Selasa, 27 Oktober 2015

WISATA BACKPACKINGAN 4 HARI DI CHIANGMAI & CHIANG RAI (Bagian 1)


Ini adalah kali yang ke tiga saya ke Thailand dan kali yang ke dua perjalanan kami untuk berwisata agro ke Thailand. Pertama kali ke Thailand saat masih aktif di TNI AU pada tahun 1994 dalam rangka pertukaran kunjungan perwira (officers exchange visit) TNI AU dengan RTAF. Tahun lalu kami berenam ke Thailand Selatan dengan obyek agrowisata ke Supattra Land di Provinsi Rayong dan Silver Lake di Propinsi Chonburry, termasuk melihat Bangkok dan Pattaya. Di Supattra Land kami meninjau perkebunan buah seperti durian, jambu, mangga, kelengkeng, manggis, anggur dan sebagainya. Sedangkan di Silver Lake utamanya adalah perkebunan anggur, disamping ada buah labu, buah naga serta taman bunga yang cukup luas dan tertata sangat indah. Pada bulan Agustus kemarin kami bersepuluh kembali meninjau berbagai obyek wisata khususnya yang berhubungan dengan perkebunan dan pertanaman (agriculture and plantation) di provinsi Chiang Mai dan Chiang Rai Thailand Utara. Rombongan kami hampir semuanya pakar tanaman, mereka adalah dosen pertanian ataupun pengusaha perkebunan khususnya kelengkeng yang sudah “go national”.  Hanya saya yang awam pengetahuan dan pengalaman tentang agrikultur dan juga pertanaman, kecuali hanya sebagai orang yang bisa menikmati saja. 
Kami bersepuluh menamakan diri “Komunitas Jalan-jalan Yogya”, karena semuanya asli Yogya yang mempunyai hobi jalan-jalan.  Namun “jalan-jalan” yang kami lakukan sangatlah mandiri, mulai dari perencanaan, menentukan obyek yang akan dikunjungi, menyusun itinerary (jadwal perjalanan), pengelolaan biaya, dan semuanya berbasis “backpackers”. Artinya semua dilaksanakan dengan dasar “low budgeter” alias dana terbatas. Saya pernah menulis di blog ini tentang “Wisata Backpackers” yang memuat kiat-kiat yang saya lakukan agar bisa jalan-jalan dengan biaya murah.  Semua komponen wisata mulai dari transportasi udara, transportasi lokal, tempat tinggal dan makan harus ditekan seminim mungkin, tetapi tetap pada batas aman, sehat dan nyaman. Perjalanan ini memang baru kali ke dua kami lakukan secara rombongan. Sebelumnya saya lakukan berdua saja dengan isteri, seperti ke Singapore, Malaysia, Hongkong, Macau, Shenzhen, Jepang, Australia, Taiwan dan Turki. Tapi dengan bertambahnya usia terasa ada penurunan kepercayaan diri kalau bepergian jauh, sehingga butuh teman. Dan ternyata ada yang bersedia menemani bepergian dengan model seperti ini. Menyadari karena usia sudah sepuh, belakangan ini pada setiap perjalanan saya selalu menggunakan travel insurance. 


Sebelum masuk ke ruang keberangkatan di Terminal B Bandara Adisutjipto

Ayo cepet-cepet boarding


Situasi Cabin Airbus 320 AirAsia saat selesai boarding
Terhitung mulai 17 Agustus 2015, Bandara Adi menggunakan terminal baru (Terminal B) untuk penerbangan internasional.  Yah lumayan luas dan lebih nyaman dari pada terminal A yang untuk penerbangan internasionalnya cukup sempit dan terkesan acak-acakan.  Kami meninggalkan Yogya pada hari Sabtu tanggal 22 Agustus 2015 pukul 12.00, yang hanya terlambat beberapa menit dari jadwal pukul 11.45.  Tidak ada penerbangan langsung dari Yogya ke Chiang Mai, oleh karena itu kami transit dulu di Kuala Lumpur dan baru keesokan harinya menuju Chiang Mai.  Sejak 9 Mei 2014, semua penerbangan berbiaya murah di Kuala Lumpur dipindahkan dari LCCT (Low Cost Carrier Terminal) ke KLIA2 (Kuala Lumpur International Airport 2).  Teminal bandara ini mengklaim sebagai terminal “low cost carrier” paling besar di dunia yang mampu menampung 13 juta penumpang pertahun dan dirancang sebagai Mall Airport, karena di dalamnya terdapat 220 outlet pertokoan termasuk kuliner.  Penerbangan dari Yogya ke KLIA2 berdurasi 2 jam 15 menit dan tepat pukul 15.15 waktu lokal, pesawat mendarat dengan mulus. Meskipun sama-sama terminal penerbangan biaya murah, layanan di KLIA2 jauh lebih bagus dari LCCT.  Di LCCT tidak ada aerobridge, minim eskalator, dan untuk menuju ke arrival hall lewat selasar yang jauh dan terbuka sehingga jika hujan mungkin akan kena percikan air dan tiupan angin. Kalau di KLIA2 tersedia aerobridge cukup dan lewat di ruang tertutup ber AC dan tersedia eskalator termasuk lift untuk orang-orang tua ataupun cacat.      
Setelah melalui proses imigrasi kami bersepuluh segera berangkat ke KL Sentral yang berjarak 1 jam perjalanan dengan Skybus.  Hotel yang kami booking lewat Agoda hanya berjarak 300 meter dari stasiun KL Sentral, dan tanpa mengalami masalah kami sampai tujuan dengan berjalan kaki.   

Semangaaat! Karena jalan cukup jauh ke konter imigrasi dan baggage claim



Menara kembar Petronas sebagai bangunan tertinggi ke 4 di dunia
  
Air mancur di halaman Petronas

Duduk santai sambil menghilangkan stress di depan  "Suria Mall" di tlapakannya Petronas
Mejeng di depan Suria Mall dlamakannya Petronas

 Malam itu sesuai rencana kami habiskan untuk menikmati bangunan tertinggi urutan ke 4 dunia yaitu Petronas.  Menuju Petronas cukup mudah dengan menggunakan KRL dari KL Sentral mengambil arah Jambek Line, dan setelah melewati 4 stasiun yang berjarak pendek-pendek maka pada stasiun ke 5 yaitu di stasiun KLCC kami turun. Selanjutnya dengan mengikuti arah Suria Mall maka sampailah di lantai dasar Petronas. Karena waktu sudah malam, maka tidak banyak yang kami lakukan kecuali menikmati pemandangan malam hari di halaman Petronas.  Dinding luar Petronas yang merupakan paduan struktur baja alumunium dan kaca, pada malam hari terlihat begitu bright  dan anggun karena cahaya lampu.  Sebenarnya banyak atraksi di Petronas, antara lain kita bisa ke Petroscience yaitu semacam taman pintarnya Yogya namun jauh lebih luas dan lengkap.  Juga kita bisa jalan-jalan ke skybridge atau melihat pemandangan Kuala Lumpur dari atas melalui deck observasi di lantai 86. Tetapi konon tiket yang dijual seharga 80 Ringgit (sekitar 250 ribu rupiah), dan itu hanya dibatasi 1200 lembar perhari dan biasanya sudah habis terjual.  Karena itu waktu yang hanya sekitar 2 jam kami habiskan untuk menikmati air mancur menari dengan iringan musik dan sinar lampu yang berwarna-warni. Meskipun pertunjukkan itu hanya berlangsung sekitar 15 menit, tetapi sudah cukup menghibur.   
Mejeng dulu sebelum naik KRL
Meski berdesakan di dalam KRL dan harus bergentayungan yang penting tetep happy
 
Pukul 22.00 kami meninggalkan Petronas kembali ke hotel, namun lebih dahulu makan di RM India yang bersebelahan dengan hotel kami menginap.  Pada hari pertama ini memang agak berat, karena paling lambat pukul 03.00 dini hari kami harus sudah meninggalkan hotel menuju KLIA2 untuk penerbangan pagi menuju ke Chiang Mai pukul 06.50. Apabila naik bus maka saya kasihan para peserta yang sebagian besar sudah usia 50 tahun ke atas dan saya sendiri sudah lebih dari 66 tahun, harus berjalan dengan mendorong koper menuju KL Sentral pukul 02.00 pagi.  Karena itu beberapa minggu sebelum berangkat, saya sudah booking Van kapasitas 14 seat. Malam itu saya tidak sempat tidur sedikitpun, dan pukul 02.00 tepat saya turun ke lobby untuk mengecek apakah mobil Van sudah siap. 

Menunggu mobil Van di lobby hotel untuk ke KLIA2 pukul 02.00 dini hari

Ternyata belum! Maka segera saya menelepon sopirnya, tetapi tidak diangkat. Wah saya mulai curiga, dan saya langsung menghubungi kantornya.  Setelah dicek dikatakan bahwa driver sedang on the way, saya disuruh nunggu sekitar 30 menit lagi.  Setelah beberapa kali saya konfirm posisi si driver, maka baru pukul 02.45 dia datang.  Perjalanan menuju KLIA2 sekitar 1 jam, namun dalam perjalanan si driver mampir untuk refueling dulu.  Saya mbatin “wah ini sopir nggak profesional banget, apalagi pelanggan dari negara lain yang mestinya harus dilayani lebih baik”.  Akhirnya menjelang pukul 03.00 kami sudah tiba di lantai 3  hall keberangkatan KLIA2.   
Tepat pukul 07.00 pesawat A-320 AirAsia lepas landas menuju Chiang Mai yang ditempuh sekitar 2 jam 50 menit. Karena waktu Kuala Lumpur mendahului 1 jam dari waktu di Chiang Mai yang sama dengan WIB, maka pesawat direncanakan mendarat pukul 08.50 waktu lokal.  Sesuai rencana dalam perjalanan pagi yang penuh resiko ketinggalan penerbangan, maka kami tidak merencanakan makan pagi kecuali di dalam pesawat.  Karena itu kami sudah memesan makanan secara online dengan menu yang bervariasi yang setiap anggota rombongan telah memilih secara demokratis. 

Lha ini menu Nasi Lemak Pak Naser kelihatannya yang paling populer dan disukai rombongan
 
Lha inilah mengapa AirAsia itu bisa menjual tiket murah. Sebenarnya  tiket yang dibayar itu sebut saja sebagai “bare thicket”, itu ya hanya tiket untuk orang dan bawaan dalam kabin sebanyak 2 tentengan seberat 7 kg dan tas tangan atau tas laptop.  Kalau kita membawa barang lebih banyak ya harus beli bagasi minimal 20 kg untuk penerbangan internasional, dan kalau ingin dapat makan ya harus beli!  Termasuk kalau ingin duduk di kursi yang lebih enak dan lega (kursi premium) ya harus nambah.  Pokoknya nggak ada yang gratis! Jadi kalau pingin irit betul, ya bawa tas kabin saja, tidak usah makan, terus terima saja kursi yang sudah diset oleh komputer saat check in dan mencetak boarding secara online. Mudah-mudahan AirAsia yang ingin menambah fee, tidak mengharuskan pemakai toilet di pesawat untuk membayar dengan “kencleng”! Ha...kalau ini terjadi, ya “TERLALUU” kata Bang Haji...!

Appron Chiang Mai International Airport


Bergaya di aerobridge Chiang Mai airport
 
Mobil Toyota Commuter yang akan melayani selama di Chiang Mai dan Chiang Rai

Penerbangan kali ini rupanya dapat tail wind sehingga pesawat mendarat pukul 08.30 waktu lokal atau 20 menit lebih awal.  Bandara Internasional Chiang Mai cukup kecil, sehingga jarak antara tempat parkir pesawat dengan hall kedatangan cukup dekat.  Setelah pemeriksaan imigrasi dan mengambil bagasi serta membeli pulsa lokal untuk komunikasi selama di Thailand, di depan pintu ke luar terlihat salah seorang penjemput mengacungkan papan nama saya “Suyitmadi”. Wah ini Mr. John (mungkin nama samaran), yaitu driver yang sudah saya booking jauh hari sebelumnya untuk menemani kami menjalankan itinerary di Chiang Mai ataupun Chiang Rai  selama 3 hari.  Mobil relatif baru merk Commuter Toyota yang diset untuk 10 penumpang, dan terasa cukup lega.
Jarak antara bandara dengan pusat kota (old city) termasuk CH Hotel di daerah Night Bazaar yang sudah kami booking, hanya sekitar 15 menit.  Biasanya hotel di LN ketat dalam waktu check in yang biasanya di atas pukul 12.00.  Namun reception tetap menerima kami meskipun  waktu baru pukul 10.00. Setelah drop luggage kami segera berangkat ke berbagai obyek (bersambung ke bagian 2).   

1 komentar: