Sabtu, 03 September 2011

MENGANGKAT NILAI I'DUL FITRI



MENGANGKAT NILAI IDUL FITRI

Ada sementara orang yang memaknai “idul fitri” sebagai sebagai akhir dari ibadah puasa. Pendapat ini didukung oleh suatu pemahaman bahwa “fitri” berasal dari kata “fithr (fathoro-yafthuru-ifthor) yang artinya ‘berbuka’. Dengan demikian “idul fitri” hanya sekedar tanda berakhirnya bulan Romadhan yang berarti pula berakhirnya seseorang untuk melaksanakan kewajiban berpuasa.  Di kalangan masyarakat Jawa istilah “lebaran” berasal dari ungkapan bahasa Jawa “wis bar (sudah selesai)”, maksudnya sudah selesai menjalankan ibadah puasa. Ini pula yang dirayakan sebagai hari kemenangan dengan berbagai cara, antara lain bersilaturohmi dengan keluarga disertai acara pesta makan ketupat-opor ayam dan kue lebaran. Untuk kepentingan silaturohmi ini, anggota keluarga yang dari jauhpun dengan berbagai kesulitan yang dialami datang mudik ke kampung halamannya.  Mereka datang dengan berbagai atribut yang dibawanya antara lain kebanggaan hidup di perantauan, pakaian baru, kendaraan baru, yang mengarah ke sifat riya’ atau pamer. Memang silaturohmi dalam bentuk berkumpul atau pertemuan keluarga (semacam pertemuan “trah”) merupakan kegiatan yang sangat manfaat sejauh  ekses “pamer” tersebut bisa diminimalisir.  

Makna ke dua dalam mengartikan “idul fitri” adalah kembali kepada kesucian atau kembali ke asal kejadian. Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah yang berarti suci. Kelahiran bayi, ibarat secarik kertas yang putih bersih dari segala coretan apapun.  Kelak orang tua dan lingkungannya yang akan mengarahkan bayi untuk membentuk dan mengembangkan dirinya, ibarat membuat tulisan/goresan pada kertas putih tersebut. Dalam perjalanan hidup manusia senantiasa tidak luput dari dosa, dan bahkan dosa dikatakan sebagai pakaian manusia. Dengan dasar itulah manusia harus selalu berusaha untuk mengembalikan dirinya  pada kondisi “fitroh”. Dalam menuju “fitroh” manusia harus menempuh proses, yang antara lain melaksanakan ibadah puasa (shoum), serta melakukan amalan-amalan saleh yang diutamakan di bulan Romadhan.  Ibadah sebulan penuh dengan mempuasakan semua aspek hidup baik fisik maupun psikis, diharapkan bisa memperoleh kesadaran pada diri manusia untuk berperan sebagai hamba dan khalifah Tuhan yang sebenarnya.  Penghambaan diri manusia kepada Tuhan diwujudkannya dalam bentuk ketulusan dalam memelihara hubungan vertikal antara manusia dengan Zat Penciptanya.  Sholat, Puasa, Zakat, dan Haji, sebagai salah satu simbol penghambaan manusia dengan Sang Khaliq, yang dalam bulan Romadhan lebih diperbanyak lagi dengan ibadah yang lain seperti sholat malam (sholat tarawih), dan i’tikaf di masjid.  Selain manusia sebagai hamba Tuhan, maka manusia juga sebagai khalifah di bumi.  Banyak yang mengartikan khalifah sebagai pemimpin, atau menurut Profesor Quraish Shihab bahwa khalifah diartikan sebagai “yang menggantikan”.  Tuhan menciptakan alam semesta termasuk bumi ini dalam bentuk produk yang belum jadi, dan manusia ditugaskan untuk melanjutkan proses penciptaan alam semesta khususnya bumi agar menjadi tempat yang nyaman dan makmur untuk dihuni manusia. Ini sama sekali tidak menggambarkan bahwa Tuhan tidak mampu melakukannya, namun sudah menjadi ketetapan Tuhan dan sekaligus sebagai ujian bagi manusia dalam menerima amanah untuk memakmurkan bumi ini.  Oleh karena itulah Tuhan mengkaruniakan akal pada manusia, dan dengan akal tersebut manusia dapat menangkap dan mempelajari imunya Tuhan berupa penomena alam semesta (ayat kauniah).  Berdasarkan ilmu Tuhan tersebut maka ditemukan dan dikelompokkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, dan selanjutnya manusia mampu menciptakan rekayasa teknologi yang digunakan untuk memakmurkan bumi. Mengingat keterbatasan kemampuan manusia dalam menguasai kompetensi, maka dalam melaksanakan tugas kekhalifaan manusia tidak bisa bekerja sendiri.  Mereka harus saling bekerja sama, dan kerja sama inilah yang melahirkan perlunya hubungan antara manusia (hablum minannash) dan bahkan hubungan manusia dengan alam sekitar(hablum min’alam). Yang kita lihat dan rasakan saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakan manusia dengan izin Tuhan, telah mampu membuat kehidupan di bumi menjadi mudah dan nyaman. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa manusia telah mampu melaksanakan tugas kekhalifaan di muka bumi ini dengan baik.
Potensi Asmahul Husna
Pemahaman tentang “fitroh” seperti yang diuraikan di atas, sudah mengarah pada pemaknaan yang lebih religius dari idul fitri.  Namun perlu disadari bahwa bayi yang diibaratkan kertas putih, tidak bisa diartikan sebagai absennya suatu potensi.  Pada dasarnya  saat embrio bayi manusia berusia sekitar 3 bulan, terjadi transaksi hidup antara bayi dan Tuhan. Pada saat Tuhan meniupkan ruh kehidupan pada setiap jiwa manusia, maka terjadi transaksi hidup berupa penanaman tauhid yaitu kesaksian manusia terhadap keesaan Tuhan. Bersamaan dengan itu setiap jiwa manusia merekam sifat-sifat Tuhan yang menjadikan manusia, serta manusia merindukan sifat-sifat tersebut dan menyimpannya di alam bawah sadarnya. Inilah sifat-sifat mendasar manusia yang juga berlaku universal, karena tidak melihat bangsa dan agama.  Setiap manusia seberapapun kecilnya akan terharu melihat penderitaan seseorang, karena dalam diri manusia tersimpan potensi yang meniru sifat Tuhan yaitu Ar Rahman (Pengasih) dan Ar Rahiim (Penyayang). Mengapa manusia merindukan pemimpin yang adil dan bijaksana, karena dalam diri manusia terdapat potensi meniru sifat Tuhan yaitu Al ‘Adl (Maha Adil) dan dan Al Hakim (Maha Bijaksana). Mengapa manusia mengagumi orang-orang pandai berilmu tinggi, karena dalam jiwa manusia tersimpan potensi yang meniru sifat Tuhan yaitu Al ‘Aliim (Maha Memiliki Ilmu) dan Ar Rasyiid (Maha Pandai). Mengapa manusia menyukai jiwa kreatif dan inovatif, karena dalam diri manusia terdapat potensi yang meniru sifat Tuhan yaitu Al Khaliq (Maha Pencipta) dan Al Hafiizhu (Maha Pemelihara).  Istilah “meniru” dalam hal ini bukan berarti mensejajarkan, namun lebih berarti melakukan upaya mendekatkan atau taqorrub melalui aktivitas baik yang menyangkut hablum min Alloh, hablum minanash, serta hablum min’alam. Pemahaman dan pelaksanaan peran manusia sebagai hamba dan khalifah Tuhan, dengan orientasi dan penerapan dalam hablum minalloh, habluminanash, dan hablum min’alam, yang pada ujungnya akan menampilkan manusia dengan kesalehan holistik. Kesalehan holistik dimaksud adalah manusia saleh secara keseluruhan yang meliputi saleh secara individu, saleh secara sosial, dan saleh secara profesional. Saleh individu tumbuh karena ketaatan manusia untuk memelihara hubungan vertikal dengan Tuhan dalam bentuk ibadah-ibadah  ritual, sedangkan saleh secara sosial dan profesional tumbuh karena tanggung jawab manusia sebagai khalifah Tuhan untuk selalu berinteraksi dengan manusia lain serta dengan alam lingkungannya.  Manusia dengan predikat saleh sosial akan selalu bisa menempatkan dirinya secara baik dan serasi dalam pergaulan di masyarakat. Selanjutnya manusia dengan predikat saleh profesional akan melaksanakan profesi  masing-masing secara optimal bagi kemashalakatan masyarakat. Misalnya mereka menjadi pemimpin yang saleh, pengusaha yang saleh, birokrat yang saleh, karyawan yang saleh, dosen yang saleh, mahasiswa yang saleh, petani yang saleh, demikian seterusnya. Pemimpin yang saleh, jika ia mampu menggunakan kekuasaannya untuk mengayomi dan melindungi masyarakat yang dipimpinnya. Dosen yang saleh jika mereka mampu melaksanakan Tri Darma PT secara baik dan bertanggung jawab.  Pengusaha yang saleh, jika mereka jujur dan fokus untuk memberi kepuasan kepada para pelanggan, demikian seterusnya. Sebagai catatan bahwa saleh sosial dan profesional yang didasari oleh soleh individu, akan menjadikan kesalehan holistik yang berkualitas, karena semua bentuk kesalehan disandarkan pada semangat mencari ridhlo Tuhan. Diharapkan pemahaman makna Idul Fitri akan dapat meningkatkan peran kita selaku hamba dan khalifah Tuhan, dalam bentuk perilaku kesalehan holistik, yaitu saleh individu atau saleh ritual, saleh sosial, dan saleh profesional.  Semoga!
Suyitmadi Pujosukarto      



Tidak ada komentar:

Posting Komentar