tulisan Wisata "Backpackingan" 4 hari di Thailand Utara bagian 3.