Kamis, 18 Agustus 2011

MENAKAR HARGA PROKLAMASI KEMERDEKAAN


MENAKAR HARGA PROKLAMASI KEMERDEKAAN


     Penindasan kolonialisme Belanda selama 3,5 abad ditambah dengan kekejaman pendudukan tentara Jepang yang berlangsung hanya 3,5 tahun, telah menambah daftar panjang kesengsaraan dan pengorbanan bangsa Indonesia. Korban jiwa tak terhitung, harta kekayaan Indonesia dikuras habis-habisan baik yang ada di permukaan tanah ataupun yang terkandung di dalam perut bumi, rakyat dibebani dengan berbagai macam pajak, masyarakat dipecah belah, dan harga diri direndahkan. Penderitaan dan kenestapaan yang berlangsung sangat lama ini merupakan “tumbal”  bagi terwujudnya Indonesia yang merdeka dan terbebas dari segala bentuk penindasan. Salah satu bentuk pengorbanan lain dari proses dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang sering lepas dari pengamatan kita adalah penderitaan masyarakat sipil di negeri Jepang sendiri.  Tentara kekaisaran Jepang  terkenal dengan semangat yang sangat tinggi, heroik, pantang menyerah, sangat loyal dengan kaisar, dan ribuan dari mereka merupakan pilot “kamikaze”. Pilot “kamikaze” ini siap mati dengan cara menukikkan pesawat terbang dengan kecepatan tinggi dan menubrukkannya ke sasaran-sasaran strategis seperti kapal perang sekutu. Surat-surat wasiat berisi pesan-pesan terakhir para pilot “kamikaze” yang tersimpan di “Peace Memorial Museum” di Hiroshima, membuat bulu roma merinding karena menggambarkan betapa luar biasanya semangat  para penerbang tempur Jepang ini dalam membela kekaisaran.  Melihat semangat tentara kekaisaran Jepang yang demikian, maka Amerika dan sekutunya ingin cepat-cepat menyelesaikan perang dengan menggunakan senjata pamungkas yaitu bom nuklir.  Tekad itu dibuktikan dengan serangan bom nuklir di kota padat penduduk Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, yang tercatat dalam sejarah sebagai penggunaan bom nuklir yang pertama kali dalam peperangan. Guna lebih meyakinkan keberhasilan penggunaan bom nuklir sebagai senjata penakluk, maka pada tanggal 9 Agsutus 1945 dilakukan serangan kedua dengan menjatuhkan bom nuklir “Fat Man” di kota Nagasaki. Jumlah kerusakan infrastruktur dan korban tewas di dua kota tersebut sangat spektakuler.  Sekitar 140 ribu jiwa melayang di Hiroshima dan sekitar 80 ribu di Nagasaki.  Korban tewas dengan cara yang sangat memilukan dan menyentuh nilai kemanusiaan yang sangat dalam, berupa tubuh yang hancur terbakar karena efek ledakan bom yang menghasilkan gelombang tekanan dan suhu yang sangat tinggi, serta penderitaan yang lama karena berbagai penyakit yang diakibatkan oleh radiasi nuklir yang mematikan. Serangan bom nuklir di dua kota tersebut, dan ditambah dengan kekalahan demi kekalahan yang diderita Jepang dalam Perang Asia Timur Raya sebelumnya, akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Menyerahnya Jepang kepada sekutu mengakibatkan terjadinya kevakuman kekuatan dan kekuasaan di berbagai wilayah pendudukan Jepang, tidak terkecuali Indonesia.  Kesempatan itulah yang digunakan oleh Soekarno-Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan demikian proklamasi kemerdekaan Indonesia dipercepat akibat terjadinya kehancuran dan korban ratusan ribu masyarakat sipil tak berdosa di Hiroshima dan Nagasaki, disamping penderitaan rakyat Indonesia yang ratusan tahun lamanya ditindas secara kejam saat penjajahan Belanda maupun Jepang. Dari sinilah kita  bisa menakar harga proklamasi kemerdekaan Indonesia.  Berkumandangnya proklamasi kemerdekaan Indonesia ternyata harus ditebus dengan pengorbanan jiwa, tumpahan darah, mengucurnya keringat dan air mata para syuhada kemerdekaan, serta penderitaan rakyat Indonesia dalam masa yang sangat panjang, termasuk ratusan ribu korban bom nuklir di Jepang.  Pengorbanan mereka tidak ternilai harganya dan merupakan “tumbal” bagi lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah 66 tahun berkumandangnya proklamasi kemerdekaan Indonesia, ternyata kondisi negara kita masih belum memenuhi harapan para pejuang kemerdekaan, para pendiri bangsa, ataupun harapan seluruh rakyat Indonesia.  Carut marut negeri ini masih meliputi di banyak aspek, antara lain kedisiplinan nasional yang rendah, keadilan belum ditegakkan, angka kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, serta keamanan dan ketertiban masyarakat yang belum menjamin. Kondisi ini jelas sangat kontradiktif dengan keinginan luhur para pejuang dan pendiri bangsa, serta harapan seluruh rakyat Indonesia untuk bisa hidup lebih sejahtera. Diharapkan pada setiap Upacara Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia dimana “teks proklamasi” dibacakan, akan lebih menekankan lagi bagi tumbuhnya kesadaran para penyelenggara negara baik unsur pemerintah, legislator, ataupun para penegak hukum terhadap pentingnya amanah rakyat yang dibebankan di pundak mereka. Dengan demikian mereka akan berusaha lebih keras untuk mengelola negara ini menuju cita-cita yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

1 komentar:

  1. saya anak kolong yang terdaftar sebagai mahasiswi stta. pak, sepertinya negara melanggar Pancasila.Sila ke 1 dari pancasila Mengakui adanya Tuhan, berarti menjalanjan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Sekarang Tuhan melarang zina dan minuman keras, tapi anehnya mengapa negara ini malah melegalkan tempat hiburan yang memfasilitasi tersedianya perzinaan dan minuman keras di tempat itu, bahkan di indomaret pun terang2an di jual minuman keras.Katanya ideologi dasar negara adalah PANCASILA, kok malah melanggar sila 1 ??!!!
    Di sistem demokrasi, Pancasila hanya sebuah wacana ideologi tanpa penerapan. beda dengan syariat Islam dan khilafah(negara islam) yang satu2nya bisa di dambakan ummat menjadi kenyataan. bagaimana menurut bapak dengan pernyataan saya ini?

    apakah bapak setuju dengan berdirinya daulah khilafah islamiyah?

    BalasHapus