Selasa, 31 Januari 2023

PENERBANGAN HANTU

 

     Tausiah membicarakan tentang mati. Mati adalah keniscayaan atau kepastian. "Kullu nafsin zaa`iqatul-maụt" atau "setiap yang bernyawa akan merasakan mati". Tetapi ada 3 hal yang menyangkut urusan mati, adalah rahasia illahi. Tiga hal ini tidak dibocorin ke siapapun, even malaikat. Tiga urusan itu adalah kapan mati, di mana mati, dan dengan cara apa mati. Kapan mati! Mati tidak harus urut usia. Bisa jadi yg muda duluan, dan yang tua belakangan. Atau juga sebaliknya. Yang tua belakangan dan yang muda duluan (just a joke). Di mana mati! Kebanyakan kepingin mati dengan ditungguin sama keluarga yang dicintai. Terus cara mati. Ya kebanyakan milih dengan cara yang wajar. Misal memilih melalui sakit yang tidak lama-lama. Meskipun sakit itu sendiri sebenarnya sebagai  cara Tuhan untuk mengurangi/menghapus dosanya. Merenungkan 3 hal yang dirahasiakan Tuhan tentang urusan mati ini, saya terus ingat kejadian mati yang dialami para penumpang pesawat milik Helios nomor penerbangan 522 pada tahun 2005 yang mengantarkan kematian bagi 121 penumpangnya. Sekaligus sebagai jawaban 3 hal urusan mati yang disingitkan oleh Tuhan. Yaitu kapan, di mana dan cara mati. Kapan? Dijawab th 2005 bulan Agustus. Di mana? Dalam pesawat penerbangan dari Ciprus ke Praha yang transit di Athena Yunani. Cara mati? Mereka kekurangan oksigen. Mengapa demikian? Sehari sebelum accident, mekanik yang memperbaiki sistem tekanan cabin tidak mengembalikan "pressurization mode selector" ke posisi "auto". Jadi tetap pada posisi "manual". Demikian juga waktu check sebelum terbang, mode selector tetap "manual". Mungkin lazimnya mode selector itu selalu pada posisi "auto". Jadi mereka tak terlalu memperhatikan kali. Artinya jika tetap pada posisi "manual", maka pilot harus mengatur tekanan cabin selama penerbangan. Tapi karena pilot tidak menyadari bahwa mode selector posisi "manual", maka dia tidak mengatur tekanan tersebut. Padahal tekanan cabin berhubungan langsung dengan kecukupan oksigen. Tekanan cabin cukup maka oksigen cukup, sebaliknya tekanan cabin kurang ya oksigen berkurang juga. Saat terbang menanjak (climbing) sampai ketinggian 18000 kaki, lampu peringatan ketinggian cabin (cabin altitude warning light nyala) menandakan bahwa tekanan dalam cabin cukup rendah. Ini logis karena saat pressurization mode selector pada posisi manual, katub yg menghubungkan cabin dan udara luar terbuka sebagian (partially opened). Jadi tekanan cabin akan sama dengan tekanan udara luar. Padahal pada ketinggian 18000 kaki (5500 m), tekanan udaranya tinggal setengah dari ketinggian muka laut. Demikian juga kandungan oksigen. Kondisi ini bertambah buruk karena pada kenyataannya pesawat terus climbing. 


Penerbangan Hantu

Saat pilot berkomunikasi dengan teknisi maskapai, dia minta pilot untuk meyakinkan bahwa mode selector pada posisi "auto". "Can you confirm that the pressurization panel is set to AUTO?" Tapi pilot tidak menanggapi. Saat itu mungkin pilot sudah mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen. Gejalanya dimulai dari halusinasi, koordinasi limbung, tak sadarkan diri dan bisa meninggal. Maka pesawat terus terbang tanpa ada pilot yang menerbangkannya. Karena penerbangannya sudah diset “autopilot”. Pilot dan copilot tak sadarkan diri, cabin crews dan semua penumpang demikian juga. Sehingga penerbangan Helios 522 yang hampir 3 jam itu disebut "ghost flight" alias "penerbangan hantu". Dari tragedi ini disimpulkan bahwa urusan kapan, dimana dan dengan cara apa mati adalah rahasia illahi. No one knows ....

Minggu, 29 Januari 2023

PERISTIWA "DITCHING" DENGAN GAUNG BERBEDA

  
Overhead di atas Sungai Hudson

 
     Burung adalah makhkuq terbang, sedangkan pesawat terbang adalah wahana buatan manusia yang bisa terbang. Pada fase penerbangan tertentu, pesawat dan burung bisa berada dalam media yang sama, sehingga kemungkinan akan terjadi tubrukan. Terbukti adanya sederet kecelakaan (accidents) dan peristiwa (incidents) akibat terjadinya tubrukan antara pesawat dengan burung ("bird strike"). Salah satu yang paling ngetop dan viral  adalah kisah pesawat Airbus A-320 milik US Airways nomor flight 1549. Accident terjadi pada tanggal 15 Januari 2009.  Beberapa detik setelah pesawat tinggal landas dari Bandara LaGuardia New York dengan destinasi Charlote NC, tiba-tiba menumbuk sekawanan angsa Canada. Akibatnya ke dua engine rusak total dan hilang daya dorongnya. Perintah Pengatur lalu Lintas Udara (ATC) agar pesawat kembali mendarat di LaGuardia atau divert ke bandara Teterboro. Namun heading pesawat justru mengarah ke Sungai Hudson. Maka akhirnya dilakukan ditching (mendarat di air).
 
Ditching di Sungai Hudson

 Lha saya terus berpikiran untuk membandingkan dengan Captain Abdul Rozak yang melakukan hal yang mirip sama. Yaitu melakukan “ditching” dengan selamat di Bengawan Solo dengan Boeing 737-300 Garuda flight no GA-421 pada tanggal 16 Januari 2002. Penyebabnyapun mirip sama, yaitu FOD (“foreign object damage”). Cuma bedanya kalau yang di Amerika FOD-nya sekawanan angsa, tetapi kalau di Indonesia adalah butir-butir es. Pesawat Boeing 737-300 dengan nomor penerbangan GA 421 destinasi Yogya dari Lombok, tiba-tiba masuk ke dalam badai Cumulonimbus (Cb) beberapa saat setelah meninggalkan ketinggian jelajah. Akibatnya pesawat mengalami turbulensi hebat dan 2 engine mati gara-gara menyedot butir-butir es.  Bahkan setelah engine quit, pesawat ini juga gagal menghidupkan APU (auxilliary power unit). Seperti diketahui APU sebagai sumber daya listrik dan udara bertekanan (untuk presurized cabin, air start, heater, AC dll).  Akibatnya dalam cabin gelap dan semua instrumentasi pesawat yang menggunakan listrik mati. Ditambah lagi lagi bahwa “ditching” di Bengawan Solo ini terjadi di antara 2 jembatan dengan jarak yang relatif deket. Jadi “glide slope” saat landing approach harus dilakukan dengan sempurna agar tidak menubruk jembatan. Meski ke dua accident ini mirip sama, tetapi gaungnya jauh berbeda. Tak ada produser dan sutradara film yang mengangkat peristiwa ini ke layar lebar. Tidak ada yang menyuarakan peristiwa ini ke tataran dunia dengan sebutan "the miracle on the Solo River".  Atau lebih spesifik lagi "the miracle on the Serenan River". Karena Bengawan Solo ini berada di wilayah Kalurahan Serenan.  Wah kalau itu terjadi, "ndesoku" jadi terkenal karena memang dekat situ. Lha malah konangan asalku dari mana .....

Pesawat Garuda GA 421 Ditching di Bengawan Solo

 

 

Minggu, 22 Agustus 2021

TUMBUKAN PESAWAT DENGAN BURUNG



    Dalam penerbangan ada istilah FOD singkatan dari "Foreign Object Damaged". "Foreign Object Damaged" adalah benda yang bisa merusakkan jika tersedot masuk ke dalam engine atau menumbuk bagian pesawat lainnya."Foreign Object Damaged" bisa berasal dari alam atau buatan. Yang buatan bisa berupa potongan kawat, patahan baut, rivet dsbnya. Karena itu daerah pergerakan pesawat seperti appron, taxiway, landasan pacu harus betul-betul steril dari benda-benda tersebut. Yang berasal dari alam bisa berupa benda mati seperti kerikil, pasir, dan lain-lain. Sedangkan benda berasal dari alam dan hidup adalah satwa terutama burung. Burung sangat potensial sebagai FOD. Jika tersedot bisa merusak engine dan mengancam keselamatan penerbangan. Ada dua jenis bahaya yang disebabkan oleh burung yang tersedot engine. Seekor atau sekawanana burung dengan ukuran besar dan kecepatan tinggi, energi kinetiknya akan membentur fan engine. Jika terjadi fracture (kepatahan) pada fan, maka patahan tersebut akan secara beruntun merusak bagian-bagian engine lainnya. Jika bagian engine mampu menahan beban tumbukan, maka masih ada bahaya ke dua. Badan burung yang membentur fan, mengakibatkan gangguan aliran udara pada kompresor engine. Gangguan tersebut akan mengakibatkan stall pada kompresor. Kompresor bisa stall, karena sudu kompresor mempunyai profil yang sama dengan irisan sayap yaitu "airfoil". Jika sayap yang stall, maka terjadi kehilangan lift secara drastis sehingga pesawat akan kehilangan ketinggian. Kalau yang stall adalah kompresor, maka engine akan kehilangan kompresi (tekanan) dan jumlah massa udara. Yang akhirnya engine kehilangan daya (power loss). Karena massa udara yang masuk engine berkurang, maka engine mengalami kekurangan pendinginan sehingga overheating. Fuel dalam ruang bakar yang seharusnya dibakar dengan campuran udara yang cukup, tetapi karena massa udara yg kurang maka ada kelebihan fuel yang tidak terbakar. Pada saat sisa fuel yang tidak terbakar mengalir ke belakang dan bertemu dengan temperatur tinggi dalam turbin, maka uap fuel akan terbakar sehinga menghasilkan flame (nyala api) di exhaust duct dari engine. 
 
 
Compressor stall dengan flame menyembur dari exhaust engine
 
 
Kemudian pembakaran dalam ruang bakar yang menghasilkan tekanan tinggi, akan menyembur dalam wujud flame (nyala api) ke belakang dan juga ke depan. Flame yg menyembur ke depan, disebabkan adanya aliran balik (reverse flow) akibat kompresi kompresor yang rendah. Setiap terjadi flame disertai suara letupan (bang) dan getaran (vibrasi) yang keras.
 
 
Compressor stall dengan flame menyembur dari exhaust dan inlet engine
  
Yah ternyata bahwa keberadaan satwa khususnya burung sebagai FOD cukup potensial untuk mengancam keselamatan penerbangan. Kebetulan juga bahwa di bandara itu selalu tersedia area di mana burung sangat suka untuk menjadikannya sebagai habitat atau sekedar mampir. karena ketersediaan makanan seperti biji-bijian, serangga dan sebaginya. Misalnya area berumput di sekitar taxi way, shoulders dan seterusnya. Mungkin ini maunya Tuhan agar orang selalu berpikir dan berikhtiyar, bagaimana hidup berdamai dengan sesama makluq ciptaanNya. Pesawat aman terbang, burungpun nyaman dengan habitatnya. Maka bagaimana pabrik engine atau pabrik pesawat menciptakan produk yang handal terhadap bird strike (tumbukan burung)?  InsyaAllah kita bisa sambung lagi …… 

Bahaya Burung Tersedot Engine Pesawat Terbang

 
 
         Berbicara lagi tentang pesawat dan burung. Burung jadi bahaya jika berada di tempat yang salah. Mereka sebagai FOD (foreign object damage) yang bisa mengancam keselamatan penerbangan. Saat ini baik pabrik pesawat ataupun engine berupaya meningkatkan produknya untuk lebih handal terhadap "bird strike" (tumbukan burung). Ternyata kemajuan teknologi engine pesawat terbang bersambut dengan design engine yang tahan terhadap "bird strike". Engine pesawat transport modern, hampir pasti menggunakan turbofan dengan bypass ratio yang tinggi. Turbofan adalah engine dengan "fan" berukuran besar di depan "core engine" (inti engine) atau biasa disebut "gas generator" yang lebih kecil. Dengan adanya "fan", maka aliran udara yang masuk ke dalam engine terbagi menjadi dua. Yang masuk "core engine" disebut "hot stream", karena udara yang masuk core ini dicampur dengan fuel kemudian dibakar dan gas hasil pembakarannya diakselerasikan lewat exhaust untuk menghasilkan gaya dorong yang disebut "hot thrust". Terus aliran udara yang satu lagi melewati "fan" tanpa dibakar, melainkan hanya diakselerasikan lewat exhaust sehingga menghasilkan "cold thrust". Bypass ratio adalah rasio antara jumlah massa udara "cold stream" terhadap "hot stream".
 
 
Bagian-bagian Engine Turbofan
 
 "Bird strike" atau "bird ingestion engine" (engine nyedot burung), mengakibatkan dua macam bahaya. Bahaya yang pertama berupa fracture (patah atau gagal) pada struktur engine, dan bahaya ke dua terjadi compressor stall. Jika burung menumbuk fan terus terjadi fracture (patah), dan fragmentasi (pecahan2) masuk ke dalam engine maka bisa berakibat fatal. Engine dengan bypass ratio tinggi (massa hot stream jauh lebih besar dari cold stream), maka pasti diameter inlet engine makin besar. Diameter inlet besar, tentu ukuran fan juga akan besar. Kalau ukuran fan besar, maka strukturnya bisa dibuat lebih kuat dan tahan untuk tidak terjadi fracture pada saat mengalami "bird strike". Terus bagaimana ketahanannya terhadap bahaya yang ke dua yaitu compressor stall. Compressor stall disebabkan karena terjadinya distorsi (gangguan) aliran massa udara. Burung yangg membentur fan akan mendistorsi aliran massa udara yang masuk engine. Kondisi ini menyebabkan stall pada kompresor yang ditandai letupan pada engine, bisa terjadi flame (api) lewat exhaust ataupun inlet engine, terjadi vibrasi (getaran), power berkurang, overheating dan sebagainya. Kalau stall tdk segera dilakukan recovery, maka bisa berakibat kerusakan engine yang lebih fatal. Diameter inlet engine yang lebar berarti penampangnya luas. Jadi kalau terjadi bird strike, maka distorsi aliran massa udara yang ditimbulkan akan pengaruh kurang signifikan terhadap terjadiknya stall pada kompresor. Sekedar gambaran kasar, engine CFM56B26 (antara lain dipasang di Boeing 737-900ER) diameternya 1.55 m. Maka luas engine inlet sekitar 2m2.
 
Engine Raksasa GE9X dipasang pada Boeing 777X
 
 
  Bandingkan dengan engine ukuran terbesar saat ini yaitu engine GE9X produksi General Electric yang dipasang pada pesawat Boeing 777X dengan diameter 3.4 m. Maka kalau dihitung luas engine inlet sekitar 9 m2. Jadi kalau dua jenis engine ini kemasukan burung dg ukuran sama, maka teorinya compressor stall pada engine GE9x akan lebih cepat recovery. Ini hanya hypotesa secara sederhana. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka FAA (Pederal Aviation Administration) mensyaratkan bahwa pemberian sertifikasi engine harus lulus uji bird strike. Salah satunya uji bird strike dengan ukuran seekor burung besar. Engine diputar dengan daya takeoff (putaran penuh), kemudian burung ditembakkan ke engine inlet dengan kecepatan 200 knots (kecepatan climbing pada ketinggian rendah sesuai keberadaan burung). Maka engine : 1. Tidak boleh terbakar 2. Tidak boleh ada bagian engine yg terlepas dan masuk ke rumah engine 3. Engine bisa dimatikan 4. Power yang tersisa minimum 50% selama 14 menit, karena jika 2 engine terkena bird strike, pesawat masih bisa balik ke bandara semula (return to base). Kemudian burung yang ditembakkan seberat apa? Ini tergantung pada luas engine inlet. Kalau luas engine inlet kurang dari 1.35m2, berat burung 1.85 kg (mungkin segede ayam broyler siap potong) Kalau luas engine inlet lebih besar dari 1.35m2 dan lebih kecil dari 3.9 m2, berat burung yang ditembakkan seberat 2.75 kg. Engine Boeing 737 NG dengan luas engine inlet hampir 2 m2 cocok dengan jenis uji ini. Terus diameter engine inlet lebih dari 3.9 m2 diuji dengan burung seberat 3,65 kg (segede angsa kali).


Sabtu, 03 Oktober 2020

ENGINE MOUNTING

 

 

 Pernyataan bahwa sesuatu yang kecil, ringan tapi harus kuat, tentu mengundang kontroversi. Gimana mau kuat? Kalau kecil, ringan ya biasanya lemah. Yah tapi inilah salah satu syarat yang harus dipenuhi pada struktur pesawat terbang. Dengan keunikan ini pernahkah kita memikirkan dengan cara apa mesin pesawat yang ukurannya segede itu digantungkan pada sayap. Jujur saya sering terganggu jika naik pesawat tiba-tiba masuk cuaca buruk dan terkena “bumping” atau tergoncang dan melihat bagaimana  engine segede itu bergoyang-goyang.Terus muncul pertanyaan apa baut/sekrup yang digunakan untuk mengikat engine ke sayap itu cukup kuat untuk menahan beban tersebut? Untuk mengobati rasa takut, saya berusaha mencoba mencari ilmunya. Pesawat-pesawat transport modern yang biasanya menggunakan mesin turbofan dengan bypass ratio tinggi, sebagian besar  menggandulkan mesinnya di bawah sayap. Malahan dengan pertimbangan beberapa keuntungan, pemasangan engine di bawah agak di depan sayap. 

 

  Engine mounting

 

Mesin tidak dipasang langsung ke struktur utama sayap (spar), tapi lewat struktur yang melekat pada sayap dengan kokoh yg disebut pylon. Salah satu tujuannya agar jika sesuatu terjadi pada engine tidak langsung merusak struktur sayap. Salah satu contoh engine pesawat Boeing 737 NG (CFM56-7B). Untuk melekatkan mesin pd pylon melalui 2 gantungan. Gantungan depan pd rumah kompresor hanya dg 4 baut dan 2 shear pin, sedangkan gantungan belakang pd rumah turbin dg 4 baut dan 1 shear pin. Ukuran diameter baut cukup kecil hanya segede ibu jari tangan (22 mm). Meski kecil bahannya terbuat dr bahan pilihan yaitu Nickel Super Alloy 718 atau lebih dikenal dg nama Inconel 718. Bukan covid 19 ya! Itu beda lagi. Inconnel 718 mempunyai kekuatan tegangan tarik 180 N/mm2. Jadi dengan diameter baut 22 mm berarti setiap baut mempunyai kekuatan tarik yang besarnya sama dengan luas penampang melintang baut dikalikan kekuatan tegangan tarik Inconel 718 yaitu 0.25 π (0,22 mm2) 180 N/mm2. Hasilnya dibulatkan menjadi 70000 N atau 70 kN. Kalau ada 8 baut berarti kekuatannya menjadi 560 kN. Selanjutnya 8 buah baut itu utamanya menahan 2 jenis beban. Yaitu beban thrust (gaya dorong engine) sebesar maksimum 100 kN yang arahnya ke depan, dan beban berat engine 20 kN yang arahnya ke bawah. Masih ada beban satu lagi yaitu beban torsi akibat anti torsi dari mesin yang berputar. Dan ini semua ditanggung oleh 8 baut dan 3 shear pin. Jadi kesimpulannya kekuatan 8 baut sebesar 560 kN mempunyai margin keselamatan yang cukup besar untuk menahan beban thrust sebesar 100 kN dan berat engine sebesar 20 kN. Jadi sekalipun pesawat mengalami goncangan 5 G misalnya, yang artinya beratnya menjadi 5 X lipat yaitu menjadi 100 kN, maka tetap aman. Karena itu kalau melihat mesin bergoyang-goyang di bawah sayap, just take it easy. Lanjutkan untuk tetap tidur saja! Baut sebanyak 8 buah dapat memegangnya dengan kuat dan aman. Makanya selama ini jarang dengar kecelakaan pesawat yang disebabkan mesin pesawat jatuh. Salah satu kecelakaan terburuk akibat engine jatuh dialami oleh American Airline DC 10 flight number 191 pada tahun 1979 dari Chicago ke LA. Konon dari hasil investigas dari  KNKTnya Amrik (NTBS) bahwa kecelakaan terjadi akibat kesalahan prosedur pada saat pemasangan engine yang berakibat adanya keretakan pada gantungan engine.

Namun kekuatan 8 baut Inconel 718 tidak cukup kuat untuk menerima beban dalam kasus tertentu. Misalnya saat proses pendaratan, tiba-tiba landing gear tidak bisa diturunkan. Atau landing gear tidak “down locked” secara sempurna,  sehinga saat menyentuh landasan terjadi collapse. Jika hal tersebut terjadi, maka komponen pesawat yang pertama kali mengalami “impact” atau tumbuk adalah engine. Tensile force 8 bolts dan 3 shear pins yang kekuatannya 560 kN tidak mampu sama sekali untuk menahan beban impact dari massa pesawat yang demikian besar. Maka  mounting akan patah dan engine akan terlepas dari sayap dan pesawat dibiarkan sliding atau meluncur di landasan. Coba bayangkan jika engine mounting di design terlalu kuat, dan engine tetap nempel di sayap saat pesawat mengalami tumbukan di landasan (belly landing). Maka engine akan menjadi penghambat dengan mengganjal gerakan sliding pesawat, yang bisa berakibat pesawat bisa rolling, tambling dan sebagainya. Yang pada akhirnya akan potensial mengakibatkan accident yang lbh besar. Kesimpulannya bahwa memang pesawat dirancang secara brilian dengan tujuan safety, safety dan safety ....!


Engine lepas karena mounting tidak kuat menahan beban tumbukan