Latar
Belakang. Kekacauan politik telah berlangsung lama di
Thailand, yang dimulai dari mosi tidak percaya kepada pemerintahan yang
berkuasa di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Yingluck Sinawatra. Yingluck Sinawatra adalah adik bungsu Taksin
Sinawatra mantan perdana menteri Thailand yang terguling melalui cupdetat militer pada tahun 2006. Saat ini Taksin Sinawatra berada di
pelariannya di luar negeri, karena saat dilengserkan dia sedang berada di New
York dalam rangka menghadiri sidang PBB.
Dia dituduh melakukan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang,
sehingga dihukum dua tahun penjara melalui pengadilan inabsensia. Yingluck menduduki kursi perdana menteri pada
tahun 2011 setelah menang dalam pemilu atas lawan politiknya yang saat itu
sebagai calon dari incumbant yaitu Abhisit Vejjajiva. Dia tercatat sebagai perdana menteri wanita pertama dan termuda di negaranya. Namun
perjalanan karier Yingluck dalam menjalankan roda pemerintahan tidak semulus
kariernya dalam memimpin Partai Pheu Thai yang membesarkannya. Dalam perjalanan waktu pemerintahan Yingluck
dianggap sebagai perpanjangan tangan atau boneka dari kakaknya yaitu Taksin
Sinawatra yang ada dalam pelarian serta tuduhan sebagai pemerintahan yang korup. Sikap anti pemerintahan Yingluck lebih dipicu
lagi dengan rencana pemberlakuan undang-undang tentang amnesti. Jika undang-undang tersebut diberlakukan,
maka sang kakak yang berstatus pelarian dan telah diputus bersalah dan dihukum,
akan dapat melenggang pulang kembali ke negerinya tanpa tuntutan hukum apapun.
Inilah yang melatarbelakangi semakin keruhnya situasi politik di negeri gajah
putih ini, yang ditandai dengan semakin
maraknya demonstrasi anti pemerintahan yang dipimpin oleh Suthep yang juga
sebagai mantan Wakil Perdana Menteri sebelum pemerintahan Yingluck. Tuntutan para demonstran adalah agar Yingluck
Sinawatra mundur dan menyerahkan
kepemimpinan pemerintahan kepada Dewan Rakyat, setelah itu dilakukan reformasi
tatanan politik yang saat ini dianggap melestarikan dinasti Sinawatra untuk berkuasa
di negeri ini. Dalam rangka meredakan ketegangan politik seperti itu, Yingluck
mempercepat Pemilu pada tanggal 2 Februari 2014, yang ternyata rencana itu juga
ditentang oleh lawan politiknya. Puncak dari demonstrasi besar-besaran dilakukan pada tanggal 13 Januari 2014 dengan
slogan “Shutdown Bangkok” atau lumpuhkan Bangkok. Mereka mengancam akan menduduki jalan-jalan
strategis, menduduki pusat-pusat pemerintahan bahkan akan memutus aliran
listrik dan air guna mencegah beraktivitasnya roda pemerintahan Yingluck
Sinawatra. Menghadapi kondisi tersebut pemerintahan Yingluck mengeluarkan
kondisi darurat yang berlaku mulai tanggal 22 Januari 2014 sampai 60 hari ke
depan. Dengan pemberlakukan keadaan darurat, berarti pemerintah berhak melarang
pertemuan publik yang dihadiri lebih dari lima orang, menahan seorang tersangka
lebih dari 30 hari tanpa tuduhan dan menyensor pemberitaan media. Tujuan pemberlakuan kondisi darurat agar
pemerintah bisa mengendalikan situasi keamanan dengan lebih efektif. Pelaksanaan Pemilu pada tanggal 2 Februari
2014 yang dikawal lebih dari 130 ribu polisi dan 5000 tentara telah dapat
terlaksana dengan aman meskipun diboikot oleh partai oposisi, sementara
beberapa distrik terpaksa ditunda akibat diblokirnya pusat logistik Pemilu oleh
para demonstran. Kondisi pasca Pemilu ternyata
tidak mengendurkan semangat para demonstran untuk memperjuangkan tuntutan
mereka. Bahkan beberapa hari terakhir
eskalasi politik semakin memanas dengan terjadinya beberapa tindak kekerasan
dan korban jiwa.
Kiat
Mendatangi Daerah Pendudukan Para Demonstran. Pada tanggal 10 sampai dengan
13 Februari 2014 (selama 4 hari 3 malam) saya dengan rombongan berenam yang
terdiri dari keluarga (2 pasang suami
isteri dan sepasang bapak dan anak) berkunjung ke Bangkok. Mengingat banyaknya pemberitaan tentang
situasi politik dan keamanan di Bangkok yang kurang kondusif, maka sebelum
keberangkatan kami banyak meminta informasi perkembangan terkini situasi
politik di sana baik ke Atud (Atase Udara) langsung ataupun stafnya. Selain itu kami berhubungan dengan Komunitas
Indonesia di Thailand dan orang-orang yang sangat paham tentang Thailand
melalui jejaring sosial yang ada.
Para pendemo membangun panggung besar di
perempatan strategis di kota Bangkok
|
Salah satu informasi yang diberikan oleh Atud, bahwa
hotel tempat kami menginap saat nanti di Bangkok masuk daerah pendudukan para
demonstran. Kemudian dari staf Atud serta Komunitas Indonesia di Thailand
maupun teman-teman yang berbagi informasi di jejaring sosial, menyarankan agar
kami memilih transportasi seperti Skytrain/BTS, MRT, atau transportasi sungai
(perahu). Alasannya moda transportasi
tersebut tidak diganggu oleh para demonstran. Skytrain atau BTS (Bangkok
Transit System) adalah moda transportasi kereta api cepat dengan rail track
berada di atas yang melintas antara gedung bertingkat di kota Bangkok. Moda transportasi berikutnya adalah MRT (Mass
Rapid Transit) adalah kereta api cepat dengan rail track melalui bawah tanah
(under ground), sedangkan tranportasi air yang dimaksud adalah menggunakan boat
(kapal) yang melewati Sungai Chao Phraya. Memilih moda transportasi taksi/mobil
dikhawatirkan akan terjebak kemacetan akibat diblokirnya beberapa ruas jalan
strategis di kota Bangkok. Itulah
informasi awal yang saya terima dari Atase Pertahanan Udara (Atud) ataupun staf
Atud. Berdasarkan informasi tersebut,
maka saya selaku yang dituakan dalam rombongan berusaha untuk mencari berbagai
alternatif dari setiap kontinjensi yang akan terjadi. Meskipun hotel yang akan kami tempati
diduduki oleh para demonstran, namun lokasinya yang begitu dekat dengan stasiun
BTS National Stadium maka dipastikan dapat dijangkau dengan menggunakan
skytrain. Maskapai penerbangan yang kami
gunakan adalah AirAsia yang merupakan penerbangan murah atau LCC (low cost
carrier). Destinasinya di bandara Don Mueang yang belum tersedia moda
transportasi sebaik yang ada di Swarnabumi. Untuk menyambung ke BTS (Skytrain),
maka kami harus menggunakan bus dari bandara menuju ke Stasiun BTS Mochit,
selanjutnya berganti skytrain menuju ke Stasiun BTS National Stadium. Dari informasi yang saya peroleh bahwa naik
bus di Bangkok khususnya pada jam sibuk, sangat repot kalau harus membawa
bawaan besar dan berat (koper), karena dalam bus tidak tersedia fasilitas
penyimpanan koper. Nah untuk itu saya mengambil insiatif untuk menggunakan
“flunyesak” atau karung tentara yang terbuat dari kain yang liat dan kuat. Sedangkan barang bawaan yang harus masuk check
baggage masing-masing keluarga hanya dua tas punggung saja, yang nantinya harus
dimasukkan dalam “plunyesak”. Pada saat sudah
sampai di Don Mueang, kedua tas punggung dikeluarkan dari “plunyesak” dan
digendong di punggung guna memudahkan pergerakan. Ini penting karena dalam setiap kondisi
darurat kita perlu pergerakan yang cepat, dan ini bisa dilakukan jika kita
tidak membawa barang dengan ukuran besar dan berat. Disamping itu saat menuju ke Stasiun BTS/Skytrain,
kita harus naik cukup tinggi dan tidak semua Stasiun BTS tersedia
eskalator. Bayangkan bagaimana repotnya
membawa bawaan ukuran besar dan berat untuk menaiki tangga yang cukup tinggi
secara manual. Pasti akan repot! Karena itulah menggunakan “plunyesak” adalah
sebuah skenario yang paling tepat untuk menghadapi semua itu, meskipun nampak
seperti tentara yang mau berangkat tugas operasi militer. Untuk memastikan bahwa hotel dimana kami
tinggal nantinya aman dari gangguan para demonstran, maka seminggu sebelum
kepergian saya menelpon ke Hotel Muangphol Mansion. Ada rasa tenang dan lebih meningkatkan rasa
percaya diri, setelah memperoleh jawaban
dari sana : “Don’t worry, no problem” katanya.
Nah dalam pelaksanaannya ternyata tidak berbeda dengan
rencana yang sudah dibuat. Begitu kami turun dari Skytrain yang kami tumpangi
di destinasi terakhir yaitu di Stasiun National Stadium, kami disuguhi
pemandangan yang dalam istilah Jawa disebut “ora jamak lumrahe” yang artinya
pemandangan yang tidak lazim. Dari flatform stasiun kami melihat beratus
tenda-tenda kecil yang seragam dan berbaris rapi didirikan di tengah jalan
utama termasuk perempatan strategis di sekitar stasiun. Disamping itu juga
terdapat beberapa tenda yang sangat besar.
Sejenak baru tersadar bahwa inilah tenda-tenda para demonstran yang
menduduki lokasi-lokasi strategis di kota Bangkok. Setelah mengaambil gambar sesuatu yang kurang
lazim tadi, kami berusaha keluar melalui exit nomor 3 untuk mendapatkan gang
(soi) yang menuju hotel seperti petunjuk arah yang saya terima. Ternyata semua exit ditutup oleh pendemo. Wah
lewat mana ini? Ternyata ada sebuah jalan menuju ke sebuah mall besar yaitu
Mahboonkrong (MBK), dan itu ternyata satu-satunya jalan untuk keluar dari
Stasiun. Dan ternyata benar saat kami
menuruni tangga jalan keluar tersebut, di ujung tangga disapa oleh salah
seorang demontran dan minta ijin untuk melihat isi tas punggung saya. Dia hanya
melihat secara sekilas dan langsung mempersilahkan kami untuk melanjutkan
perjalanan.
Cara Demo di
Thailand. Hotel dimana kami tinggal berada dalam
wilayah pendudukan para demonstran, sehingga jalan menuju ke hotelpun ditutup
dan dijaga oleh para demonstran dengan cara buka tutup. Hasil pengamatan kami selama 3 hari di sana,
terlihat bahwa pola berdemo mereka dengan cara menduduki lokasi-lokasi
strategis antara lain perempatan jalan-jalan utama ataupun tempat-tempat strategis lainya. Pendudukan lokasi-lokasi tersebut tidak hanya berjalan dalam
hitungan hari, namun telah berlangsung bulanan.
Mereka mendirikan tenda-tenda untuk berteduh pada siang hari ataupun
tidur pada malam hari. Bentuk tenda-tenda
mereka sangat seragam dan disusun berbaris rapi di sepanjang jalan ataupun
ruang-ruang kosong. Disamping itu mereka
membuat panggung besar untuk orasi politik dan acara musik untuk mengisi waktu
sela. Mereka bukan komunitas yang
berpenampilan garang dan seram menakutkan, tetapi berperilaku ramah apalagi terhadap
para wisatawan yang memang juga bukan target mereka. Bahkan dalam perjalanan ke dan dari hotel kami
selalu melewati dapur umum mereka, dan tidak jarang kami ditawari untuk
mencicipi makanan yang disediakan para pendemo.
Dengan pendudukan yang berlangsung sekian lama, maka lokasi para pendemo
berubah seperti pasar tumpah karena tidak urung mendatangkan para penjaja
makanan dan minuman, souvenirs, pakaian atribut demo dan sebagainya. Tujuan mereka untuk memberikan tekanan fisik
ataupun psikologis, sehingga pemerintahan yang ditentang akan menuruti tuntutan
mereka. Dalam mencapai tujuan, mereka
tidak vandalish ataupun bersifat merusak.
Tidak ada corat-coret di sekitar daerah demonstan, tidak ada perusakan
fasilitas umum, dan tidak ada perilaku para demonstran yang liar, misalnya berteriak-teriak
histreris, memanjat pagar pembatas jalan,
membakar ban, melakukan agitasi, provokasi dan sebagainya. Para pendemo rajin menjaga kebersihannya
dengan mengumpulkan sampah-sampah dalam kantong plastik besar ataupun dalam
tong-tong yang besar, dan setiap pagi petugas kebersihan mengambil sampah
tersebut dengan aman. Bahkan saya
menyaksikan seorang demonstran memunguti bekas-bekas puntung rokok yang ada di
sela-sela hamparan kerikil yang ada di jalan pemisah dua jalur. Mungkin mereka paham betul mana yang
berhubungan dengan kepentingan negara dan mana yang berhubungan dengan
kepentingan pemerintah yang ditentangnya.
Bahkan pada saat pukul 08.00 pagi
dimana di setiap fasilitas umum diperdengarkan lagu Kebangsaan Thailand, maka dengan
semangat nasionalisme yang tinggi mereka berdiri untuk memberi penghormatan. Karena demonstrasi di sana bukan sesuatu yang
seram menakutkan, maka kegiatan masyarakat berjalan seperti biasa, pusat-pusat
perbelanjaan, rumah makan, tempat-tempat hiburan dan mall besar seperti MBK
tetap buka sampai pukul 22.00 seperti biasanya.
Kemah kecil dan seragam berjejer rapi di sekitar National Stadium |
Bagaimana
Berdemo di Negeri Kita. Demo dimanapun biasanya yang ditentang
adalah kebijakan penguasa yang dalam hal ini pemerintah. Mereka melakukan
tekanan fisik dan psikologis terhadap pemerintah yang berkuasa, sehingga
pemerintah akan menuruti tuntutan para pendemo.
Seperti yang terjadi di Thailand mereka memblokir jalan strategis dan
juga pusat kegiatan pemerintahan agar roda pemerintahan tidak berjalan. Dalam melakukan aksi ini mereka tidak merusak fasilitas umum yang nota bene itu milik
negara. Tetapi bagaimana dengan demo di
negeri kita? Kita sering bingung untuk mencari jawab, apa hubungan antara pintu
dan pembatas jalan tol dengan tujuan demonstrasi? Apa salahnya mobil berplat
merah, sehingga ia harus dirusak dan dibakar? Bukankah itu semua dibangun dan
dibeli dengan uang negara yang notabene juga uang kita semua? Mengapa demo
harus selalu dibarengi dengan penampilan wajah serem dan garang, perilaku yang destruktif,
agitatif dan provokatif menakutkan.
Para demonstran membangun kemah besar
dan kemah-kemah kecil,
namun kebersihan tetap terjaga
|
Hampir dipastikan pada saat terjadi demo, maka
pusat-pusat layanan publik apakah itu toko, tempat hiburan, rumah makan dan
sejenisnya memilih untuk menutup usahanya dari pada resiko terkena dampak dari
para pendemo yang biasanya vandalish.
Ini memang perilaku massa yang gampang diprovokasi menjadi suatu
kemarahan massa. Tetapi kelihatannya massa demonstran di negeri kita gampang
sekali tersulut oleh hasutan para provokator, atau bisa jadi para demonstran
yang militan tersebut sebelumnya sudah menyimpan potensi marah. Dengan demikian demonstrasi yang semula
berlangsung secara damai, mudah berubah menjadi demonstrasi yang anarkis.
Meskipun demonstrasi selalu mengatasnamakan
aspirasi rakyat, namun cara demonstrasi yang demikian sering malahan
tidak memperoleh simpati dari rakyat yang diwakilinya.......
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTgl 28 mei sy berencana utk ke bangkok sd tgl 1 jun, rencananya menginap di daersh khaosan road atau silom, apaksh daersh ini aman? Bgm cara menghubungi atud dan komunitas indonesia disana? Mohon petunjuknya ya, terima kasih
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSaya punya nomor HP Atud Kolonel Penerbang Bayu Purnama +66813750448. Nanti akan diserahkan ke stafnya yang akan memberikaan info2 yg sangat komunikatif. Selain itu njenengan bisa ikut FB dg Komunitas Indonesia di Thailand. Disitu banyak info yg penting utk diketahui. Monggo Mbak, saya tidak tahu kondisi sekarang nampaknya lebih gawat dari pada saat saya di sana (bulan Februari).Saat ini kondisi darurat militer, mudah2an dengan kondisi darurat militer justru akan lbh kondusif.
Hapusnice info banget kak
BalasHapusdaging bacon