PERJALANAN BACKPACKERS KE MACAU, HONGKONG, DAN
SHENZHEN (BAGIAN TERAKHIR)
Tepat pukul
12.00 kami checkout dari Hostel Mapple Leaf, terus menuju ke stasiun East Tsim
Sha Tsui dengan jalan kaki yang jaraknya lumayan jauh. Yah hitung-hitung untuk membakar lemak, agar
sedikit langsing. Posisi stasiun Hunghom
merupakan pemberhentian berikutnya dari
stasiun East Tsim Sha Tsui. Dari Hunghom statiun, kami berganti kereta
KCR (Kowloon-Canton Railway) menuju ke stasiun Lowu sebagai stasiun terakhir
(terminus) untuk menuju ke Shenzhen.
Perjalanan menuju Senzhen ditempuh sekitar satu jam. Berbeda dengan lintas MTR di Hongkong yang bisa
melalui jalur bawah tanah atau bawah laut, maka untuk lintas kereta menuju
Senzhen banyak di permukaan daratan, sehingga bisa melihat pemandangan di
sekitar lintasan kereta dengan baik.
Dari stasiun Lowu
wilayah Hongkong kami keluar setelah mengalami pemeriksaan imigrasi
Hongkong. Setelah itu dengan berjalan
kaki kami menuju ke Luhou wilayah Scenzhen dan sebelumnya harus melalui
pemeriksaan imigrasi. Kami mengisi format yang tersedia
di konter dan setelah itu ke antrian
pemeriksaan imigrasi. Pada saat ditanya
tentang visa, saya menjawab bahwa saya akan menggunakan visa on arrival
(VOA). Ternyata untuk VOA harus mengurus
ke lantai atas dengan membayar 160 RMB.
Pengurusan VOA cukup lancar, dan kami kembali masuk ke antrian
pemeriksaan imigrasi yang penyelesaiannya memerlukan waktu tidak lama. Saya
perhatikan beberapa orang sebelum meninggalkan konter imigrasi memencet tombol
yang saya sendiri tidak tahu apa maksudnya.
Setelah tiba giliran saya untuk pemeriksaan imigrasi, maka saya
perhatikan alat yang dipencet oleh orang-orang sebelum meninggalkan konter
imigrasi. Eh ternyata alat tersebut
adalah untuk mengambil data questionair tentang kesan pelayanan imigrasi. Kalau tidak salah di situ ada tulisan
excellent, good, fair, dan poor. Wah kita harus belajar fair, maka sebelum
meninggalkan konter langsung saya pencet saja “excellence”. Lega rasanya setelah selesai berurusan dengan
imigrasi. Pada saat kami sudah di Shenzhen
sungguh menyebalkan, karena betapa sulitnya berkomunikasi dengan orang. Akhirnya
kami mengikuti saja arus orang yang saya yakin menuju ke pintu ke luar, dan
memang benar kami menuju ke tempat terminal taksi.
Supir taksi di
Shenzhen kayak raja, karena kita harus menaikkan dan menurunkan koper
sendiri. Hal ini disebabkan banyaknya
pelanggan yang ngantri, sehingga kalau supir harus turun membantu menaikkan
luggage penumpang pasti akan mengakibatkan jalan macet. Akhirnya tiba giliran kami memperoleh taksi
setelah sekitar 10 menit mengantri, dan ternyata hotelnyapun cukup dekat dengan
biaya taksi hanya 23 Yuan. Posisi hotel Friendship
di kawasan pertokoan cukup ramai dan dekat
stasiun Gua Mao, sehinngga transportasi
dengan menggunakan MTR cukup mudah. Kami memesan hotel berbintang tiga ini
melalui jasa Agoda, dan ternyata harga hotel yang kami bayar tidak termasuk
makan pagi.
Pada saat kedatangan kami
mengalami kejadian yang sangat tidak mengenakkan, yang berawal dari koper yang
terkunci namun kemungkinan kunci tertinggal di Hongkong. Pada saat sampai hotel dalam kondisi
supercapek tidak bisa melakukan kegiatan apa-apa karena semua barang berada
dalam tas yang terkunci. Sebenarnya
persoalannya sangat gampang jika berada di rumah sendiri. Kuncinya cukup kecil, sehingga sekali pukul
dengan palu atau sekali betot dengan tang (catut) pasti kunci terbuka. Yang jelas di kamar hotel tidak ada barang yang
bisa digunakan sebagai alat bantu untuk membuka. Akhirnya kami mencoba mencari toko penjual tang atau palu di sekitar hotel.
Baru milang-miling toko yang kemungkinan menjual alat yang dicari, tiba-tiba
ketemu dengan tukang kunci yang mangkal tidak jauh dari hotel. Dengan bahasa Tarzan dan sedikit dibantu
oleh penjaga toko yang posisinya bersebelahan, akhirnya tukang kunci mau datang ke hotel dengan
membawa berbagai peralatan yang dibutuhkan.
Ternyata dalam hal bandrek membandrek gembok, kelihatannya tukang kunci
Indonesia jauh lebih trampil. Sudah
hampir 15 menit, baru 1 kunci yang terbuka itupun nampak sulit. Setelah hampir 15 menit pekerjaan belum
selesai, maka saya putuskan untuk dirusak saja, meskipun dalam hati nggrundel
kalau cuma gitu aja nggak usah panggil tukang kunci. Dan ternyata sekali betot rusaklah gembok
tersebut. Setelah pekerjaan selesai dan
si tukang sudah mengemasi alat-alatnya, maka saya tanya berapa ongkosnya. Dia jawab 100 yuan. Agak terperanjat saya mendengarnya,
dan untuk meyakinkan saya ulangi
lagi pertanyaan saya. Jawabnya tetap sama yaitu 100
yuan. Saya tawar 50 yuan dia tetap
geleng kepala. Wah dari pada bikin
masalah terpaksa saya bayar si tukang kunci menyebalkan tersebut dengan 100
yuan yang setara dengan 140 ribu rupiah.
Walah dalam hati nggrundel : “Wah
enak ya jadi
tukang kunci negeri orang”.
Malam itu saya gunakan untuk
jalan-jalan saja, yaitu ke Dongmen Pedestrian yang katanya menjual
barang-barang murah. Dongmen Pedestrian bisa dicapai dengan menggunakan MTR
dari Guomao ke stasiun Laojie dan ke
luar melalui exit A. Nah ternyata benar
sekali, karena saat kami sudah sampai di stasiun Laojie dan keluar pintu A,
langsung ada penunjuk arah yang bertuliskan Dongmen Pedestrian. Penunjuk arah ini kelihatannya bersifat
sementaara, karena hanya sekedar ditempel pada tempat yang seadanya seperti
tembok atau bahkan pohon. Nah tanda ini
yang kami ikuti. Tetapi tiba-tiba petunjuk ini
terputus dan hilang. Wah inilah antiknya
berada di Shenzhen yang serba sulit dalam berkomunikasi. Saya tanya pada seorang polisi di tempat tersebut,
ternyata dia tidak tahu dimana Dongmen Pedestrian berada. Barangkali bukan
mereka tidak tahu, melainkan komunikasi kami dengan mereka saja yang tidak bisa
dimengerti. Bahkan kebetulan saya
bertemu dengan orang Philipina yang fasih berbahasa Inggris, namun diapun tidak
tahu karena keberadaannya juga hanya sebagai turis. Ya akhirnya saya anggap tempat perbelanjaan
di sekitar itu adalah Dongmen Pedestrian, meskipun dalam hati saya ragu. Tetapi
saya bersyukur, karena bisa berhemat untuk tidak belanja barang-barang yang
tidak perlu. Pada saat di Hongkong kami menemukan Ladies Market tetapi terlalu
pagi sehingga pasar belum buka, dan sekarang ke Dongmen Pedestrian yang
ternyata kemungkinan
salah tempat. Yah saya kira kejadian ini ada hikmahnya. Salah satu hikmahnya
adalah bahwa wisata dengan “backpackingan” seperti kami ini harus sangat
berhati-hati dalam membelanjakan uang.
Sebenarnya saya agak menyesal ke tempat ini, karena situasinya tidak
lebih baik dengan situasi di sekitar lokasi hotel dimana kami menginap. Hotel Friendship
di Jiabin Road ini terletak di pusat perbelanjaan, berupa mall dan pertokoan. Salah satu ciri khas tata
kota di China adalah adanya fasilitas trotair untuk pejalan kaki yang cukup
lebar, dengan taman yang tertata rapi dan terawat dengan baik berikut pepohonan
rindang berhiaskan dekorasi lampu yang menawan.
Di tempat itu juga tersedia bangku-bangku beton bagi yang ingin sekedar
melepas lelah, atau menikmati keindahan kota.
Oleh karena itu China sering dijuluki sebagai kota “paradise for
pedestrian”. Sebenarnya mulai dari
perencanaan perjalanan “backpackingan” sampai saat hari pertama di Shenzhen, ada satu pertanyaan
yang belum terjawab. Jawaban pertanyaan
ini sangat berhubungan dengan agenda yang kami rencanakan untuk esok hari,
yaitu mengunjungi Window of The World (WOW) dan Splendid of China. Kalau posisi WOW terlihat jelas di jaringan
MTR Shenzhen, tetapi dimana letak Splendid of China? Akhirnya saat saya kembali
dari jalan-jalan, langsung menanyakan lokasi Splendid of China kepada recepsionis
hotel. Setelah berkonsultasi dengan
temannya, dia memberikan secarik kertas berisi tulisan Cina, dan dia
menyuruh menggunakannya untuk bertanya. Rasa capek jalan-jalan sekitar hotel
Frienship dan berbagai pengalaman seharian baik yang menyenangkan ataupun
menyebalkan, telah mengantarkan kami
tidur lelap sekali.
Air Terjun Niagara |
Sesuai dengan rencana, pada pagi
hari setelah melaksanakan berbagai kegiatan antara lain joging di sekitar hotel
dan sarapan pagi, kami berdua pergi ke dua obyek wisata unggulan Shenchen yaitu
Window of the World (WOW) dan Splendid of China. Perjalanan menuju ke WOW dengan MTR cukup
jelas tanpa ada kesulitan, karena begitu exit dari stasiun WOW langsung
berhadapan dengan area WOW yang sangat luas.
Foto belatar belakang negeri kincir angin |
Window of the World merupakan wahana rekreasi berupa koleksi bentuk
miniatur dari berbagai tempat wisata, bangunan-bangunan monumental di seluruh dunia,
mulai dari Menara Eiffle, Menara Pisa, Candi Borobudur, Pagoda, Angkor
Wat, Gedung Putih, Air Terjun
Niagara, Istana Kerajaan dari berbagai
negara, Tembok China dan lain-lain. Mengelilingi
area yang sangat luas ini tentu capek, karena itu disediakan fasilitas
transportasi monorail dan kereta gandeng bertenaga battery. Biaya untuk monorail sebesar 20 yuan dan kita
bisa mengelilingi area melalui pemandangan dari atas, karena lintasan monorail
melalui ketinggian di atas pucuk-pucuk pohon yang tertanam rapi di taman
ini. Namun untuk bisa melihat secara
dekat, maka harus datang ke obyek secara
langsung. Dengan menggunakan panduan
peta area yang tersedia, kami secara selektif mendatangi area yang kami
pilih. Memang cukup jauh perjalanan
mengelilingi area ini, namun bulan April merupakan musim semi di China yang
berarti cuaca belum terlalu panas,
sehingga meskipun
banyak aktivitas tetapi keringat sulit keluar.
Dengan demikian kami masih merasa nyaman meski sudah berjalan mengitari
berbagai tempat di taman ini.
Foto berlatar belakang Capitol Hill Amerika Serikat |
Ada
sedikit pengalaman menarik saat kami berada di miniatur Air Terjun
Niagara. Disana ada penjaja makanan
jagung rebus dan kelapa muda dengan harga masing-masing 6 yuan dan 12 yuan.
Pada saat kami duduk santai sambil menikmati jagung rebus, tiba-tiba
datang serombongan turis Indonesia dengan menggunakan kereta battery. Kelihatannya mereka wisatawan yang diurus
oleh suatu biro perjalanan. Mereka
beramai-ramai mengambil foto dengan latar belakang Niagara tiruan, dan baru
sekitar 7 menit pimpinan rombongan sudah meminta agar segera kembali ke
kereta. Kata saya dalam hati, enak juga
ya rekreasi sudah ada yang ngurusi, sehingga tidak usah pusing-pusing mikirin tujuan
kita mau kemana, dengan cara apa, serta siapa
pemandunya. Sedangkan kami berdua mulai
dari proses persiapan, pelaksanaan dan perjalanan pulang harus memikirkan
sendiri. Harus berselancar ke dunia maya untuk mencari tiket pesawat yang
paling murah meski harus dibeli 6 bulan sebelumnya, menentukan obyek wisata
yang bagus dan tidak mahal, mencari hotel yang tempatnya OK tetapi tidak mahal,
menggunakan transportasi apa, makannya gimana, dan seterusnya. Tapi ternyata pekerjaan itu menjadi
menyenangkan dan bahkan rasanya kita sudah mencicipi berwisata sebelum wisata
sesungguhnya. Inilah namanya
pembelajaran, siapa tahu ke depan bisa buka usaha travel biro wisata!
Barangkali ini bisa terjadi kalau usia masih muda! Kalau sekarang menikmati
saja apa yang ada. Yah tanpa disadari
kami berdua telah menghabiskan waktu sekitar 6 jam melihat tempat-tempat
terkenal di dunia melalui bentuk miniatur di “Window of The World”. Nah sebagai agenda berikutnya kami akan menuju
ke Splendid of China. Saya langsung
ingat catatan sakti dari
recepsionis hotel. Setelah saya
tunjukkan kepada salah satu penjaga pintu keluar WOW, ternyata lokasi SOC cukup
dekat yaitu terminal setelah WOW. Agar
langsung sampai tempatnya, kami naik taksi yang hanya memakan waktu sekitar 10
menit dengan biaya 12 yuan. Pada saat di WOW, bangunan dan simbol-simbolnya bernuansa
dunia, karena maklum yang ditunjukkan adalah tempat atau bangunan tersohor seantero
dunia. Nuansa di SOC sangat berbeda.
Namanya saja “splendid of China” yang kalau diterjemahkan kurang lebih “keberagaman
China”, maka lokasinya sangat kental dengan warna, aroma, bangunan, dan atribut
China.
Pemandangan salah satu sudut di SOC |
Untuk berputar keliling area taman ini, disediakan kereta bertenaga
battery dengan bayaran 15 yuan. Atraksi
di SOC adalah berbagai macam seni yang dimiliki oleh etnik China yang sangat
heterogen. Banyak atraksi yang
dijadwalkan, namun kami menikmati 2 tarian spektakuler yaitu.“Impression of China”
dan “Dancing With the Dragon and Poenix”.
Tarian “Dancing With the Dragon and Poenix” merupakan atraksi paling
akbar dan spektakuler, yang merupakan perpaduan seni tari, sinar laser, kembang
api, tata suara, air mancur dan sebagainya.
Pertunjukkan ini dimulai pukul 20.00 selama 1 jam, dan merupakan penutup
dari semua atraksi yang ada di SOC. Pertunjukan seni yang istimewa, dan sangat direkomendasikan
bagi mereka yang datang ke Shenzhen.
Kunjungan ke SOC sekaligus sebagai penutup agenda kami berwisata di
Shenzhen pada hari itu. Malam itu
merupakan malam terakhir kami di Shenzhen.
Sebagai pengantar tidur saya mencoba untuk mengevaluasi apa yang telah
saya lihat mulai dari hari pertama di Macau, Hongkong dan Shenzhen. Nampaknya pemerintah China telah berhasil
mensejahterakan rakyatnya dengan memberdayakan secara optimal apa yang mereka
miliki, mulai dari jumlah rakyatnya yang lebih dari semilyar, pemandangan alam
yang mereka miliki, termasuk keberagaman budaya dari sekian banyak etnik China
yang saya tidak banyak tahu. Semua itu
telah diberdayakan menjadi kekuatan ekonomi yang sangat besar. Yang saya saksikan dalam Splendid of China merupakan
gambaran keberhasilan China dalam memberdayakan keberagaman rakyatnya dalam
bentuk tontonan seni yang menarik, spektakuler, dan mengundang kekaguman semua
yang menyaksikan. Mengapa Indonesia
tidak bisa melakukan hal yang serupa ya?
Bahkan yang memprihatinkan keberagaman kita malahan menjadi potensi perpecahan terhadap kesatuan dan persatuan. Apanya
yang salah ya? Belum sempat memperoleh jawaban mengapa seperti itu, saya sudah
terlanjur terlelap dalam tidur karena kecapekan.
Pada hari Sabtu
tanggal 23 April 2011 adalah hari terakhir kami di Shenzhen, dan pada pukul
09.00 kami sudah check out dari hotel. Pada hari itu
merupakan libur Paskah yang berarti ada 3 hari libur akhir pekan mulai
hari Jumat sampai dengan Minggu. Ternyata libur panjang tersebut dimanfaatkan
oleh masyarakat China untuk berwisata. Oleh karena urusan imigrasi di Luhou untuk
menuju Hongkong luar biasa padat.
Tadinya saya berpikir bahwa dengan berangkat pukul 09.00 dari Shenzhen,
akan bisa tiba di Macau sekitar pukul 12.00 atau 13.00. Perhitungannya adalah perjalanan dengan KCR
dari Lowu ke Hongkong memakan waktu 1 jam, dan perjalanan dengan ferry dari
Hongkong ke Macau 1 jam, ditambah toleransi sekitar 1 s/d 2 jam untuk urusan imigrasi dan
lain-lain. Ternyata urusan imigrasi di Senzhen saja sudah mencapai sekitar 1
jam. Padahal ada 4 kali pemeriksaan
imigrasi, yaitu saat keluar dari Senzhen di Luohu, saat akan masuk ke stasiun
Lowu di Hongkong, saat akan ke luar Hongkong di terminal Ferri Sheu Wang, dan
saat masuk pelabuhan ferry di Macau.
Sebagai gambaran betapa
banyaknya orang-orang yang bepergian saat itu, bisa dilihat dari antrian ke
toilet di stasiun Lowu. Antrian untuk wanita tidak kurang
dari 15 menit, karena maklum waktu yang dibutuhkan oleh wanita lebih lama
dari pada pria. Nah, dasar budaya Indonesia yang tidak disiplin termasuk dalam antri
mengantri kembali dibawa-bawa dalam kondisi sulit seperti
itu. Isteri saya ternyata masuk
ke toiletnya orang-orang cacat (disabled person),
dan lucunya diikuti oleh beberapa orang lain untuk melanggar. Wah ternyata kebiasaan jelek (mungkar) itu gampang dapat pengikut, namun sebaliknya
kebisaaan baik (ma’ruf) itu sulit ditularkan.
Antrian toilet yang cukup panjang di stasiun Lowu |
Liburan selama 3 hari membuat lalu lintas manusia demikian padat, namun sistem transportasi di China betul-betul handal dan dapat menampung kebutuhan kapasitas penumpang. Meskipun tempat duduk dalam MTR penuh dan harus berdiri, namun para penumpang tetap merasa nyaman karena kondisi dalam kereta yang sejuk, bersih dan aman.
Meskipun harus berdiri tetapi tetap nyaman karena kondisi dalam MTR yang sejuk, bersih dan aman |
Kami sampai di
Macau Ferry Terminal sekitar pukul 15.30. Agar tiba di hotel tidak terlalu
sore, maka saya memutuskan untuk naik shuttle bus umum yang kebetulan sudah
penuh sehingga terpaksa berdiri. Mungkin perjalanan hari ini memang banyak yang
tidak menyenangkan, termasuk sopir yang membawa bus ini. Ternyata sopir bus umum ini bertemperamen tinggi. Kami yang berdiri di bus, jika tidak
berpegangan kuat akan terlempar kesana kemari pada saat bus mulai berjalan
ataupun saat akan berhenti. Ini
benar-benar “sopir menyebalkan” karena mengendalikan mobil dengan cara
yang sangat kasar. Jarak antara shuttle
bus stop dengan Hotel Regency cukup dekat hanya sekitar 150 m, namun dengan
tingkah laku driver yang menyebalkan tadi, maka kami masuk
hotel dengan hati yang mendongkol.
Untung saja pada saat masuk hotel, kami disambut dengan recepcionis
hotel yang cukup ramah dan mereka masih ingat saat kami menjadi tamu di hotel
ini beberapa hari yang lalu. Ada
perbedaan yang cukup signifikan dibanding dengan saat kami check in waktu
kedatangan seminggu yang lalu, mereka minta deposit sebesar 500 MOP. Untuk kali ini tidak sepeserpun uang deposit,
dan check in sangat sederhana karena nama saya sudah ada di daftar tamu hotel. Sampai di kamar hotel kami langsung mandi dan
memasak untuk makan sore. Selama
seharian kami belum makan, kecuali makan snack dan minum serta buah yang dibeli
dari minimart dekat hotel di Shenzhen.
Sebenarnya ada beberapa jadwal kunjungan yang telah direncanakan, yaitu Tower
Macau, kawasan Grand Lisboa, Hotel Lisboa, dan Hotel Wynn, yang semuanya
terletak di Macau, sedangkan obyek wisata yang di Taipa adalah City of Dream
dan Hotel Venetian. Mengingat kami telah
berpengalaman naik ke bangunan semacam Tower Macau, antara lain Tower Kuala
Lumpur, Tower Sydney, Sears Tower di Chicago AS, maka mengingat waktu yang
sangat sempit, kunjungan ke Macau Tower dibatalkan. Transportasi menuju ke tempat tersebut dengan
memanfaatkan fasilitas hotel berupa shuttle bus dengan jadwal setiap jam. Pada pukul 18.00 kami berangkat menuju ke
kawasan hotel Lisboa dengan melewati jembatan Sai Van Bridge menuju ke Macau
Peninsula (semenanjung Macau). Dari
kawasan Taipa nampak gedung-gedung tinggi, dan dari sekian gedung-gedung
tersebut nampak ada gedung tinggi dengan bentuk yang unik yaitu Hotel Grand
Lisboa. Di Macau Peninsula melewati Macau Tower yang cukup jangkung dan anggun.
Ada yang nampak sangat berbeda dengan kunjungan kami ke kawasan ini seminggu
yang lalu. Jika seminggu yang lalu merupakan
kunjungan siang hari, maka kunjungan kali ini adalah kunjungan malam hari. Kawasan ini menjadi terang benderang serta
gemerlapan dari lampu-lampu hotel berbintang. Di Wynn hotel ada atraksi dancing
water yang berlangsung setiap 15 menit.
Kami menikmati dancing water dari seberang jalan, karena kalau menuju ke
Wynn harus melalui subway. Kalau
kunjungan seminggu yang lalu kami masuk ke area casino di hotel Grand Lisboa,
maka kali ini kami masuk ke area casino hotel Lisboa. Modal untuk masuk arena perjudian harus
berpura-pura sebagai penjudi, meskipun hanya nonton doang. Makanya pada saat pelayan hotel mengitari
pengunjung dengan menawarkan minum, kontan kami minta minum teh susu sambil
berpura-pura seolah-olah baru selesai judi dan kalah. Tidak terlalu lama kami berada di arena
Casino, karena selain tidak ingin judi, menontonpun kami tidak tahu bagaimana
bermain dan juga tidak tertarik untuk tahu.
Akhirnya kami putuskan untuk ke luar hotel, kemudian kembali menikmati
pemandangan di sekitar hotel yang penuh glamour dan gemerlapan dekorasi lampu
yang menawan yang dipertontonkan oleh bangunan-bangunan tinggi di sekitar
tempat itu. Inginnya kami berlama-lama
di tempat itu, tetapi waktu kami sangat terbatas. Kami beranjak dari tempat ini menuju ke City
of Dream dan Hotel Venetian, yang letaknya ada di Taipa. Untuk menuju ke sana, kami memanfaatkan
fasilitas bus gratis yang disediakan City of Dream yang berangkat dari tempat
parkir khusus di sekitar Hotel Grand Lisboa.
Betul juga, pada saat kami sampai di tempat tersebut sudah ada bus besar
dengan tulisan City of Dream yang sudah akan mulai berjalan. Saya acungkan tangan saya sebagai isyarat
bahwa kami akan ikut, tetapi sang sopir sangat acuh. Ternyata setelah saya melihat agak jauh ke
depan, ada sederetan orang yang mengantri untuk transportasi ke City of
Dream. Wah malu rasanya, kelakuan masih
sama seperti ngantri kendaraan bus di Yogya saja. Akhirnya kami bisa diangkut pada giliran bus
berikutnya, namun sebelum masuk ke bus petugas yang mengatur membagikan
souvenir berupa kipas dan brosur tentang City of Dream. Perjalanan dari kawasan ini ke City of Dream
hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit. City of Dream merupakan area reklamasi di
Cotai Strip yang dibangun menjadi kawasan wisata. Terdapat 4 bangunan menara di sana, yaitu
Hotel Hard Rock, Hotel Crown, dan 2 tower Grand Hyatt. Pada saat masuk ke area City of Dream, kita
disuguhi aquarium, yaitu aquarium dengan ikan duyung yang berenang, yang
sebenarnya merupakan animasi video dengan layar raksasa ukuran 19 m X 6,7m.
Kemudian di City of Dream kita bisa menyaksikan dua macam theatre, yaitu Bubble
Show dan Dancing Water Theatre. Dengan
keterbatasan waktu, kami hanya menikmati Bubble Show saja dengan tiket 30 MOP. Kita dibawa dalam gedung yang besar, luas dan
gelap, berbentuk separuh bola, sedangkan langit-langit bangunan gedung yang
berbentuk separuh bola tersebut merupakan layar pertunjukan. Pertunjukannya sendiri berupa animasi 4 naga
yang saling bertarung yang dipadu dengan perubahan konfigurasi langit-langit,
efek suara, cahaya, air mancur, wah pokoknya komplit dan seru deh! Baguslah untuk ditonton!
Foto di City of Dream dengan latar belakang Hotel Venetian |
Sehabis
pertunjukan Bubble Show dilanjutkan ke Hotel Venetian yang letaknya di depan
kawasan City of Dream. Venetian
merupakan hotel sangat besar dan mewah berkapasitas 3000 kamar, dengan berbagai
macam atraksi di dalamnya. Ada tempat
Casino yang sangat luas, ada tempat perbelanjaan dan wisata kuliner, dan pada
lantai 3 dibangun kanal dengan gondola yang konon ditiru dari Venetia
Italia.
Gondola menyelusuri sepanjang kanal |
Suasana di kanal tersebut
diciptakan seperti senja hari dengan konfigurasi awan yang semburat kemerahan
meski kami berada di sana pada malam hari.
Juru mudi gondola yang saya lihat adalah seorang remaja putri cantik
yang mengayuh gondola sambil mendendangkan lagu dan bercerita. Para wisatawan bisa menikmati pemandangan di
sepanjang kanal dengan menyewa gondola yang
bayarannya 350 MOP. Namun karena rasanya saat itu kami sudah benar-benar
terlalu capek dan pertimbangan biaya akhirnya kami putuskan untuk tidak
mencobanya. Kunjungan ke Venetian Hotel
dan City od Dream merupakan agenda terakhir di Macau hari itu.
Arena judi Casino yang sangat luas dalam hotel |
Hari Minggu
tanggal 24 April adalah hari terakhir di Macau, dan setelah sarapan pagi di
hotel kami langsung check out menuju bandara internasional Macau. Wah ada satu hal yang menarik pada saat kami
menumpang taksi menuju bandara, yang sangat berbeda
dengan saat kami datang di bandara yang sama.
Saat kami datang di bandara ini seminggu yang lalu, sopir taksi yang
membawa kami ke hotel sangat angkuh (sudah saya ceritakan pada tulisan bagian 1). Berbeda dengan sopir taksi kali ini demikian
sopan dan mau membantu kami memasukkan koper ke bagasi. Setelah sampai di
bandara, dia bilang biayanya 28 MOP dan saya berikan 30 MOP. Wah ... ia berterima kasih sekali dengan gaya khas Cina. Saya berkata dalam hati alias nggrundel
: “Ya namanya orang di mana-mana ada yang baik dan ada
yang buruk, ada yang menyenangkan dan ada yang
menyebalkan”. Tidak peduli Cina,
Belanda, Jawa atau bangsa/suku apa saja. Seperti halnya sopir taksi saat kami
datang di bandara ini seminggu yang lalu, dibandingkan dengan
sopir taksi saat kami akan kembali ke tanah air berbeda ibarat bumi dan langit. Sopir yang dulu sudah sombong dan menipu dengan bayaran 70 MOP lagi! Ha..ha..ha!
Akhirnya kami meninggalkan Macau International Airport menuju ke Malaysia, dengan berbagai kenangan yang menyenangkan maupun yang menyebalkan. Tetapi semuanya kami anggap sebagai bagian dari rekreasi, dengan harapan bisa menambah kekayaan pengalaman. Di Malaysia kami bermalam di salah satu hotel dekat airport, dan pagi harinya baru kembali ke Yogyakarta dengan penerbangan AirAsia paling pagi. Demikian pengalaman kami melakukan perjalanan dengan cara “backpackingan” alias perjalanan seorang yang “limited budged” tetapi kaya tekad dan nekat. Semoga bermanfaat!
Akhirnya kami meninggalkan Macau International Airport menuju ke Malaysia, dengan berbagai kenangan yang menyenangkan maupun yang menyebalkan. Tetapi semuanya kami anggap sebagai bagian dari rekreasi, dengan harapan bisa menambah kekayaan pengalaman. Di Malaysia kami bermalam di salah satu hotel dekat airport, dan pagi harinya baru kembali ke Yogyakarta dengan penerbangan AirAsia paling pagi. Demikian pengalaman kami melakukan perjalanan dengan cara “backpackingan” alias perjalanan seorang yang “limited budged” tetapi kaya tekad dan nekat. Semoga bermanfaat!
sepertinya seru sekali yah berwisata backpacker
BalasHapusobat flu untuk bayi