Sabtu, 21 Desember 2019

HUSNUL KHOTIMAH


Husnul khotimah artinya “berakhir dg kondisi terbaik”.  Kata “akhir” adalah ujung dari sebuah siklus. Awal siklus dimulai dengan proses kelahiran dan berakhir dengan proses kematian. Kematian yang datang pada saat dirinya dalam kondisi  terbaik adalah sebuah kematian yang “husnul khotimah”. Tersebut sebuah kisah seorang wanita pelacur yang menderita kehausan amat sangat, kemudian dengan susah payah dari sisa tenaganya bisa mengambil air dari sumur tua dengan sepatunya. Ternyata air itu malah diberikan kepada seekor anjing yang dalam kondisi sekarat karena kehausan, dan selanjutnya sang pelacur sendiri mati karena kehausan. Dosa yang dijalaninya bertahun-tahun sebagai pelacur, pada akhir hayatnya terhapus oleh amalan kebaikan yang Allah sangat ridhlo. Amal kebaikan tersebut yaitu memberi minum pada anjing yang sekarat karena kehausan, dengan mengorbankan jiwanya sendiri. Ini adalah contoh kematian yang “husnul khotimah”. Masih ingat kisah seorang penjahat besar yang telah memenggal 100 kepala kemudian bertaubat? Setelah bertaubat dia diperintahkan untuk meninggalkan tempat tinggalnya yaitu di “kampung keburukan” menuju kampungnya orang-orang sholeh yaitu “kampung kebaikan”. Tetapi sayang dia mati dalam perjalanannya. Ternyata posisi dia mati berjarak lebih dekat dengan “kampung kebaikan” dari pada “kampung keburukan”. Lebih dekatnya posisi dia mati dengan “kampung kebaikan” menandakan ada “niat kesungguhan” si penjahat untuk betul-betul meninggalkan perilaku dosa. Meskipun dia belum sempat membuat amalan-amalan kebaikan yang nyata, namun “niat kesungguhan” itu telah menghapus dosa-dosa besarnya yang telah bertahun-tahun dia lakukan dan ada jaminan kelak dia masuk surga. Inilah kematian yang “husnul khotimah”. Jadi proses akhir siklus merupakan sesuatu yang sangat penting dalam perjalanan hidup.
Life Expectancy (angka harapan hidup) orang Indonesia menurut World Population Review tahun 2019 adalah 71,6 tahun. Komunitas purnawirawan termasuk anggota PPAU yang rata-rata berada di kisaran usia harapan hidup, berarti secara alamiah memang berada pada area sekitar gerbang kematian. Maka bukanlah sesuatu yang aneh kalau group media sosialnya PPAU sering mewartakan berita lelayu. Ini sangat wajar, logis dan alamiah, jika kita merujuk pada Life Expectancy orang Indonesia. Kematian adalah sebuah kepastian. Hanya waktunya kapan, tempatnya di mana dan dengan cara apa kematian itu datang, semuanya hanya Tuhan Sang Pencipta yang mengetahui.  Meskipun seseorang tidak bisa menebak secara akurat kapan seseorang akan mati, namun secara tersamar sebenarnya selalu diingatkan. Usia kasepuhan dengan kondisi fisik dan psikis yang terus menerus mengalami kemunduran (degradasi), adalah isyarat semakin dekatnya waktu itu tiba. Maka diharapkan muncul sebuah kesadaran diri untuk selalu berbenah secara lahir dan bathin, agar semuanya berakhir dengan kondisi yang terbaik atau “husnul khotimah”. Nah ini semua perlu upaya dan do’a, agar seseorang dikaruniai kematangan spiritual dalam menjalani fase akhir dari siklus hidup.
Seseorang yang berada di usia sekitar 70-an tahun, jika diibaratkan dalam fase penerbangan maka ia berada pada fase final approach untuk landing. Final approach adalah proses pesawat descend (menurun) mendekati landasan pacu dalam posisi line up (lurus) dengan runway center  (garis tengah landasan pacu) dan glide slope yang tepat untuk bisa menjejakkan roda pesawat di touch down zone secara tepat. Pesawat pada fase penerbangan ini sudah dalam konfigurasi landing, dengan flap yang diturunkan secara bertahap. Tujuan flap diturunkan untuk menghasilkan gaya angkat yang cukup pada saat kecepatan rendah. Dengan full flap maka pesawat bisa descend dengan kecepatan serendah mungkin tetapi tetap aman (tidak stall). Ingat dahulu saat kuliah pada masa Karbol, bahwa fungsi flap adalah menambah gaya angkat dengan cara memperbesar Clmax, menambah luas sayap ataupun mengendalikan boundary layer (misal jenis fawler flap pada Boeing 747 series).  Terbang descend dengan kecepatan yang rendah, akan memudahkan justing pilot untuk menjejakkan roda pesawat di touch down zone secara tepat. Pada saat roda pesawat menyentuh landasan maka thrust reverser dan ground spoiler bekerja secara serentak untuk proses pengereman. Thrust reverser membalikkan vektor thrust sehingga menghasilkan efek pengereman yang signifikan, dan ground spoiler selain sebagai airbrake juga menghasilkan negative lift. Dengan negative lift (dumping lift) yang dihasilkan oleh ground spoiler mengakibatkan beban pesawat yang tadinya ditanggung oleh wing dipindahkan ke roda. Kondisi seperti itu menjadikan cengkeraman roda terhadap runway menjadi lebih tied, sehingga pengereman roda pesawat menjadi sangat efektif untuk menghentikan pesawat dengan sempurna.  Inilah fase terakhir dalam proses penerbangan.  Jadi kalau direnungkan semua peralatan (devices) untuk landing apakah itu yang termasuk High Lift Devices (flap, slot/slat dsbnya)  spoiler, thrust reverser dan wheel brakes, akan membantu pilot untuk landing atau kembali ke tanah dengan smooth dan nyaman. Tidak ‘overshoot” dan juga tidak “undershoot”. Ini adalah landing yang “husnul khotimah!” Jika ditransformasikan dalam kehidupan, mengisyaratkan bahwa kita sudah waktunya untuk lebih meningkatkan kualitas ibadah secara total. Ya ibadah mahdhoh (ibadah vertikal)  yaitu ibadah insan dengan Tuhan, dan ibadah ngghoiru mahdhoh (ibadah sosial) dalam wujud kualitas interaksi baik terhadap manusia sesama ataupun dengan alam semesta. Dua kisah yang diceritakan di atas menyimpulkan bahwa akhir proses mempunyai value yang luar biasa. Keduanya digambarkan telah mendapatkan ampunan dan kehidupan akhirat yg bagus. Dosa bertahun yang mereka perbuat terhapus oleh amalan kebaikan yang besar di akhir proses. Demikian juga dalam fase penerbangan. Accidents dan fatalities di final approach and landing, menduduki rangking tertinggi dibanding dengan fase lainnya. Maka sebaiknya kita ekstra hati2 di fase akhir hidup. InsyaAllah…...

Sabtu, 03 November 2018

MODA TRANSPORTASI UDARA MASIH YANG TERAMAN



Setiap terjadi kecelakaan pesawat,  selalu berdampak psikologis antara lain rasa takut terbang. Apalagi berita tentang aircraft accident biasanya selalu di "blow up" secara besar-besaran. Tetapi berdasarkan statistik, bahwa moda transportasi udara tetap yang teraman dibanding moda transportasi lainnya. Mengapa? Marilah secara sederhana kita analisis berdasarkan kondisi dari moda transpotasi udara dibandingkan dengan moda transportasi darat.
1. Hampir setiap orang bisa mengemudikan mobil. Syaratnya mudah, antara lain bisa menjalankan  mobil, bisa mundur dan memarkir dengan baik, mengerti rambu, mempunyai  Surat ijin Mengemudi (SIM), selesai perkara! Kalau menjadi pilot, saat direkrut saja membutuhkan persyaratan "sak abreg" jumlahnya. Misalnya harus sehat jasmani dan rochani, memiliki postur tubuh yang baik dan sebagainya. Pendidikan dan trainingnya membutuhkan waktu yang lama dan dengan biaya yang cukup tinggi. Setelah luluspun tidak langsung menerbangkan pesawat, karena harus menempuh pendidikan dan traning untuk mendapatkan lisensi pilot komersial. Kemudian untuk menjadi Captain Pilot pesawat tertentu masih harus melewati perjalanan yang cukup panjang. Kemudian kompetensi pilot harus di check setiap 6 bulan, seperti kesehatan dan juga kompetensi terbang dengan simulator. Artinya untuk menjadi pilot jauh lebih rumit dibanding menjadi sopir, disamping kompetensi pilot lebih terjaga dan terawasi.

Langit maha luas dan pesawat bisa diatur secara horizontal dan vertikal

2. Kita lihat lewat aplikasi flightradar 24 terlihat begitu banyak pesawat yang terbang di langit. Tetapi langit adalah daerah yang sangat luas, dan posisi pesawat bisa diatur penerbangannya baik secara vertikal ataupun horizontal. Ditambah lagi bahwa  pergerakan pesawat selalu diawasi dan diatur oleh Air Traffic Control (ATC), mulai dari fase awal sampai fase akhir penerbangan. Radar ATC berputar selama 24 jam nonstop, untuk selalu memonitor pergerakan pesawat di langit. Bandingkan dengan lalu lintas  di Jl. Solo Yogya yang sangat pada ibarat bumper beradu dengan bumper. Mereka hanya bisa diatur secara horisontal. Petugas terminal bus hanya bisa mengatur keberangkatan bus, tetapi tidak pernah mengetahui di mana posisi dan kondisi mereka dalam perjalanan. Artinya bahwa dengan alasan ketersediaan space yang ada, mobil lebih gampang bertubrukan dari pada pesawat. Pesawat yang bertubrukan di udara sangat tidak lazim terjadi, kecuali beberapa kasus yang terjadi dalam "aerobatic show".
3. Misalnya  kita naik bus, pernahkah kita bertanya ke Pak Sopir : "kondisi sistem remnya gimana Pak? Ganti oli mesin belum Pak? Filter AC kapan digantinya, jangan-jangan kalau sudah kotor nanti kompresor AC bisa meledak di jalan! Demikian seterusnya! Tentu kita tidak akan bertanya seperti itu! Jangankan bertanya, bahkan melihat ban bus sudah gundul saja kita segan menegur. Dari pada nanti si spoir gantian menegur kita : "sampeyan itu kok kepo banget tho!" Di pesawatpun kita tidak akan "kepo" untuk bertanya seperti itu. Tetapi semua jenjang perawatan pesawat dan komponen-komponennya mulai pemeliharaan preventive, corrective dan restorative dilaksanakan dengan baik serta terdokumentasi dalam log book dan selalu disupervisi. 
Belum lagi hampir semua sistem di pesawat ada sistem backup yang akan mengganti jika terjadi kegagalan dalam satu sistem. Dengan demikian frekuensi kerusakan sistem/komponen mobil jauh lebih  tinggi dari pada pesawat.
4. Pengendalian pesawat biasanya menggunakan autopilot yang sudah diprogram oleh pilot. Ini akan mengurangi beban pilot, shg PIC dan Co-pil tidak cepat lelah (fatique). Bandingkan dg mobil/bus, di mana tangan sopir hrs pegang stir dan juga me-mindah2 tuas gigi, sementara kaki kiri nginjak kopling (kalau transmisi manual) dan kaki kanan nginjak rem. Mata melotot tajan ke depan, yg semua ini membuat cepet capek fisik dan psikis (fatique). Maka banyak kecelakaan terjadi akibat sopir ngantuk/lelah.
Ini sekedar catatan yang hanya melihat sedikit dari aspek pilot dan pesawatnya. Pendek kata bahwa semua komunitas yang terlibat dalam penerbangan, menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama. Semua komunitas yang terlibat dalam dunia penerbangan baik captain pilot/copilot serta  aircrews lainnya, petugas ATC, ground crew dan lain-lain adalah komunitas yang "well educated" dan "well trained". Semuanya bekerja demi keselamatan. Gambar di bawah adalah statistik korban jiwa akibat kecelakaan semua moda transportasi di AS, yang menggambarkan tentang rasio jumlah korban jiwa pada setiap pergerakan 1 milyar penumpang dengan jarak permil yang diamati mulai tahun 2000-2009. Korban meninggal untuk tansportasi udara hanya 0.07 orang, sedangkan yang tertinggi yaitu motor 212.57 orang.

Rasio  korban meninggal dunia dari berbagai moda transportasi di AS

Bagaimana untuk negeri kita? Kelihatannya secara urutan sama, cuma angkanya saja yang berbeda. Hayo siapa yang berminat untuk mengadakan surve? Tapi kesimpulannya bahwa moda pesawat terbang tetap yang teraman. Bisa jadi dalam perjalanan dari rumah ke bandara yang jaraknya relatif sangat dekat, tetapi lebih berpotensi celaka dari pada penerbangan yang menyeberangi samudra dan melintasi berbagai negara, serta mendarat di bandara destinasi terakhir yang ribuan mil jaraknya ........