Ini adalah kali yang ke tiga
saya ke Thailand dan kali yang ke dua perjalanan kami untuk berwisata agro ke
Thailand. Pertama kali ke Thailand saat masih aktif di TNI AU pada tahun 1994
dalam rangka pertukaran kunjungan perwira (officers exchange visit) TNI AU
dengan RTAF. Tahun lalu kami berenam ke Thailand Selatan dengan obyek
agrowisata ke Supattra Land di Provinsi Rayong dan Silver Lake di Propinsi
Chonburry, termasuk melihat Bangkok dan Pattaya. Di Supattra Land kami meninjau
perkebunan buah seperti durian, jambu, mangga, kelengkeng, manggis,
anggur dan sebagainya. Sedangkan di Silver Lake utamanya adalah perkebunan
anggur, disamping ada buah labu, buah naga serta taman bunga yang cukup luas
dan tertata sangat indah. Pada bulan Agustus kemarin kami bersepuluh kembali meninjau
berbagai obyek wisata khususnya yang berhubungan dengan perkebunan dan
pertanaman (agriculture and plantation) di provinsi Chiang Mai dan Chiang Rai Thailand
Utara. Rombongan kami hampir semuanya pakar tanaman, mereka adalah dosen
pertanian ataupun pengusaha perkebunan khususnya kelengkeng yang sudah “go
national”. Hanya saya yang awam pengetahuan
dan pengalaman tentang agrikultur dan juga pertanaman, kecuali hanya sebagai
orang yang bisa menikmati saja.
Kami bersepuluh menamakan diri “Komunitas
Jalan-jalan Yogya”, karena semuanya asli Yogya yang mempunyai hobi
jalan-jalan. Namun “jalan-jalan” yang
kami lakukan sangatlah mandiri, mulai dari perencanaan, menentukan obyek yang
akan dikunjungi, menyusun itinerary (jadwal perjalanan), pengelolaan biaya, dan
semuanya berbasis “backpackers”. Artinya semua dilaksanakan dengan dasar “low
budgeter” alias dana terbatas. Saya pernah menulis di blog ini tentang
“Wisata Backpackers” yang memuat kiat-kiat yang saya lakukan agar bisa jalan-jalan
dengan biaya murah. Semua
komponen wisata mulai dari transportasi udara, transportasi lokal, tempat
tinggal dan makan harus ditekan seminim mungkin, tetapi tetap pada batas aman,
sehat dan nyaman. Perjalanan ini memang baru kali ke dua kami lakukan secara
rombongan. Sebelumnya saya lakukan berdua saja dengan isteri, seperti ke
Singapore, Malaysia, Hongkong, Macau, Shenzhen, Jepang, Australia, Taiwan dan
Turki. Tapi dengan bertambahnya usia terasa ada penurunan kepercayaan diri
kalau bepergian jauh, sehingga butuh teman. Dan ternyata ada yang bersedia menemani bepergian dengan model seperti ini. Menyadari karena usia sudah sepuh, belakangan
ini pada setiap perjalanan saya selalu menggunakan travel insurance.
|
Sebelum masuk ke ruang keberangkatan di Terminal B Bandara Adisutjipto |
|
|
|
Ayo cepet-cepet boarding |
|
Situasi Cabin Airbus 320 AirAsia saat selesai boarding |
Terhitung mulai 17
Agustus 2015, Bandara Adi menggunakan terminal baru (Terminal B) untuk
penerbangan internasional. Yah lumayan
luas dan lebih nyaman dari pada terminal A yang untuk penerbangan internasionalnya
cukup sempit dan terkesan acak-acakan.
Kami meninggalkan Yogya pada hari Sabtu tanggal 22 Agustus 2015 pukul
12.00, yang hanya terlambat beberapa menit dari jadwal pukul 11.45. Tidak ada penerbangan langsung dari Yogya ke
Chiang Mai, oleh karena itu kami transit dulu di Kuala Lumpur dan baru keesokan
harinya menuju Chiang Mai. Sejak 9 Mei
2014, semua penerbangan berbiaya murah di Kuala Lumpur dipindahkan dari LCCT
(Low Cost Carrier Terminal) ke KLIA2 (Kuala Lumpur International Airport
2). Teminal bandara ini mengklaim
sebagai terminal “low cost carrier” paling besar di dunia yang mampu menampung
13 juta penumpang pertahun dan dirancang sebagai Mall Airport, karena di
dalamnya terdapat 220 outlet pertokoan termasuk kuliner. Penerbangan dari Yogya ke KLIA2 berdurasi 2
jam 15 menit dan tepat pukul 15.15 waktu lokal, pesawat mendarat dengan mulus.
Meskipun sama-sama terminal penerbangan biaya murah, layanan di KLIA2 jauh
lebih bagus dari LCCT. Di LCCT tidak ada
aerobridge, minim eskalator, dan untuk menuju ke arrival hall lewat selasar
yang jauh dan terbuka sehingga jika hujan mungkin akan kena percikan air dan
tiupan angin. Kalau di KLIA2 tersedia aerobridge cukup dan lewat di ruang
tertutup ber AC dan tersedia eskalator termasuk lift untuk orang-orang tua
ataupun cacat.
Setelah melalui proses imigrasi kami
bersepuluh segera berangkat ke KL Sentral yang berjarak 1 jam perjalanan dengan
Skybus. Hotel yang kami booking lewat
Agoda hanya berjarak 300 meter dari stasiun KL Sentral, dan tanpa mengalami
masalah kami sampai tujuan dengan berjalan kaki.
|
Semangaaat! Karena jalan cukup jauh ke konter imigrasi dan baggage claim |
|
Menara kembar Petronas sebagai bangunan tertinggi ke 4 di dunia |
|
Air mancur di halaman Petronas |
|
Duduk santai sambil menghilangkan stress di depan "Suria Mall" di tlapakannya Petronas |
|
Mejeng di depan Suria Mall dlamakannya Petronas |
Malam itu sesuai rencana kami habiskan untuk
menikmati bangunan tertinggi urutan ke 4 dunia yaitu Petronas. Menuju Petronas cukup mudah dengan
menggunakan KRL dari KL Sentral mengambil arah Jambek Line, dan setelah
melewati 4 stasiun yang berjarak pendek-pendek maka pada stasiun ke 5 yaitu di
stasiun KLCC kami turun. Selanjutnya dengan mengikuti arah Suria Mall maka
sampailah di lantai dasar Petronas. Karena waktu sudah malam, maka tidak banyak
yang kami lakukan kecuali menikmati pemandangan malam hari di halaman Petronas. Dinding luar Petronas yang merupakan paduan
struktur baja alumunium dan kaca, pada malam hari terlihat begitu bright dan anggun karena cahaya lampu. Sebenarnya banyak atraksi di Petronas, antara
lain kita bisa ke Petroscience yaitu semacam taman pintarnya Yogya namun jauh
lebih luas dan lengkap. Juga kita bisa
jalan-jalan ke skybridge atau melihat pemandangan Kuala Lumpur dari atas
melalui deck observasi di lantai 86.
Tetapi konon tiket yang dijual seharga 80 Ringgit (sekitar 250 ribu rupiah),
dan itu hanya dibatasi 1200 lembar perhari dan biasanya sudah habis
terjual. Karena itu waktu yang hanya
sekitar 2 jam kami habiskan untuk menikmati air mancur menari dengan iringan
musik dan sinar lampu yang berwarna-warni. Meskipun pertunjukkan itu hanya
berlangsung sekitar 15 menit, tetapi sudah cukup menghibur.
|
Mejeng dulu sebelum naik KRL |
|
Meski berdesakan di dalam KRL dan harus bergentayungan yang penting tetep happy |
Pukul 22.00 kami meninggalkan Petronas
kembali ke hotel, namun lebih dahulu makan di RM India yang bersebelahan dengan
hotel kami menginap. Pada hari pertama
ini memang agak berat, karena paling lambat pukul 03.00 dini hari kami harus
sudah meninggalkan hotel menuju KLIA2 untuk penerbangan pagi menuju ke Chiang
Mai pukul 06.50. Apabila naik bus maka saya kasihan para peserta yang sebagian besar sudah
usia 50 tahun ke atas dan saya sendiri sudah lebih dari 66 tahun, harus berjalan
dengan mendorong koper menuju KL Sentral pukul 02.00 pagi. Karena itu beberapa minggu sebelum berangkat,
saya sudah booking Van kapasitas 14 seat. Malam itu saya tidak sempat tidur
sedikitpun, dan pukul 02.00 tepat saya turun ke lobby untuk mengecek apakah mobil
Van sudah siap.
|
Menunggu mobil Van di lobby hotel untuk ke KLIA2 pukul 02.00 dini hari |
Ternyata belum! Maka segera saya menelepon sopirnya, tetapi tidak
diangkat. Wah saya mulai curiga, dan saya langsung menghubungi kantornya. Setelah dicek dikatakan bahwa driver sedang
on the way, saya disuruh nunggu sekitar 30 menit lagi. Setelah beberapa kali saya konfirm posisi si
driver, maka baru pukul 02.45 dia datang.
Perjalanan menuju KLIA2 sekitar 1 jam, namun dalam perjalanan si driver
mampir untuk refueling dulu. Saya mbatin
“wah ini sopir nggak profesional banget, apalagi pelanggan dari negara lain
yang mestinya harus dilayani lebih baik”.
Akhirnya menjelang pukul 03.00 kami sudah tiba di lantai 3 hall keberangkatan KLIA2.
Tepat pukul 07.00 pesawat A-320 AirAsia lepas
landas menuju Chiang Mai yang ditempuh sekitar 2 jam 50 menit. Karena waktu
Kuala Lumpur mendahului 1 jam dari waktu di Chiang Mai yang sama dengan WIB,
maka pesawat direncanakan mendarat pukul 08.50 waktu lokal. Sesuai rencana dalam perjalanan pagi yang
penuh resiko ketinggalan penerbangan, maka kami tidak merencanakan makan pagi
kecuali di dalam pesawat. Karena itu
kami sudah memesan makanan secara online dengan menu yang bervariasi yang setiap
anggota rombongan telah memilih secara demokratis.
|
Lha ini menu Nasi Lemak Pak Naser kelihatannya yang paling populer dan disukai rombongan |
Lha inilah mengapa AirAsia
itu bisa menjual tiket murah. Sebenarnya
tiket yang dibayar itu sebut saja sebagai “bare thicket”, itu ya hanya
tiket untuk orang dan bawaan dalam kabin sebanyak 2 tentengan seberat 7 kg dan tas tangan
atau tas laptop. Kalau kita membawa
barang lebih banyak ya harus beli bagasi minimal 20 kg untuk penerbangan
internasional, dan kalau ingin dapat makan ya harus beli! Termasuk kalau ingin duduk di kursi yang
lebih enak dan lega (kursi premium) ya harus nambah. Pokoknya nggak ada yang gratis! Jadi kalau
pingin irit betul, ya bawa tas kabin saja, tidak usah makan, terus terima saja
kursi yang sudah diset oleh komputer saat check in dan mencetak boarding secara
online. Mudah-mudahan AirAsia yang ingin menambah fee, tidak mengharuskan
pemakai toilet di pesawat untuk membayar dengan “kencleng”! Ha...kalau ini
terjadi, ya “TERLALUU” kata Bang Haji...!
|
Appron Chiang Mai International Airport | |
|
|
|
Bergaya di aerobridge Chiang Mai airport |
|
Mobil Toyota Commuter yang akan melayani selama di Chiang Mai dan Chiang Rai |
Penerbangan kali ini rupanya dapat tail wind
sehingga pesawat mendarat pukul 08.30 waktu lokal atau 20 menit lebih
awal. Bandara Internasional Chiang Mai
cukup kecil, sehingga jarak antara tempat
parkir pesawat dengan hall kedatangan cukup dekat. Setelah pemeriksaan imigrasi dan mengambil
bagasi serta membeli pulsa lokal untuk komunikasi selama di Thailand, di depan pintu
ke luar terlihat salah seorang penjemput mengacungkan papan nama saya
“Suyitmadi”. Wah ini Mr. John (mungkin nama samaran), yaitu driver yang sudah
saya booking jauh hari sebelumnya untuk menemani kami menjalankan itinerary di
Chiang Mai ataupun Chiang Rai selama 3
hari. Mobil relatif baru merk Commuter
Toyota yang diset untuk 10 penumpang, dan terasa cukup lega.
Jarak
antara bandara dengan pusat kota (old city) termasuk CH Hotel di daerah Night
Bazaar yang sudah kami booking, hanya sekitar 15 menit. Biasanya hotel di LN ketat dalam waktu check
in yang biasanya di atas pukul 12.00. Namun
reception tetap menerima kami meskipun
waktu baru pukul 10.00. Setelah drop luggage kami segera berangkat ke
berbagai obyek (bersambung ke bagian 2).
seru banget blognya kak
BalasHapuscasing sosis rumput laut