Selasa, 20 Desember 2011

PERJALANAN BACKPACKERS

-->
PERJALANAN BACKPACKERS KE MACAU, HONGKONG, DAN SHENZHEN (BAGIAN TERAKHIR) 


Tepat pukul 12.00 kami checkout dari Hostel Mapple Leaf, terus menuju ke stasiun East Tsim Sha Tsui dengan jalan kaki yang jaraknya lumayan jauh.  Yah hitung-hitung untuk membakar lemak, agar sedikit langsing.  Posisi stasiun Hunghom merupakan pemberhentian berikutnya dari  stasiun East Tsim Sha Tsui. Dari Hunghom statiun, kami berganti kereta KCR (Kowloon-Canton Railway) menuju ke stasiun Lowu sebagai stasiun terakhir (terminus) untuk menuju ke Shenzhen.  Perjalanan menuju Senzhen ditempuh sekitar satu jam.  Berbeda dengan lintas MTR di Hongkong yang bisa melalui jalur bawah tanah atau bawah laut, maka untuk lintas kereta menuju Senzhen banyak di permukaan daratan, sehingga bisa melihat pemandangan di sekitar lintasan kereta dengan baik. 
Dari stasiun Lowu wilayah Hongkong kami keluar setelah mengalami pemeriksaan imigrasi Hongkong.  Setelah itu dengan berjalan kaki kami menuju ke Luhou wilayah Scenzhen dan sebelumnya harus melalui pemeriksaan imigrasi.  Kami mengisi format yang tersedia di konter  dan setelah itu ke antrian pemeriksaan imigrasi.  Pada saat ditanya tentang visa, saya menjawab bahwa saya akan menggunakan visa on arrival (VOA).  Ternyata untuk VOA harus mengurus ke lantai atas dengan membayar 160 RMB.  Pengurusan VOA cukup lancar, dan kami kembali masuk ke antrian pemeriksaan imigrasi yang penyelesaiannya memerlukan waktu tidak lama. Saya perhatikan beberapa orang sebelum meninggalkan konter imigrasi memencet tombol yang saya sendiri tidak tahu apa maksudnya.  Setelah tiba giliran saya untuk pemeriksaan imigrasi, maka saya perhatikan alat yang dipencet oleh orang-orang sebelum meninggalkan konter imigrasi.  Eh ternyata alat tersebut adalah untuk mengambil data questionair tentang kesan pelayanan imigrasi.  Kalau tidak salah di situ ada tulisan excellent, good, fair, dan poor. Wah kita harus belajar fair, maka sebelum meninggalkan konter langsung saya pencet saja “excellence”.  Lega rasanya setelah selesai berurusan dengan imigrasi.  Pada saat kami sudah di Shenzhen sungguh menyebalkan, karena betapa sulitnya berkomunikasi dengan orang.  Akhirnya kami mengikuti saja arus orang yang saya yakin menuju ke pintu ke luar, dan memang benar kami menuju ke tempat terminal taksi. 
Supir taksi di Shenzhen kayak raja, karena kita harus menaikkan dan menurunkan koper sendiri.  Hal ini disebabkan banyaknya pelanggan yang ngantri, sehingga kalau supir harus turun membantu menaikkan luggage penumpang pasti akan mengakibatkan jalan macet.  Akhirnya tiba giliran kami memperoleh taksi setelah sekitar 10 menit mengantri, dan ternyata hotelnyapun cukup dekat dengan biaya taksi hanya 23 Yuan. Posisi hotel Friendship di kawasan pertokoan cukup ramai dan dekat stasiun Gua Mao, sehinngga transportasi dengan menggunakan MTR cukup mudah.  Kami memesan hotel berbintang tiga ini melalui jasa Agoda, dan ternyata harga hotel yang kami bayar tidak termasuk makan pagi. 
Pada saat kedatangan kami mengalami kejadian yang sangat tidak mengenakkan, yang berawal dari koper yang terkunci namun kemungkinan kunci tertinggal di Hongkong.  Pada saat sampai hotel dalam kondisi supercapek tidak bisa melakukan kegiatan apa-apa karena semua barang berada dalam tas yang terkunci.   Sebenarnya persoalannya sangat gampang jika berada di rumah sendiri.  Kuncinya cukup kecil, sehingga sekali pukul dengan palu atau sekali betot dengan tang (catut) pasti kunci terbuka.   Yang jelas di kamar hotel tidak ada barang yang bisa digunakan sebagai  alat bantu untuk membuka.  Akhirnya kami mencoba mencari  toko penjual tang atau palu di sekitar hotel. Baru milang-miling toko yang kemungkinan menjual alat yang dicari, tiba-tiba ketemu dengan tukang kunci yang mangkal tidak jauh dari hotel.   Dengan bahasa Tarzan dan sedikit dibantu oleh penjaga toko yang posisinya bersebelahan, akhirnya tukang kunci mau datang ke hotel dengan membawa berbagai peralatan yang dibutuhkan.  Ternyata dalam hal bandrek membandrek gembok, kelihatannya tukang kunci Indonesia jauh lebih trampil.   Sudah hampir 15 menit, baru 1 kunci yang terbuka itupun nampak sulit.  Setelah hampir 15 menit pekerjaan belum selesai, maka saya putuskan untuk dirusak saja, meskipun dalam hati nggrundel kalau cuma gitu aja nggak usah panggil tukang kunci.  Dan ternyata sekali betot rusaklah gembok tersebut.   Setelah pekerjaan selesai dan si tukang sudah mengemasi alat-alatnya, maka saya tanya berapa ongkosnya.  Dia jawab 100 yuan.  Agak terperanjat saya mendengarnya, dan untuk meyakinkan saya ulangi lagi pertanyaan saya.  Jawabnya tetap sama yaitu 100 yuan.  Saya tawar 50 yuan dia tetap geleng kepala.  Wah dari pada bikin masalah terpaksa saya bayar si tukang kunci menyebalkan tersebut dengan 100 yuan yang setara dengan 140 ribu rupiah.  Walah dalam hati nggrundel : “Wah enak ya jadi tukang kunci negeri orang. 
Malam itu saya gunakan untuk jalan-jalan saja, yaitu ke Dongmen Pedestrian yang katanya menjual barang-barang murah. Dongmen Pedestrian bisa dicapai dengan menggunakan MTR dari Guomao ke  stasiun Laojie dan ke luar melalui exit A.  Nah ternyata benar sekali, karena saat kami sudah sampai di stasiun Laojie dan keluar pintu A, langsung ada penunjuk arah yang bertuliskan Dongmen Pedestrian.  Penunjuk arah ini kelihatannya bersifat sementaara, karena hanya sekedar ditempel pada tempat yang seadanya seperti tembok atau bahkan pohon.  Nah tanda ini yang kami ikuti.  Tetapi tiba-tiba petunjuk ini terputus dan hilang.  Wah inilah antiknya berada di Shenzhen yang serba sulit dalam berkomunikasi.  Saya tanya pada seorang polisi di tempat tersebut, ternyata dia tidak tahu dimana Dongmen Pedestrian berada. Barangkali bukan mereka tidak tahu, melainkan komunikasi kami dengan mereka saja yang tidak bisa dimengerti.  Bahkan kebetulan saya bertemu dengan orang Philipina yang fasih berbahasa Inggris, namun diapun tidak tahu karena keberadaannya juga hanya sebagai turis.  Ya akhirnya saya anggap tempat perbelanjaan di sekitar itu adalah Dongmen Pedestrian, meskipun dalam hati saya ragu. Tetapi saya bersyukur, karena bisa berhemat untuk tidak belanja barang-barang yang tidak perlu. Pada saat di Hongkong kami menemukan Ladies Market tetapi terlalu pagi sehingga pasar belum buka, dan sekarang ke Dongmen Pedestrian yang ternyata kemungkinan salah tempat. Yah saya kira kejadian ini ada hikmahnya. Salah satu hikmahnya adalah bahwa wisata dengan backpackingan seperti kami ini harus sangat berhati-hati dalam membelanjakan uang.  Sebenarnya saya agak menyesal ke tempat ini, karena situasinya tidak lebih baik dengan situasi di sekitar lokasi hotel dimana kami menginap.  Hotel  Friendship di Jiabin Road ini terletak di pusat perbelanjaan, berupa  mall dan pertokoan. Salah satu ciri khas tata kota di China adalah adanya fasilitas trotair untuk pejalan kaki yang cukup lebar, dengan taman yang tertata rapi dan terawat dengan baik berikut pepohonan rindang berhiaskan dekorasi lampu yang menawan.  Di tempat itu juga tersedia bangku-bangku beton bagi yang ingin sekedar melepas lelah, atau menikmati keindahan kota.  Oleh karena itu China sering dijuluki sebagai kota “paradise for pedestrian”.   Sebenarnya mulai dari perencanaan perjalanan backpackingan sampai saat  hari pertama di Shenzhen, ada satu pertanyaan yang belum terjawab.  Jawaban pertanyaan ini sangat berhubungan dengan agenda yang kami rencanakan untuk esok hari, yaitu mengunjungi Window of The World (WOW) dan Splendid of China.  Kalau posisi WOW terlihat jelas di jaringan MTR Shenzhen, tetapi dimana letak Splendid of China? Akhirnya saat saya kembali dari jalan-jalan, langsung menanyakan lokasi Splendid of China kepada recepsionis hotel.  Setelah berkonsultasi dengan temannya, dia memberikan secarik kertas berisi tulisan Cina, dan dia menyuruh  menggunakannya untuk bertanya.  Rasa capek jalan-jalan sekitar hotel Frienship dan berbagai pengalaman seharian baik yang menyenangkan ataupun menyebalkan, telah mengantarkan kami  tidur lelap sekali.

Air Terjun Niagara

Sesuai dengan rencana, pada pagi hari setelah melaksanakan berbagai kegiatan antara lain joging di sekitar hotel dan sarapan pagi, kami berdua pergi ke dua obyek wisata unggulan Shenchen yaitu Window of the World (WOW) dan Splendid of China.  Perjalanan menuju ke WOW dengan MTR cukup jelas tanpa ada kesulitan, karena begitu exit dari stasiun WOW langsung berhadapan dengan area WOW yang sangat luas.  

Foto belatar belakang negeri kincir angin
  Window of the World merupakan wahana rekreasi berupa koleksi bentuk miniatur dari berbagai tempat wisata, bangunan-bangunan monumental di seluruh dunia, mulai dari Menara Eiffle, Menara Pisa, Candi Borobudur, Pagoda, Angkor Wat,  Gedung Putih, Air Terjun Niagara,  Istana Kerajaan dari berbagai negara, Tembok China dan lain-lain.  Mengelilingi area yang sangat luas ini tentu capek, karena itu disediakan fasilitas transportasi monorail dan kereta gandeng bertenaga battery.  Biaya untuk monorail sebesar 20 yuan dan kita bisa mengelilingi area melalui pemandangan dari atas, karena lintasan monorail melalui ketinggian di atas pucuk-pucuk pohon yang tertanam rapi di taman ini.  Namun untuk bisa melihat secara dekat, maka  harus datang ke obyek secara langsung.  Dengan menggunakan panduan peta area yang tersedia, kami secara selektif mendatangi area yang kami pilih.   Memang cukup jauh perjalanan mengelilingi area ini, namun bulan April merupakan musim semi di China yang berarti  cuaca belum terlalu panas, sehingga meskipun banyak aktivitas tetapi keringat sulit keluar.  Dengan demikian kami masih merasa nyaman meski sudah berjalan mengitari berbagai tempat di taman ini.   

Foto berlatar belakang Capitol Hill Amerika Serikat
  Ada sedikit pengalaman menarik saat kami berada di miniatur Air Terjun Niagara.  Disana ada penjaja makanan jagung rebus dan kelapa muda dengan harga masing-masing 6 yuan dan  12 yuan.  Pada saat kami duduk santai sambil menikmati jagung rebus, tiba-tiba datang serombongan turis Indonesia dengan menggunakan kereta battery.  Kelihatannya mereka wisatawan yang diurus oleh suatu biro perjalanan.  Mereka beramai-ramai mengambil foto dengan latar belakang Niagara tiruan, dan baru sekitar 7 menit pimpinan rombongan sudah meminta agar segera kembali ke kereta.  Kata saya dalam hati, enak juga ya rekreasi sudah ada yang ngurusi, sehingga tidak usah pusing-pusing mikirin tujuan kita mau kemana, dengan cara  apa, serta siapa pemandunya.  Sedangkan kami berdua mulai dari proses persiapan, pelaksanaan dan perjalanan pulang harus memikirkan sendiri. Harus berselancar ke dunia maya untuk mencari tiket pesawat yang paling murah meski harus dibeli 6 bulan sebelumnya, menentukan obyek wisata yang bagus dan tidak mahal, mencari hotel yang tempatnya OK tetapi tidak mahal, menggunakan transportasi apa, makannya gimana, dan seterusnya.   Tapi ternyata pekerjaan itu menjadi menyenangkan dan bahkan rasanya kita sudah mencicipi berwisata sebelum wisata sesungguhnya.  Inilah namanya pembelajaran, siapa tahu ke depan bisa buka usaha travel biro wisata! Barangkali ini bisa terjadi kalau usia masih muda! Kalau sekarang menikmati saja apa yang ada.  Yah tanpa disadari kami berdua telah menghabiskan waktu sekitar 6 jam melihat tempat-tempat terkenal di dunia melalui bentuk miniatur di “Window of The World”.  Nah sebagai agenda berikutnya kami akan menuju ke Splendid of China.  Saya langsung ingat catatan sakti dari recepsionis hotel.  Setelah saya tunjukkan kepada salah satu penjaga pintu keluar WOW, ternyata lokasi SOC cukup dekat yaitu terminal setelah WOW.  Agar langsung sampai tempatnya, kami naik taksi yang hanya memakan waktu sekitar 10 menit dengan biaya 12 yuan. Pada saat di WOW, bangunan dan simbol-simbolnya bernuansa dunia, karena maklum yang ditunjukkan adalah tempat atau bangunan tersohor seantero dunia. Nuansa di SOC sangat berbeda.  Namanya saja “splendid of China” yang kalau diterjemahkan kurang lebih “keberagaman China”, maka lokasinya sangat kental dengan warna, aroma, bangunan, dan atribut China. 
Pemandangan salah satu sudut di SOC
  Untuk berputar keliling area taman ini, disediakan kereta bertenaga battery dengan bayaran 15 yuan.  Atraksi di SOC adalah berbagai macam seni yang dimiliki oleh etnik China yang sangat heterogen.  Banyak atraksi yang dijadwalkan, namun kami menikmati 2 tarian spektakuler yaitu.“Impression of China” dan “Dancing With the Dragon and Poenix”.  Tarian “Dancing With the Dragon and Poenix” merupakan atraksi paling akbar dan spektakuler, yang merupakan perpaduan seni tari, sinar laser, kembang api, tata suara, air mancur dan sebagainya.  Pertunjukkan ini dimulai pukul 20.00 selama 1 jam, dan merupakan penutup dari semua atraksi yang ada di SOC. Pertunjukan seni yang istimewa, dan sangat direkomendasikan bagi mereka yang datang ke Shenzhen.  Kunjungan ke SOC sekaligus sebagai penutup agenda kami berwisata di Shenzhen pada hari itu.  Malam itu merupakan malam terakhir kami di Shenzhen.  Sebagai pengantar tidur saya mencoba untuk mengevaluasi apa yang telah saya lihat mulai dari hari pertama di Macau, Hongkong dan Shenzhen.  Nampaknya pemerintah China telah berhasil mensejahterakan rakyatnya dengan memberdayakan secara optimal apa yang mereka miliki, mulai dari jumlah rakyatnya yang lebih dari semilyar, pemandangan alam yang mereka miliki, termasuk keberagaman budaya dari sekian banyak etnik China yang saya tidak banyak tahu.  Semua itu telah diberdayakan menjadi kekuatan ekonomi yang sangat besar.  Yang saya saksikan dalam Splendid of China merupakan gambaran keberhasilan China dalam memberdayakan keberagaman rakyatnya dalam bentuk tontonan seni yang menarik, spektakuler, dan mengundang kekaguman semua yang menyaksikan.  Mengapa Indonesia tidak bisa melakukan hal yang serupa ya?  Bahkan yang memprihatinkan keberagaman kita malahan menjadi potensi  perpecahan terhadap kesatuan dan persatuan. Apanya yang salah ya? Belum sempat memperoleh jawaban mengapa seperti itu, saya sudah terlanjur terlelap dalam tidur karena kecapekan.    
Pada hari Sabtu tanggal 23 April 2011 adalah hari terakhir kami di Shenzhen, dan pada pukul 09.00 kami sudah check out dari hotel.  Pada hari itu  merupakan libur Paskah yang berarti ada 3 hari libur akhir pekan mulai hari Jumat sampai dengan Minggu. Ternyata libur panjang tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat China untuk berwisata.  Oleh karena urusan imigrasi di Luhou untuk menuju Hongkong luar biasa padat.  Tadinya saya berpikir bahwa dengan berangkat pukul 09.00 dari Shenzhen, akan bisa tiba di Macau sekitar pukul 12.00 atau 13.00.  Perhitungannya adalah perjalanan dengan KCR dari Lowu ke Hongkong memakan waktu 1 jam, dan perjalanan dengan ferry dari Hongkong ke Macau 1 jam, ditambah toleransi sekitar  1 s/d 2 jam untuk urusan imigrasi dan lain-lain. Ternyata urusan imigrasi di Senzhen saja sudah mencapai sekitar 1 jam.  Padahal ada 4 kali pemeriksaan imigrasi, yaitu saat keluar dari Senzhen di Luohu, saat akan masuk ke stasiun Lowu di Hongkong, saat akan ke luar Hongkong di terminal Ferri Sheu Wang, dan saat masuk pelabuhan ferry di Macau.  Sebagai  gambaran betapa banyaknya orang-orang yang bepergian saat itu, bisa dilihat dari antrian ke toilet di stasiun Lowu. Antrian untuk wanita tidak kurang dari 15 menit, karena maklum waktu yang dibutuhkan oleh wanita lebih lama dari pada pria. Nah, dasar budaya Indonesia yang tidak disiplin termasuk dalam antri mengantri kembali dibawa-bawa dalam kondisi sulit seperti itu.  Isteri saya ternyata masuk ke toiletnya orang-orang cacat (disabled person), dan lucunya diikuti oleh beberapa orang lain untuk melanggar.  Wah ternyata kebiasaan jelek (mungkar) itu gampang dapat pengikut, namun sebaliknya kebisaaan baik (ma’ruf) itu sulit ditularkan


Antrian toilet yang cukup panjang di stasiun Lowu
Liburan selama 3 hari membuat lalu lintas manusia demikian padat, namun sistem transportasi di China betul-betul handal dan dapat menampung kebutuhan kapasitas penumpang.   Meskipun  tempat duduk dalam MTR penuh dan harus berdiri, namun para penumpang tetap merasa nyaman karena kondisi dalam kereta yang sejuk, bersih dan aman.

Meskipun  harus berdiri tetapi tetap nyaman karena kondisi dalam MTR yang sejuk, bersih dan aman
 
Kami sampai di Macau Ferry Terminal sekitar pukul 15.30. Agar tiba di hotel tidak terlalu sore, maka saya memutuskan untuk naik shuttle bus umum yang kebetulan sudah penuh sehingga terpaksa berdiri. Mungkin perjalanan hari ini memang banyak yang tidak menyenangkan, termasuk sopir yang membawa bus ini.  Ternyata sopir bus umum ini bertemperamen tinggi.  Kami yang berdiri di bus, jika tidak berpegangan kuat akan terlempar kesana kemari pada saat bus mulai berjalan ataupun saat akan berhenti.  Ini benar-benar “sopir menyebalkan” karena mengendalikan mobil dengan cara yang sangat kasar.  Jarak antara shuttle bus stop dengan Hotel Regency cukup dekat hanya sekitar 150 m, namun dengan tingkah laku driver yang menyebalkan tadi, maka kami masuk hotel dengan hati yang mendongkol.  Untung saja pada saat masuk hotel, kami disambut dengan recepcionis hotel yang cukup ramah dan mereka masih ingat saat kami menjadi tamu di hotel ini beberapa hari yang lalu.  Ada perbedaan yang cukup signifikan dibanding dengan saat kami check in waktu kedatangan seminggu yang lalu, mereka minta deposit sebesar 500 MOP. Untuk kali ini tidak sepeserpun uang deposit, dan check in sangat sederhana karena nama saya sudah ada di daftar tamu hotel.  Sampai di kamar hotel kami langsung mandi dan memasak untuk makan sore.  Selama seharian kami belum makan, kecuali makan snack dan minum serta buah yang dibeli dari minimart dekat hotel di  Shenzhen. Sebenarnya ada beberapa jadwal kunjungan yang telah direncanakan, yaitu Tower Macau, kawasan Grand Lisboa, Hotel Lisboa, dan Hotel Wynn, yang semuanya terletak di Macau, sedangkan obyek wisata yang di Taipa adalah City of Dream dan Hotel Venetian.  Mengingat kami telah berpengalaman naik ke bangunan semacam Tower Macau, antara lain Tower Kuala Lumpur, Tower Sydney, Sears Tower di Chicago AS, maka mengingat waktu yang sangat sempit, kunjungan ke Macau Tower dibatalkan.  Transportasi menuju ke tempat tersebut dengan memanfaatkan fasilitas hotel berupa shuttle bus dengan jadwal setiap jam.  Pada pukul 18.00 kami berangkat menuju ke kawasan hotel Lisboa dengan melewati jembatan Sai Van Bridge menuju ke Macau Peninsula (semenanjung Macau).  Dari kawasan Taipa nampak gedung-gedung tinggi, dan dari sekian gedung-gedung tersebut nampak ada gedung tinggi dengan bentuk yang unik yaitu Hotel Grand Lisboa. Di Macau Peninsula melewati Macau Tower yang cukup jangkung dan anggun. Ada yang nampak sangat berbeda dengan kunjungan kami ke kawasan ini seminggu yang lalu.  Jika seminggu yang lalu merupakan kunjungan siang hari, maka kunjungan kali ini adalah kunjungan malam hari.  Kawasan ini menjadi terang benderang serta gemerlapan dari lampu-lampu hotel berbintang. Di Wynn hotel ada atraksi dancing water yang berlangsung setiap 15 menit.  Kami menikmati dancing water dari seberang jalan, karena kalau menuju ke Wynn harus melalui subway.  Kalau kunjungan seminggu yang lalu kami masuk ke area casino di hotel Grand Lisboa, maka kali ini kami masuk ke area casino hotel Lisboa.  Modal untuk masuk arena perjudian harus berpura-pura sebagai penjudi, meskipun hanya nonton doang.  Makanya pada saat pelayan hotel mengitari pengunjung dengan menawarkan minum, kontan kami minta minum teh susu sambil berpura-pura seolah-olah baru selesai judi dan kalah.  Tidak terlalu lama kami berada di arena Casino, karena selain tidak ingin judi, menontonpun kami tidak tahu bagaimana bermain dan juga tidak tertarik untuk tahu.  Akhirnya kami putuskan untuk ke luar hotel, kemudian kembali menikmati pemandangan di sekitar hotel yang penuh glamour dan gemerlapan dekorasi lampu yang menawan yang dipertontonkan oleh bangunan-bangunan tinggi di sekitar tempat itu.   Inginnya kami berlama-lama di tempat itu, tetapi waktu kami sangat terbatas.  Kami beranjak dari tempat ini menuju ke City of Dream dan Hotel Venetian, yang letaknya ada di Taipa.   Untuk menuju ke sana, kami memanfaatkan fasilitas bus gratis yang disediakan City of Dream yang berangkat dari tempat parkir khusus di sekitar Hotel Grand Lisboa.   Betul juga, pada saat kami sampai di tempat tersebut sudah ada bus besar dengan tulisan City of Dream yang sudah akan mulai berjalan.  Saya acungkan tangan saya sebagai isyarat bahwa kami akan ikut, tetapi sang sopir sangat acuh.  Ternyata setelah saya melihat agak jauh ke depan, ada sederetan orang yang mengantri untuk transportasi ke City of Dream.  Wah malu rasanya, kelakuan masih sama seperti ngantri kendaraan bus di Yogya saja.   Akhirnya kami bisa diangkut pada giliran bus berikutnya, namun sebelum masuk ke bus petugas yang mengatur membagikan souvenir berupa kipas dan brosur tentang City of Dream.  Perjalanan dari kawasan ini ke City of Dream hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit.  City of Dream merupakan area reklamasi di Cotai Strip yang dibangun menjadi kawasan wisata.  Terdapat 4 bangunan menara di sana, yaitu Hotel Hard Rock, Hotel Crown, dan 2 tower Grand Hyatt.  Pada saat masuk ke area City of Dream, kita disuguhi aquarium, yaitu aquarium dengan ikan duyung yang berenang, yang sebenarnya merupakan animasi video dengan layar raksasa ukuran 19 m X 6,7m. Kemudian di City of Dream kita bisa menyaksikan dua macam theatre, yaitu Bubble Show dan Dancing Water Theatre.  Dengan keterbatasan waktu, kami hanya menikmati Bubble Show saja dengan tiket 30 MOP.  Kita dibawa dalam gedung yang besar, luas dan gelap, berbentuk separuh bola, sedangkan langit-langit bangunan gedung yang berbentuk separuh bola tersebut merupakan layar pertunjukan.  Pertunjukannya sendiri berupa animasi 4 naga yang saling bertarung yang dipadu dengan perubahan konfigurasi langit-langit, efek suara, cahaya, air mancur, wah pokoknya komplit dan seru deh!  Baguslah untuk ditonton!

Foto di City of  Dream dengan latar belakang Hotel Venetian
  Sehabis pertunjukan Bubble Show dilanjutkan ke Hotel Venetian yang letaknya di depan kawasan City of Dream.  Venetian merupakan hotel sangat besar dan mewah berkapasitas 3000 kamar, dengan berbagai macam atraksi di dalamnya.  Ada tempat Casino yang sangat luas, ada tempat perbelanjaan dan wisata kuliner, dan pada lantai 3 dibangun kanal dengan gondola yang konon ditiru dari Venetia Italia.

Gondola menyelusuri sepanjang kanal
Suasana di kanal tersebut diciptakan seperti senja hari dengan konfigurasi awan yang semburat kemerahan meski kami berada di sana pada malam hari.  Juru mudi gondola yang saya lihat adalah seorang remaja putri cantik yang mengayuh gondola sambil mendendangkan lagu dan bercerita.  Para wisatawan bisa menikmati pemandangan di sepanjang kanal dengan menyewa gondola yang bayarannya 350 MOP. Namun karena rasanya saat itu kami sudah benar-benar terlalu capek dan pertimbangan biaya akhirnya kami putuskan untuk tidak mencobanya.   Kunjungan ke Venetian Hotel dan City od Dream merupakan agenda terakhir di Macau hari itu.

Arena judi Casino yang sangat luas dalam hotel 
Hari Minggu tanggal 24 April adalah hari terakhir di Macau, dan setelah sarapan pagi di hotel kami langsung check out menuju bandara internasional Macau.  Wah ada satu hal yang menarik pada saat kami menumpang taksi menuju bandara, yang sangat berbeda dengan saat kami datang di bandara yang sama.  Saat kami datang di bandara ini seminggu yang lalu, sopir taksi yang membawa kami ke hotel sangat angkuh (sudah saya ceritakan pada tulisan bagian 1).  Berbeda dengan sopir taksi kali ini demikian sopan dan mau membantu kami memasukkan koper ke bagasi. Setelah sampai di bandara, dia bilang biayanya 28 MOP dan saya berikan 30 MOP. Wah ... ia berterima kasih sekali dengan gaya khas Cina.  Saya berkata dalam hati alias nggrundel : “Ya namanya orang di mana-mana ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang menyenangkan dan ada yang menyebalkan”.  Tidak peduli Cina, Belanda, Jawa atau bangsa/suku apa saja. Seperti halnya sopir taksi saat kami datang di bandara ini seminggu yang lalu, dibandingkan dengan sopir taksi saat kami akan kembali ke tanah air berbeda ibarat bumi dan langit.  Sopir yang dulu sudah sombong dan menipu dengan bayaran 70 MOP lagi! Ha..ha..ha!      
Akhirnya kami meninggalkan Macau International Airport menuju ke Malaysia, dengan berbagai kenangan yang menyenangkan maupun yang menyebalkan.  Tetapi semuanya kami anggap sebagai bagian dari rekreasi, dengan harapan bisa menambah kekayaan pengalaman.   Di Malaysia kami bermalam di salah satu hotel dekat airport, dan pagi harinya baru kembali ke Yogyakarta dengan penerbangan AirAsia paling pagi.  Demikian pengalaman kami melakukan perjalanan dengan cara “backpackingan” alias perjalanan seorang yang “limited budged”  tetapi kaya tekad dan nekat.  Semoga bermanfaat!

1 komentar: