Selasa, 20 Desember 2011

PERJALANAN BACKPACKERS

-->
PERJALANAN BACKPACKERS KE MACAU, HONGKONG, DAN SHENZHEN (BAGIAN TERAKHIR) 


Tepat pukul 12.00 kami checkout dari Hostel Mapple Leaf, terus menuju ke stasiun East Tsim Sha Tsui dengan jalan kaki yang jaraknya lumayan jauh.  Yah hitung-hitung untuk membakar lemak, agar sedikit langsing.  Posisi stasiun Hunghom merupakan pemberhentian berikutnya dari  stasiun East Tsim Sha Tsui. Dari Hunghom statiun, kami berganti kereta KCR (Kowloon-Canton Railway) menuju ke stasiun Lowu sebagai stasiun terakhir (terminus) untuk menuju ke Shenzhen.  Perjalanan menuju Senzhen ditempuh sekitar satu jam.  Berbeda dengan lintas MTR di Hongkong yang bisa melalui jalur bawah tanah atau bawah laut, maka untuk lintas kereta menuju Senzhen banyak di permukaan daratan, sehingga bisa melihat pemandangan di sekitar lintasan kereta dengan baik. 

Sabtu, 10 Desember 2011

THRUST AUGMENTATION

 




THRUST AUGMENTATION ( PEMBESARAN THRUST)





Pembesaran thrust pada turbojet engine sangat diperlukan dalam kondisi tertentu, antara lain pada saat tinggal landas pada cuaca panas  atau untuk kepentingan manoeuvre bagi pesawat tempur.  Besarnya  thrust pada jet engine ditentukan oleh jumlah laju massa udara yang dihisap kompresor (m), kecepatan aliran gas hasil pembakaran yang disemburkan dari nosel (Cj), dan kecepatan udara masuk melalui inlet nozzle (Ca),  yang bisa dinyatakan :

F = m (Cj - Ca)

Turbojet engine merupakan mesin konversi energi yang merubah energi panas menjadi thrust.  Berdasarkan rumus thrust,  besarnya Cj dipengaruhi oleh suhu maksimum yang dihasilkan dalam siklus turbojet engine.  Semakin tinggi suhu maksimum berarti semakin besar harga Cj. Oleh karena itu salah satu cara memperbesar thrust pada turbojet engine dengan cara meningkatkan suhu maksimum pada siklus engine.  Cara lain dalam meningkatkan thrust sesuai rumus di atas adalah dengan memperbesar laju aliran massa (m). Pesawat yang mampu menghasilkan thrust yang besar akan memperpendek jarak take-off,  laju terbang menanjak yang tinggi (high climb rate), dan mampu manoeuvre dengan lincah khususnya untuk pesawat militer.  Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada 3 cara pembesaran thrust dalam turbojet engine, yaitu menggunakan afterburner, water injection, dan bleedoff.

Rabu, 12 Oktober 2011

C-130/HERCULES SANG PERKASA

C-130/HERCULES SANG PERKASA



Pesawat C-130/Hercules adalah pesawat angkut militer yang diproduksi oleh Lockheed AS. Proses pembuatan pesawat ini merupakan hasil kemenangan dari suatu kompetisi dengan melibatkan beberapa industri penerbangan, yang diadakan oleh Departemen Pertahanan AS tentang kebutuhan pesawat angkut militer. Kriteria jenis pesawat angkut militer yang diinginkan oleh Departemen Pertahanan AS tersebut, akhirnya diwujudkan dengan pembuatan 2 prototype YC-130 yang diuji terbang pertama kali dengan sukses pada tanggal 23 Agustus 1954. Setelah proses uji prototype selesai dan memulai produksi, maka pabrik pesawat dialihkan dari Lockheed di Burbank California ke Lockheed di Marietta Georgia. Sampai saat telah lebih dari 2.000 pesawat C-130 dibuat, dan telah digunakan oleh lebih dari 60 negara di dunia. Model pertama yang dibuat adalah jenis C-130A pada tahun 1956, yang menggunakan tenaga pendorong 4 mesin turboprop T56-A-9 buatan Allison dengan propeller 3 blades (bilah) buatan Hamilton Standard. Turboprop merupakan kepanjangan dari turbo-propeller, yang berarti mesinnya adalah jenis gas turbin, namun daya yang dihasilkan merupakan daya poros untuk memutar propeller guna menghasilkan daya dorong. Pada tahun 1959 mulai diproduksi seri yang lebih baru, yaitu C-130B yang menggunakan 4 mesin pendorong T56-A-7 dengan propeller 4 blades. Sekitar 134 pesawat Hercules model B digunakan oleh Angkatan Udara AS, sedangkan Indonesia tercatat sebagai pembeli C-130B pertama di luar AS (the first overseas customer). Memang pengguna pesawat Hercules di luar AS adalah Australia, namun jenis yang dibeli adalah tipe C-130A. Pembelian C-130B oleh Indonesia terkait erat dengan kepiawaian diplomasi presiden pertama RI Bung Karno, sebagai kompensasi pembebasan pilot AS bernama Allan Pope. Sebanyak 10 pesawat yang tadinya diprioritaskan untuk keperluan Tactical Air Command (TAC) Angkatan Udara AS dialihkan untuk Indonesia. Ini membuat iri banyak negara karena Indonesia seolah-olah mendapat prioritas istimewa, sehingga tetangga AS, yaitu Kanada, baru mendapat giliran sesudah Indonesia. Pesawat C-130B saat ini masuk sebagai armada angkut TNI AU dan ditempatkan di Skadron 32 Lanud Abdulrachman Saleh Malang. Selanjutnya pada tahun 1980, kembali Indonesia membeli pesawat C-130H sebanyak 12 buah. Pesawat ini menggunakan mesin pendorong seri T56-A-15 dengan daya dorong 4.591 shp (shaft horse power), berarti lebih besar dari pada mesin yang digunakan tipe A dan B yaitu 4.200 shp. Disamping itu ada peningkatan berupa redesign pada outer wing, peralatan avionic yang lebih update, serta beberapa improvisasi minor lainnya. Dibanding dengan tipe B, Hercules tipe H yang diterima TNI AU mempunyai ukuran badan lebih panjang dibanding ukuran aslinya (stretched version), sehingga C-130H sering disebut Hercules “long body”. Pesawat C-130H saat ini masuk Skadron 31 yang merupakan skadron pesawat angkut berat yang berkedudukan di Lanud Halim Perdanakusumah. Sebagai jenis model terbaru adalah C-130J, yang meskipun secara fisik serupa dengan model Hercules sebelumnya, namun sebenarnya mempunyai perbedaan secara signifikan. Perbedaan tersebut terdapat pada mesin pendorong yang lebih besar yaitu Rolls Royce AE2100D3 dengan daya 4.700 shp serta propeller Dowty R391 dengan 6 blades terbuat dari bahan komposit, dan dilengkapi digital avionics. Disamping itu performance C-130J lebih unggul diantara model sebelumnya, antara lain kemampuan angkut beban/penumpang lebih besar, kecepatan terbang lebih tinggi, jarak tempuh lebih jauh, dan operating cost 27% lebih rendah. Dalam hal penggunaan crew, C-130J lebih efisien karena hanya diawaki oleh kapten pilot, co-pilot, dan load master, sedangkan model sebelumnya diawaki oleh 5 crew (2 pilot, navigator, flight engineer, dan load master). Ada model C-130/Hercules lain yang dibuat Lockheed, antara lain C-130D dan C-130E. Pesawat C-130D adalah C-130A yang dimodifikasi dengan memasang alat pendarat berupa ski, yang digunakan di Antartika. Kemudian untuk memudahkan proses tinggal landas dengan ski, maka pada C-130D dipasang mesin penghasil daya dorong tambahan yang disebut JATO (Jet Assisted TakeOff). Selanjutnya C-130E adalah pengembangan C-130B dengan penggantian mesin berdaya dorong lebih besar yaitu T56-A-7A, serta penambahan sepasang tangki eksternal (drop tanks) berisi 1.360 gallon. Versi C-130/Hercules yang lain adalah KC130 yang merupakan pesawat tanker yang mampu melakukan air refueling (pengisian bahan bakar di udara). Pesawat ini dilengkapi dengan tangki stainless steel berisi 3.600 US gallon, yang dapat dibongkar pasang dalam ruang cargo pesawat KC-130. Pesawat KC-130 mampu melakukan air refueling terhadap dua pesawat sekaligus dengan laju aliran bahan bakar 300 US gallon atau 13.626 liter permenit. Dalam latihan air refueling , ternyata pesawat tanker TNI AU yaitu Hercules KC-130 dari Skadron 32 mampu melakukan air refueling terhadap dua pesawat Hawk di wilayah udara Lanud Iswahyudi Madiun. Hercules, nama pahlawan Yunani kuno yang dilegendakan di dunia mitologi yang melambangkan kekuatan dan keperkasaan, sesuai benar dengan kemampuan pesawat buatan Lockheed ini. Kemampuan C-130/ Hercules sebagai pesawat angkut militer terbukti sangat berhasil di berbagai belahan dunia. Pesawat ini mampu mendarat dan tinggal landas pada landasan pacu yang cukup pendek, dan landasan yang tidak dipersiapkan (unprepared runways). Pesawat C-130 merupakan pesawat yang mampu melaksanakan fungsi yang banyak (multi roles), antara lain pesawat ini dengan mudah dan cepat untuk dirubah konfigurasinya, misalnya untuk angkut penumpang, pasukan, angkut VIP, angkut pasien dalam rangka medevac (medical evacuation), ataupun cargo. Selain itu pesawat ini juga mampu ditugaskan untuk air refueling, search end rescue, patroli maritim, dan pemadam kebakaran suatu medan terbuka. Bahkan pesawat ini juga mampu dipersenjatai untuk penyerangan udara (airborn attack). Oleh karena itu C-130/Hercules merupakan pesawat yang mumpuni digunakan baik untuk misi perang dan selain perang. Kemampuan C-130/Hercules dalam mengangkut pasukan (troop carrier) dan logistik tidak usah diragukan lagi. Demikian juga dalam melaksanakan operasi selain perang, misalnya misi kemanusiaan dalam rangka penanggulangan bencana alam C-130/Hercules telah membuktikannya. Pesawat C-130/Hercules sebagai sang perkasa, merupakan pesawat yang handal dan aman dalam pengoperasiannya. Sejak pesawat C-130/Hercules dimiliki TNI AU tercatat mengalami enam kali kecelakaan yang berakibat total lost. Pada tanggal 3 September 1964, pesawat C-130B nomor ekor T-1307 jatuh di Selat Malaka, yang dicurigai tertembak musuh saat Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Selanjutnya pada tanggal 16 September 1965, pesawat C-130B nomor ekor T-1306 jatuh di Kalimantan Timur. Sedangkan pesawat C-130H telah mengalami empat kali kecelakaan. Dua kecelakaan terjadi di Sumatra, yaitu pesawat C-130H nomor ekor T-1322 jatuh di Gunung Sibayak pada tanggal 21 Nopember 1985, dan pesawat jenis L-100 TNI AU mendarat overshoot di Lanud Malikul Saleh NAD dan terbakar pada tanggal 20 Desember 2001. Dua kejadian di Jawa masing-masing pesawat dengan nomor ekor A-1324 yang jatuh dan terbakar di Condet Jakarta Timur pada tanggal 5 Oktober 1991, dan yang baru saja terjadi pesawat dengan nomor ekor A-1325 jatuh dan terbakar pada tanggal 20 Mei 2009 di daerah persawahan Magetan sekitar 8 km dari landasan Lanud Iswahyudi Madiun. Pesawat C-130/Hercules telah memperkuat armada TNI AU hampir setengah abad lamanya, dan selama itu telah mampu melaksanakan fungsinya sebagai pesawat angkut untuk misi militer maupun selain militer. Misi strategis telah dilakukannya dengan sukses antara lain Operasi Trikora di Papua, Operasi Dwikora, operasi keamanan di dalam negeri, latihan-latihan gabungan ataupun latihan militer bersama antar bangsa, melakukan patroli di perairan kita, melakukan misi kemanusiaan, bahkan pernah digunakan operasi jembatan udara pada saat penerbangan sipil mogok terbang, dan lain-lain. Pendek kata itulah gambaran C-130/Hercules Sang Perkasa. Lama pengabdian pesawat yang hampir setengah abad, menjadikan C-130/Hercules sang perkasa ini telah memasuki usia udzur. Tentu saja perhatian harus diberikan secara lebih, dan perhatian itu adalah bentuk pemeliharaan yang memadai. Kecelakaan pesawat terbang TNI AU yang terjadi secara beruntun belakangan ini, diyakini telah menjadi perhatian serius bagi TNI AU dan pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan pemeliharaan yang selama ini diterapkan. Semoga !!!!

Suyitmadi,

SOFT SKILL
       
Visi Kemdiknas sampai tahun 2025, yaitu menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif.  Cerdas yang dimaksud  adalah kecerdasan yang meliputi 3 ranah, yaitu kecerdasan intelektual (olah pikir), kecerdasan emosional (olah rasa) dan kecerdasan spiritual (olah hati). Kecerdasan emosi merupakan kemampuan olah rasa kepada orang lain, dalam bentuk tenggang rasa, menghargai pendapat, berempati, yang pada ujungnya menampilkan kemampuan pengendalian diri yang baik.  Kecerdasan intelektual tinggi tanpa dibarengi kecerdasan emosional yang memadai, akan membentuk pribadi yang egois, mementingkan diri sendiri,  tidak bisa menghargai pendapat orang lain, tidak mampu berempati,  tidak mampu bekerja sama, yang pada ujungnya merupakan wujud manusia yang gagal.  Namun hanya dengan kecerdasan emosional, sering menampilkan perilaku berpura-pura atau munafik.  Misalnya pura-pura berperilaku tenggang rasa, loyalitas, empati dan sebagainya, hanya dilakukan jika ada maunya atau menyangkut kepentingannya.  Ibarat berenang dengan gaya katak, dia julurkan kedua tangannya ke depan, tetapi setelah itu dia hempaskan kedua tangannya ke samping dengan kuat-kuat serta secara bersamaan dia jejakan kedua kakinya ke belakang. Perilaku tersebut memberi pelajaran bahwa demi kepentingan dirinya maka dia mencari muka kepada atasannya, dengan tidak sungkan-sungkan untuk mengorbankan bawahan dan koleganya. Oleh karena itu kecerdasan intelektual dan emosional perlu dikendalikan oleh kecerdasan spiritual atau kecerdasan nurani.  Kecerdasan intelektual dan emosional yang dikendalikan oleh kecerdasan nurani, maka semua perilaku akan berorientasi pada nilai-nilai ketuhanan, yang mengarah kepada semangat penghambaan yang bermakna sebagai amal ibadah. Dengan demikian semua yang dilakukan atas dasar keikhlasan. 
Dengan membina ketiga kecerdasan tersebut secara baik, berlanjut, dan proporsional, diharapkan akan dihasilkan insan Indonesia yang kompetitif atau berdaya saing tinggi dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan karakter, baik di tingkat lokal maupun global.  .Insan Indonesia yang kompetitif harus diperjuangkan melalui individu-individu yang ingin selalu mengejar keunggulan, dengan belajar dan bekerja penuh disiplin, semangat tinggi, mampu bekerja sama atau mandiri, inovatif, kreatif, dan bisa menjadi agen perubahan.  Ini perlu dilakukan mengingat dalam hal daya saing bangsa, Indonesia masih jauh ketinggalan dibanding dengan bangsa-bangsa lain. Indek  Pembangunan Manusia Indonesia yang dikeluarkan secara tahunan oleh UNDP dan digunakan sebagai indikator tingkat daya saing bangsa masih cukup rendah, jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, apalagi Singapura.  Demikian juga rangking Perguruan Tinggi  sebagai dapurnya SDM yang berkualitas, baik versi Times Higher Education Supplement dan Webometric, Indonesia masih belum berbicara banyak baik di tingkat Asean, Asia, apalagi dunia.   Dengan demikian sangatlah tepat Visi Pembangunan Kemdiknas sampai tahun 2025, untuk menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif.  Banyak pihak yang seharusnya ikut mengawal tingkat pencapaian visi pembangunan Kemdiknas ini, salah satunya adalah satuan pendidikan khususnya perguruan tinggi.  Berdasarkan fakta di lapangan bahwa banyak lulusan perguruan tinggi, hanya pinter secara akademik tetapi tidak cakap bekerja apalagi cakap dalam menjalani hidup. Anggapan ini tentu sebagai masukan berharga bagi para pengelola perguruan tinggi dalam membina peserta didiknya, sehingga menghasilkan insan yang cerdas dan kompetitif.   Agar hasil didik dari perguruan tinggi memiliki kecakapan menjalani hidup, maka harus bisa menjamin bahwa hasil didik dapat memiliki dan mengembangkan hard skill dan soft skill.  Oleh karena itu pengelolaan perguruan tinggi harus bisa mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk visi tersebut.  Menurut Berthal, bahwa soft skill merupakan perilaku personal ataupun antar personal yang dapat mengembangkan dan memaksimalkan kinerjanya.   Dari batasan tersebut terlihat bahwa soft skill berada pada ranah afektif dan psikomotorik, yang juga merupakan wujud dari pengotimalan ketiga kecerdasan yang dimiliki manusia. Soft skill berbeda dengan hard skill yang merupakan ketrampilan teknis seseorang. Seorang pilot yang mampu menunjukkan kepiawaiannya dalam mengemudikan pesawat terbang dalam cuaca buruk adalah hard skill. Tetapi jika pilot memutuskan untuk go around  karena pertimbangan ada parameter pendaratan yang kurang, dan jika diputuskan tetap  mendarat kemungkinan akan terjadi kegagalan, maka kemampuan memutuskan dalam kondisi kritis tersebut adalah soft skill.  Pemain bola yang mampu mengoper bola secara akurat adalah hard skill, tetapi jika pemain bola tersebut juga mampu memompa semangat bagi timnya untuk memperoleh kemenangan, maka itulah soft skill.
Nah, sekarang bagaimana pembinaan soft skill di perguruan tinggi?  Berdasarkan survey dan sekaligus kondisi faktual di lapangan, bahwa sistem pendidikan kita memberikan 90% pendidikan hard skill dan hanya 10% pendidikan soft skill. Kondisi ini sangat bertentangan dengan kenyataan bahwa keberhasilan seseorang di dunia kerja ditentukan oleh 90% soft skill dan hanya 10%  hard skill.   Pada dasarnya pembinaan soft skill di perguruan tinggi dilakukan melalui proses pembelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler serta ko-kurikuler.
Pembinaan soft skill melalui proses pembelajaran, menuntut dosen bisa berperan secara optimal.  Peran tersebut mulai dari perilaku dosen, metode pembelajaran, dan mengoptimalkan substansi mata kuliah yang diampu baik dari sisi hard skill maupun soft skill. Yang dimaksud perilaku dosen adalah perilaku yang melekat pada diri dosen yang pantas menjadi tauladan bagi mahasiswa.  Misalnya dosen harus berpakaian pantas pada saat mengajar.  Kalau dosen memakai kemeja berdasi yang rapi, mudah-mudahan mahasiswanya akan malu jika memakai kaos oblong dan sandal.  Jika dosen hadir 5 menit sebelum jadwal kuliah dimulai dan berani menegur kepada mereka yang terlambat, diyakini pada jadwal kuliah berikutnya mahasiswa akan lebih menepati waktu. Dari keteladanan ini paling tidak akan merangsang mahasiswa untuk mengenal perilaku disiplin, yang merupakan dasar tumbuh berkembangnya perilaku positif lainnya.  Demikian juga pada saat menyampaikan perkuliahan, dosen harus memperhatikan aspek soft skill.  Dalam setiap bahasan materi mata kuliah selalu mengandung nilai untuk pembentukan pribadi yang baik.  Tidak peduli itu mata kuliah kelompok eksakta, sosial, teknik, dan sebagainya.  Seyogyanya dosen berkemampuan untuk mengangkat nilai itu guna merangsang pembentukan afektif mahasiswa. Selanjutnya dosen juga harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator dan motivator, yang menempatkan mahasiswa sebagai subyek pembelajaran.  Metode pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai subyek pembelajaran antara lain dilakukan dengan membiasakan mahasiswa berlatih untuk berkomunikasi lewat oral ataupun tertulis. Kegiatan ini dilakukan melalui penugasan pembuatan makalah secara tertulis dan dipresentasikan baik secara individu ataupun kelompok.  Kegiatan ini akan melatih mahasiswa untuk bekerja mandiri ataupun kelompok, melatih untuk menggunakan berbagai sumber belajar, serta membangun interaksi positif antar mahasiswa maupun dengan dosen.  Selanjutnya pembentukan soft skill yang paling efektif adalah melalui extrakurikuler, antara lain melalui pengalaman berorganisasi mulai dari Senat Mahasiswa, BEM, HMJ, UKM ataupun organisasi lainnya yang ada di sebuah perguruan tinggi. Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan ini sangat dominan, karena mereka sebagai subyek.  Mereka yang merencanakan, mengorganisir, merencanakan, mengendalikan dan sekaligus mengawasi dan mengevaluasi, yang berarti fungsi manajemen berada di tangan mereka.  Dengan demikian mereka melakukan “learning by doing” yang dalam tataran efektifitas belajar adalah yang paling tinggi.  Salah satu cara yang dianggap tidak efektif dalam pembentukan soft skill adalah dengan mengemasnya dalam bentuk mata kuliah.  Kecenderungan mahasiswa bukan pada nilai substantif mata kuliah tersebut, tetapi cenderung hanya mendapatkan nilai akademik yang baik.  Hal ini untuk lebih menegaskan bahwa pembentukan soft skill lebih dititik beratkan pada aspek afektif dan psikomotorik.  Perguruan tinggi sebagai penghasil SDM terdidik, mesti harus mengupayakan pembinaan soft skill yang optimal bagi anak didiknya.  Citra perguruan tinggi akan dinilai baik oleh masyarakat, jika perguruan tinggi tersebut berhasil melaksanakan  pembinaan soft skill secara baik bagi anak didiknya.  Nah inilah tantangan yang harus dihadapi bagi setiap perguruan tinggi, agar tetap eksis dalam menghadapi persaingan perguruan tinggi yang semakin ketat pada dewasa ini.

PEMERINGKATAN PERGURUAN TINGGI VERSI WEBOMETRICS


PEMERINGKATAN  PERGURUAN TINGGI VERSI  WEBOMETRICS


Webometrics periode Juli 2011 telah dipublikasikan dan menempatkan 149 perguruan tinggi (PT) dari Indonesia masuk dalam peringkat 12.000 PT dunia.  Webometrics merupakan sebuah lembaga pemeringkatan perguruan tinggi  yang didirikan atas inisiatif Cybermetrics Lab, yaitu sebuah lembaga penelitian terbesar di Spanyol yang dimiliki Consejo Superior de Investigaciones Cientificas (CSIC). Pemeringkatan versi Webometrics telah dilakukan sejak tahun 2004, dan merupakan kegiatan tengah tahunan yang dipublikasikan di bulan Januari dan Juli.  Data untuk penentuan peringkat dikumpulkan pada minggu pertama dari bulan-bulan tersebut, dan hasilnya dipublikasikan pada setiap akhir bulan Januari dan Juli.  Webometrics melakukan pemeringkatan sampai 12.000 dari 20.000 perguruan tinggi yang diamati di seluruh dunia. Pemeringkatan Webometrics bertujuan untuk mempromosikan dan membuka akses publikasi ilmiah, guna meningkatkan kehadiran institusi akademik dan lembaga-lembaga penelitian di di jejaring jagad jembar (WWW). Dengan demikian Webometrics melakukan pemeringkatan PT berskala internasional yang mengacu pada eksistensi suatu perguruan tinggi  di ranah dunia maya. 

Sabtu, 03 September 2011

MENGANGKAT NILAI I'DUL FITRI



MENGANGKAT NILAI IDUL FITRI

Ada sementara orang yang memaknai “idul fitri” sebagai sebagai akhir dari ibadah puasa. Pendapat ini didukung oleh suatu pemahaman bahwa “fitri” berasal dari kata “fithr (fathoro-yafthuru-ifthor) yang artinya ‘berbuka’. Dengan demikian “idul fitri” hanya sekedar tanda berakhirnya bulan Romadhan yang berarti pula berakhirnya seseorang untuk melaksanakan kewajiban berpuasa.  Di kalangan masyarakat Jawa istilah “lebaran” berasal dari ungkapan bahasa Jawa “wis bar (sudah selesai)”, maksudnya sudah selesai menjalankan ibadah puasa. Ini pula yang dirayakan sebagai hari kemenangan dengan berbagai cara, antara lain bersilaturohmi dengan keluarga disertai acara pesta makan ketupat-opor ayam dan kue lebaran. Untuk kepentingan silaturohmi ini, anggota keluarga yang dari jauhpun dengan berbagai kesulitan yang dialami datang mudik ke kampung halamannya.  Mereka datang dengan berbagai atribut yang dibawanya antara lain kebanggaan hidup di perantauan, pakaian baru, kendaraan baru, yang mengarah ke sifat riya’ atau pamer. Memang silaturohmi dalam bentuk berkumpul atau pertemuan keluarga (semacam pertemuan “trah”) merupakan kegiatan yang sangat manfaat sejauh  ekses “pamer” tersebut bisa diminimalisir.  

Kamis, 18 Agustus 2011

MENAKAR HARGA PROKLAMASI KEMERDEKAAN


MENAKAR HARGA PROKLAMASI KEMERDEKAAN


     Penindasan kolonialisme Belanda selama 3,5 abad ditambah dengan kekejaman pendudukan tentara Jepang yang berlangsung hanya 3,5 tahun, telah menambah daftar panjang kesengsaraan dan pengorbanan bangsa Indonesia. Korban jiwa tak terhitung, harta kekayaan Indonesia dikuras habis-habisan baik yang ada di permukaan tanah ataupun yang terkandung di dalam perut bumi, rakyat dibebani dengan berbagai macam pajak, masyarakat dipecah belah, dan harga diri direndahkan. Penderitaan dan kenestapaan yang berlangsung sangat lama ini merupakan “tumbal”  bagi terwujudnya Indonesia yang merdeka dan terbebas dari segala bentuk penindasan. Salah satu bentuk pengorbanan lain dari proses dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang sering lepas dari pengamatan kita adalah penderitaan masyarakat sipil di negeri Jepang sendiri.  Tentara kekaisaran Jepang  terkenal dengan semangat yang sangat tinggi, heroik, pantang menyerah, sangat loyal dengan kaisar, dan ribuan dari mereka merupakan pilot “kamikaze”.

Selasa, 02 Agustus 2011

METODE PEMBELAJARAN ILMU PENERBANGAN YANG MENYENANGKAN

7



Sebelum menyampaikan inti pembicaraan yang tertulis pada judul, saya ingin mendompleng cerita tentang salah satu pengalaman suka duka saat melaksanakan pendidikan di Akademi Angkatan Udara.  Akademi Angkatan Udara (AAU) yang berbasis di Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Adisutjipto, merupakan “pendidikan pertama” perwira TNI AU.  Istilah “pendidikan pertama” berbeda dengan “pendidikan pengembangan” yang peserta didiknya sudah tentara aktif.   Misalnya  Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (Seskoau) yang ada di Lembang Bandung, siswanya berasal dari tentara efektif berpangkat mayor sampai dengan letnan kolonel.   Disini saya hanya ingin mengatakan bahwa peserta didik AAU berasal dari komunitas sipil, yang hampir semuanya belum tahu sama sekali tentang seluk beluk angkatan udara.  Berangkat dari latar belakang tersebut, maka pembinaan peserta didik AAU yang kemudian disebut Karbol, menggunakan cara-cara yang unik.  Cara unik tersebut kadang terkesan keras, tegas, dan kurang humanis.  Namun tidak jarang cara-cara pembinaan dikemas dalam suasana  kekeluargaan yang akrab, penuh  kelembutan,  dan  humoris.   Metode pembinaan ini ditempuh mengingat tuntutan sasaran hasil pendidikan AAU yang sangat tinggi, dan masa pendidikan yang relatif singkat.  Sasaran hasil pendidikan yang dimaksud,  menyangkut kompetensi di bidang  keahlian  yang dibutuhkan angkatan udara serta pembinaan kemampuan kepemimpinan yang baik.  Dengan demikian pengetahuan tentang angkatan udara atau penerbangan yang sangat mendasar, cukup disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari.  Sosialisasi tersebut dioptimalkan secara menyatu dalam bentuk interaksi antara Karbol yunior dan senior, ataupun antara Karbol dengan Pembina. Interaksi berlangsung  tanpa memandang tempat dan waktu.  Bisa pada saat makan, apel,  ataupun “acara khusus” yang dipersiapkan untuk tujuan tersebut. 

Minggu, 26 Juni 2011

PERJALANAN "BACK PACKER"

WISATA MACAU, HONGKONG, DAN SHENZHEN BAGIAN 2

Pada pukul 12.00 kami checkout hotel dan berangkat ke Macau Ferry Terminal dengan menggunakan free shuttle bus dari hotel.  Kami memilih ferry yang dioperasikan oleh Turbojet menuju dermaga di Sheung Wan Hongkong Island dengan harga tiket 140 MOP.  Meskipun Macau dan Hongkong termasuk wilayah Macau, namun untuk ke luar Macau harus dilakukan pemeriksaan  imigrasi.  Pemeriksaan imigrasi dilakukan sebelum memasuki ruang tunggu keberangkatan ferry ke Hongkong. Perjalanan ferry dari Macau ke Hongkong memakan waktu selama sekitar 1 jam.  Sepanjang perjalanan cuaca agak berkabut, sehingga visibilitas hanya terbatas pada jarak beberapa ratus meter saja.  Mungkin karena lelah dan sengaja memanfaatkan waktu untuk istirahat, kami terbangun saat ferry menurunkan daya mesinnya dan di depan sudah terlihat gedung-gedung pencakar langit sebagai ciri khas kepulauan Hongkong.  Setelah sampai di dermaga ferry Sheung Wan kami menuju ke stasiun MTR Sheung Wan yang ternyata jaraknya dekat untuk naik MTR menuju ke Tsim Sha Tsui.  MTR (Mass Transit Railway), yaitu kereta api yang melintas di bawah tanah termasuk di bawah dasar laut,  yang menghubungkan  89 stasiun di seluruh wilayah Hongkong.  Tempat penginapan kami yaitu  Maple Leaf Guesthouse yang berdekatan dengan stasiun MTR Tsim Sha Tsui di kawasan Kowloon, sedangkan terminal terakhir ferry ini ada di Sheung Wan yang berada di Hongkong Island.  Setelah sampai Sheung Wan dan mengalami pemeriksaan imigrasi untuk masuk Hongkong, kami menuju ke stasiun MTR Sheung Wan untuk menuju ke stasiun Central.  Pembelian tiket dilakukan secara mandiri melalui mesin penjual tiket (ticket vending machine), yang secara otomatis tiket dan uang kembali akan keluar setelah kita pencet stasiun tujuan dan uang pembayaran tiket.  Selanjutnya dari stasiun Sentral ganti MTR yaitu Tsuen Wan line (jalur Tsuen Wan) dan berhenti di stasiun Tsim Sha Tsui.  Sesuai arahan dari manajer Mapple Leaf Guesthouse,  kami menuju ke exit E dan setelah mencapai jalan Napthan dibawah layar TV besar di situ kami temukan Chungking Mansiun dimana hostel berada.  Sekitar pukul 14.00 kami sampai di Mapple Leaf Guesthouse.  Posisi Gueshoust sangat strategis, karena berada di pusat perbelanjaan dan sangat dekat dengan  stasiun MTR Tsim Sha Tsui.  Ukuran  kamar hostel (nama hotel berskala kecil) sangat sempit, karena tidak lebih dari 3 X 2.5 m lengkap dengan kamar mandi dalam,  dan dua bed tempat tidur ukuran 2 X 0.8 m.  Meskipun sempit, tetapi fasilitasnya cukup lengkap antara lain TV, meja lengkap dengan pesawat telepon, AC.  Kamar mandi lengkap dengan wastafel, shower, dan pemanas air, serta fasilitas WIFI.  Coba bayangkan kira-kira sesempit apa ruangan tersebut.  Bahkan untuk sholatpun kami lakukan tidak bisa dengan berdiri, melainkan dengan cara duduk.  Masalah kiblat dalam ibadah sholat, sudah nggak perlu lagi diperdebatkan.  Bertanya orang di Hongkong tentang hal-hal yang tidak biasa bagi mereka, pasti memperoleh jawaban yang tidak memuaskan.  Ruangan yang sangat sempit ini, sekaligus menggambarkan bahwa di Hongkong tanah demikian mahal. Saya hanya berhandai-handai, jika seandainya rumah saya di Yogya bisa dipindah di Hongkong, mungkin langsung jadi kaya raya mendadak hanya dari menyewakan rumah.  Karena sempitnya ruangan ini sampai saat tidur saya bermimpi kejatuhan TV dan kejepit koper, haa …haa …haa.  

Senin, 20 Juni 2011

PERJALANAN WISATA KE MACAU, HONGKONG, DAN SHENZHEN

Meskipun jadwal keberangkatan pesawat Air Asia dari bandara Adisutjipto Yogyakarta pada pukul 09.00, namun untuk penerbangan intenasional sebaiknya kami check in lebih awal. Disamping sudah merupakan ketentuan dari maskapi penerbangan, juga didorong oleh perasaan “exciting” untuk segera cepat-cepat berangkat. Oleh karena itu pada pukul 07.00 kami sudah standby di bandara. Setelah check in dan proses imigrasi yang cukup sederhana, maka pada pukul 08.45 sudah boarding dan pada pukul 09.00 tepat pesawat Air Bus A320 sudah lepas landas menuju Kuala Lumpur. Penerbangan di pagi hari memang enak, karena pesawat bisa terbang dengan mulus, tanpa goncangan, dan pemandangan ke luar lewat jendela cukup baik. Pemandangan dalam pesawat tidak berbeda dengan maskapai penerbangan lainnya, hanya gambar iklan dalam cabin cukup menyolok.  Jenis pesawat dengan kapasitas 180 penumpang buatan Air Bus ini,  telah diperkenalkan sebagai armada angkutan udara sejak tahun 1988, dan tercatat sebagai jenis pesawat angkut pertama yang menggunakan sistem kendali digital (fly by wire).  Meski pesawat yang dioperasikan Air Asia ini bukan baru-baru amat, namun pesawat yang sudah mengantongi sertifikasi Joint Aviation Authorities sejak awal dioperasikan ini nampak handal.  Kehandalan pesawat terbang  tidak ditentukan oleh baru tidaknya pesawat, namun antara lain banyak ditentukan oleh kualitas perancangan serta  sistem pemeliharaan dan pengoperasian yang baik.   Penerbangan Air Asia merupakan penerbangan kelas ekonomi, oleh karenanya jangan mengharapkan ada  "snack and drink" dalam pesawat, bahkan ke toilet tidak bayarpun  sudah sangat untung.  Saya hanya berpikir bahwa dengan gencarnya tiket pesawat murah saat ini, jangan-jangan untuk menambah margin keuntungan,  maka ke toiletpun harus bayar!  Makan dan minum bisa dibeli di dalam pesawat baik dengan pesan online sebelumnya atau membeli secara langsung.   Mengingat makan siang masih lama, maka sekedar untuk mengisi perut kami berdua pesan teh susu dan kue kukus.   Penerbangan ke Kuala Lumpur memakan waktu sekitar 2 jam 30 menit, dan mendarat di Bandara Internasional Kuala Lumpur pukul 12.30 (beda waktu dengan Yogyakarta 1 jam mendahului). Pemandangan yang saya sukai yaitu beberapa saat sebelum mendarat di Kuala Lumpur, kita bisa melihat perkebunan kelapa sawit yang pohon-pohonnya berderet rapi seperti tentara yang sedang berbaris. Terminal Air Asia adalah LCCT (Low Cost Carrier Terminal) dan bukan di KLIA (Kuala Lumpur International Air Port). Terminal ini dirancang oleh Air Asia untuk pelayanan pengguna jasa penerbangan murah. Karena itu di LCCT tidak ditemui fasilitas seperti garbarata (aerobridge) yang disambung dengan dengan escalator panjang yang nyaman dan adem. Karena itu turun dari pesawat langsung jalan kaki melalui lorong terbuka yang lumayan jauh dengan sistem pendingin udara alam (AC alam), menuju terminal kedatangan (terminal ketibaan). Proses imigrasi di terminal kedatangan cukup ramai, sehingga harus mengantri beberapa saat. Keluar dari imigrasi kami langsung menuju ke terminal keberangkatan internasional yang letaknya tidak jauh. Sampai di terminal keberangkatan ternyata waktu masih cukup lama untuk menunggu jadwal keberangkatan ke Macau. Namun karena di bandara tersedia fasilitas hot spot, maka waktu menunggu saya gunakan untuk internetan. Pada pukul 14.30 kami sudah bisa check in berikut 2 koper yang kami masukkan ke checked baggage. Sambil menunggu waktu boarding yang masih cukup lama, kami gunakan untuk makan siang di salah satu kafetaria di ruang keberangkatan. Memang sejak sarapan pagi di Yogya dan makan sepotong kue kukus yang dibeli di pesawat, perut belum kemasukan apa-apa kecuali air (biar nggak dehidrasi ha..ha..ha).  Setelah perut kenyang, maka kami bergegas menuju ruang tunggu. Namun sebelum memasuki ruang tunggu kami harus mengalami pemeriksaan imigrasi.  Jumlah antrian untuk foreign phasport tidak terlalu panjang seperti waktu pemeriksaan imigrasi di terminal kedatangan tadi.  Rasanya hati menjadi lega setiap selesai melakukan check in dan pemeriksaan imigrasi.


LCCT Kualalumpur
Kini masih ada lagi satu kewajiban yang harus segera dilakukan, yaitu menghadap panglima tertinggi yang menguasai alam semesta yaitu sholat.  Kami akan menggunakan fasilitas yang diberikan Alloh untuk orang yang musafir berupa kemudahan untuk menjamak sholat.  Akhirnya kami jamak sholat Ashar dan Dhuhur di musholla yang ada di ruang tunggu keberangkatan. Memang kewajiban yang satu ini jangan pernah lupa baik saat senang atau susah.   Hampiri Tuhanmu saat engkau senang, maka Tuhanmu akan bersamamu saat engkau susah.  Sesuai jadwal keberangkatan pesawat, maka paling tidak masih lebih dari sejam kami harus menunggu.  Tetapi dengan adanya fasilitas hot spot di bandara, maka kami bisa internetan dengan laptop yang kami bawa.  Namun masa tunggu menjadi  terasa tidak lama, saat kami bertemu dengan 3 ibu-ibu dari Jakarta, yang mempunyai tujuan yang sama yaitu ke Macau, Hongkong dan Senzhen.  Saya hanya berkata dalam hati, ternyata ibu-ibu ini cukup berani bepergian tanpa ada seorangpun lelaki menemaninya.  Ternyata salah satu dari ibu-ibu tersebut telah memiliki pengalaman berpegian jauh, bahkan konon pernah ke wilayah Tibet segala. Dengan mengobrol tanpa terasa ada panggilan bagi penumpang penerbangan AK 56 menuju Macau untuk boarding.  Sesuai jadwal pada pukul 16.45 pesawat Airbus A-320 tinggal landas menuju Macau.  Menurut pengumuman awak pesawat, bahwa penerbangan menuju Macau memerlukan waktu selama tiga setengah jam.  Cuaca  di Kuala Lumpur dan selama perjalanan cukup baik, sehingga pesawat yang terbang pada ketinggian 37000 kaki tersebut cukup tenang.  Namun pada saat sudah meninggalkan ketinggian jelajah dan masuk di area udara Macau cuaca agak kurang bagus, sehingga  pesawat  terasa beberapa kali terguncang. Pesawat mendarat dengan  baik pada pukul 20.30.  Kesan pertama saat roda pesawat menyentuh bandara Macau Internasional, adalah bahwa Macau merupakan kota yang terang benderang dan serba bergemerlapan.  Nampak ada display lampu konfigurasi roda besar yang dipasang di atas bangunan terminal kedatangan.  Setelah melalui proses pemeriksaan imigrasi yang sederhana, maka kami langsung menuju ke tempat mangkal taksi yang sudah berderet di depan bandara. Kebetulan sopir taksi yang saya tumpangi agak galak, dengan menyuruh saya agar segera masuk saja. Saya bilang ke Regency Macau Hotel, tetapi dia langsung menyodori daftar nama hotel dalam tulisan China dan Latin. Setelah saya tunjuk hotel yang saya kehendaki, maka dia langsung mengangguk. Tidak terlalu lama kami telah sampai di hotel dimana kami menginap. Pada saat isteri saya bertanya bayarannya, dia menunjuk argometer yang jumlahnya 46 MOP. Setelah dibayar 50 MOP ternyata dia bilang bahwa ada tambahan 30 MOB lagi. Tapi pada saat isteri saya menunjukkan tambahan 20 MOP langsung dia terima dan merasa sudah cukup. Ada sedikit perasaan bahwa perilaku sopir ini mengandung ketidakjujuran dan saya pikir bahwa ia agak kasar, sebagai kompensasi keterbatasan dia dalam berkomunikasi. Proses check in hotel tidak masalah. Malam itu selain capek karena perjalanan panjang serta waktu sudah pukul 21.30 (beda waktu 1 jam dengan WIB), dan juga masih bingung mau kemana dan menggunakan transportasi apa. Karena itu kami hanya berjalan-jalan di sekitar hotel saja. Lagi pula bahwa transportasi bus di Macau hanya sampai pukul 20.00, sehingga selebihnya menggunakan taksi. Posisi hotel kami di Taipa berdekatan dengan Macau Taipa Bridge yaitu salah satu jembatan yang melintas laut cukup panjang (seperti Suramadu) yang menghubungkan Taipa dengan semenanjung Macau. Pada malam hari jembatan nampak asri dengan kilauan lampu yang menerangi mulai dari kaki jembatan sampai bagian atas jembatan. Disamping Macau Taipa Bridge ada dua jembatan lagi yang menghubungkan Taipa dan Macau, yaitu Friendship Bridge dan Sai Van Bridge. Dari hotel kami dapat melihat semenanjung Macau dengan jelas berupa gedung-gedung yang tinggi. Dari bangunan-bangunan tinggi tersebut, yang paling menyolok adalah Macau Tower dan hotel dengan arsitektur yang sangat spesifik yaitu Grand Lisboa. Di dekat hotel tempat kami menginap banyak pertokoan, dan juga beberapa hotel dengan bangunan tinggi berikut fasilitas casinonya, sepeti hotel Atira dan MGM Casino. Hotel ini sebenarnya terdaftar sebagai hotel bintang 5, namun tidak seperti layaknya bintang 5. Tempatnya agak sepi dan fasilitasnya sedikit kurang dibanding dengan layaknya hotel bintang 5. Tapi saya anggap cukup representatif karena kamar cukup luas, kamar mandi cukup luas dan bersih, pelayanan bagus, breakfast lumayan bagus, ada transportasi pada setiap jam ke berbagai tempat wisata di Macau. Dan yang lebih penting dari turis “back packer” seperti saya adalah rate hotel yang relatif murah dibanding dengan rate hotel bintang 5 lainnya. "Back packer" merupakan julukan bagi pelancong  yang terbatas anggarannya, sehingga semuanya serba menggunakan azas hemat.  Makanya disebut back packer atau backpackingan karena agar menghemat maka segala keperluannya telah tersedia dalam tas yang selalu digendong di punggungnya.  Mau tahu isinya? Sebut saja mulai dari sarung untuk selimut, kompor dan periuk untuk masak, bumbu dapur, pakaian ganti, alat mandi dan sebagainya.   Demikian sekilas tentang "back packer".  Kembali berbicara tentang hotel ini, mengingat hotel ini tidak menyediakan fasilitas casino, maka kurang cocok bagi para pelancong dengan tujuan judi di pulau ini. Akhirnya hari pertama di Macau saya manfaatkan untuk tidur pulas tanpa gangguan apapun, meskipun dalam hati berkata “kalau cuma pingin tidur pulas, ngapain jauh-jauh ke Macau”. Tapi nggak apa-apa, hitung-hitung untuk mengumpulkan energi buat acara besoknya. Bener juga sekitar pukul 22.00 kami sudah tidur, setelah capek muter-muter jalanan di sekitar hotel. Pukul 04.00 bangun, sholat dan sebagainya. Makan pagi di hotel mulai pukul 07.00. Acara hari ini kami akan mengunjungi Senado Square, gereja Ruins of St Paul’s, Mount Fortress dan Museum of Macau, dan Ama Temple. Kalau kami mengikuti jadwal transportasi hotel yang berangkat pukul 08.00 kami kehilangan banyak waktu, karena tengah hari kami harus sudah berangkat ke Hongkong. Oleh karena itu kami langsung menuju ke Shuttle Bus Stop dekat hotel, dan dengan biaya 4.2 MOP kami langsung menuju ke arah Bus Stop di sekitar Hotel Grand Lisboa.   Ada yang unik dalam bus yang kami tumpangi.  Ternyata bahwa membayar ongkos bus dilakukan dengan cara memasukkan coin dengan jumlah yang pas ke kotak yang tersedia di dekat sopir.  Kalau ada kelebihan kita tidak akan dapat kembaliannya.  Karena isteri tidak punya uang pas dan kami merasa kebingungan,  ternyata orang-orang di dekat kami memberikan sejumlah uang receh untuk dimasukkan ke dalam kotak.  Eh..bagus banget orang-orang ini, bukan teman dan bukan saudara tapi kok mau menolong orang asing seperti kami.  Dalam hati, ah … ini mungkin gimana amal dan perbuatan!!! Eh tidak boleh ujub…! Dosa ..!  Ternyata kawasan Macau yang tidak terlalu luas wilayahnya, maka tempat yang kami kenali dari internet tidak terlalu sulit untuk ditemukan di lapangan yang sebenarnya.  Akhirnya kami berhenti di pemberhentian bus dekat Hotel Grand Lisboa. Hotel Grand Lisboa yang saangat unik bentuknya, sangat gampang dikenali.
  
Hotel Grand Lisboa
Dari sana kami berjalan kaki menuju ke Senado Square, yang bisa dianggap sebagai land marknya Macau. Kota Macau masih nampak sepi pada jam segini, dimana toko-toko masih pada tutup, demikian juga orang berlalu lalang. Tidak terlalu sulit untuk menemukan Senado Square (alun-alun Senado), karena merupakan area yang spesifik dan dikelilingi gedung-gedung dengan warna yang neo klasik berciri meditarian, sedangkan di tengah-tengah square terdapat air mancur yang cantik. Lantai Senado Square berupa paving block dari batu mosaik dengan warna klasik gaya Portugal.

  Senado Square dan Reruntuhan Gereja Ruins of St Paul's
Pada ujung Senado Square berdiri gedung Senat, dan pada ujung yang lain adalah gereja Dominic yang berdiri pada abad 17. Selanjutnya dengan berjalan kaki menyelusuri jalan-jalan yang tidak lebar, dan dengan memanfaatkan papan petunjuk yang ada, kami dapat menemukan jalan menuju ke Ruins of St Paul’s. Gereja Ruins of Paul’s atau masyarakat Macau lebih mengenal dengan nama Sam Ba Sing Tzik dibangun pada tahun 1580, dan dua kali terbakar pada tahun 1595 dan 1601. Gereja direkonstruksi mulai 1602 s/d 1637, dan menjadi gereja Katolik terbesar di Asia Timur pada saat itu. Namun adanya bencana angin taufan pada tahun 1835, gereja kembali terbakar untuk ketiga kalinya dan hanya meninggalkan dinding depan. Reruntuhan bangunan kuno ini akhirnya dijadikan monumen sejarah dan menjadi icon wisata Macau. Setelah mengamati berbagai relief pada dinding yang tersisa, dan ambil gambar secukupnya, perjalanan dilanjutkan ke Mount Fortress dan Museum of Macau. Mount Fortress merupakan pusat sejarah militer Macau, yang dibangun pada abad 16. Benteng ini merupakan benteng pertahanan yang berhasil mempertahankan Macau dari invasi Belanda pada tahun 1622. Peralatan militer yang bisa dilihat di benteng pertahanan ini antara lain beberapa meriam yang mengarah ke laut, sehingga memperkuat dugaan bahwa benteng ini memang dipersiapkan untuk memperkuat pertahanan pantai dari serangan musuh. Musem of Macau (Museu de Macau) dibangun di puncak bukit pada tahun 1990, namun karena baru dibuka pukul 10.00, maka kami tidak bisa melihat koleksi sejarah yang ada di dalam musem. Kerindangan pepohonan yang menaungi puncak bukit, serta fasilitas tempat duduk yang banyak tersedia, ditambah lagi dengan banyaknya masyarakat khususnya kaum manula melakukan kegiatan kesamaptaan jasmani, kami sangat menikmati berada di tempat ini. Setelah cukup puas berada di tempat ini, kami kembali turun dengan menempuh jalan yang sama. Kami melewati reruntuhan gereja Ruins of St Pauls, dan mampir di salah satu kios souvenir dan makanan di ujung jalan yang menghubungkan kembali ke Senado Square. Disitu kami mencicipi kue yang banyak dibicarakan para pelancong ke Macau, yaitu “egg tart” (kue telor). Kue seharga 7 MOP tersebut memang cukup lezat, apalagi setelah perut terasa lapar sehabis perjalanan yang cukup jauh dan menanjak ke Mount Fortress. Kami harus menyudahi perjalanan hari pertama kami, karena pada pukul 12.00 harus segera checkout dari hotel dan menuju ke Hongkong (bersambung ke Wisata Macau, Hongkong, Shenzhen bagian ke 2). Sebagai catatan, untuk hotel baik selama di Macau, Hongkong, ataupun Shenzhen, saya pesan secara online melalui Agoda, sehingga lebih mudah dan murah.