Tampilkan postingan dengan label Nasionalisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nasionalisme. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 April 2013

PEMBEBASAN SANDERA PEMBAJAKAN DC-9 GA 206/WOYLA

-->
PEMBEBASAN SANDERA PEMBAJAKAN DC -9 GA 206/ WOYLA
DI DON MUANG THAILAND
 
  
Telah lama bangsa ini miskin prestasi dan rindu pada kebanggaan. Selama era reformasi kita hanya disibukkan dengan kegiatan pembenahan kehidupan berbangsa, yang hasilnya kadang menciptakan ketidakstabilan terhadap kemapanan berbangsa.  Pembenahan yang diharapkan bisa menciptakan keberaturan justru malah sering menciptakan kondisi yang carut marut. Sebagai obat rasa rindu tersebut, marilah kita mengingat prestasi bangsa yang ditorehkan 32 tahun yang lalu oleh putra-putra terbaik bangsa.
Peristiwa Woyla.  Peristiwa ini terjadi pada tanggal 28 Maret 1981, ketika pesawat Garuda DC9 dengan nomor penerbangan GA 206 dengan 48 penumpang tinggal landas dari bandara Talangbetutu Palembang menuju Polonia Medan, dibajak oleh 5 orang bersenjata yang menamakan diri sebagai anggota "Komando Jihad". Kapten pilot Herman Rante dipaksa untuk mengalihkan tujuan ke Kolombo Srilanka, namun karena bahan bakar tidak mencukupi akhirnya dialihkan mendarat di Penang Malaysia. Pesawat yang dijadwalkan tiba di Medan pukul 10.35 tersebut, baru diketahui dibajak pada pukul 10.18 saat Kapten Pilot Fokker 28 Garuda yang baru tinggal landas dari Pakan Baru menangkap komunikasi pilot GA 206 yang mengatakan bahwa pesawatnya sedang dibajak (being hijacked).  Berita tersebut langsung diteruskan ke Jakarta dan diterima oleh Wakil Panglima ABRI Sudomo, yang selanjutnya Sudomo meneruskan ke Kepala Pusat Intelijen Strategis Benny Murdani. Pada saat itu Benny Murdani langsung menghubungi Asrama Kopasandha (sekarang Kopasus) yang diterima oleh Asisten Operasi Kopasandha Letkol Sintong Panjaitan. Intinya Benny Murdani memerintahkan Asop Kopasandha untuk mempersiapkan pasukan. Pada saat itu data-data tentang pembajak belum diketahui sama sekali baik jumlah, persenjataan, tujuan, ataupun tuntutannya.
Selesai mengisi bahan bakar, pesawat GA 206 menuju ke Thailand dan mendarat di bandara Don Muang.  Berdasarkan komunikasi antara pembajak dan Kepala Bakin Jenderal Yoga Sugomo, bahwa pembajak yang menamakan diri sebagai Komando Jihad menuntut dibebaskannya tahanan Peristiwa Cicendo, komplotan Warman dan Komando Jihad. Disamping itu para pembajak juga meminta diterbangkan ke suatu tempat di luar Indonesia dan uang tebusan 1,5 juta dollar AS.  Jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, mereka mengancam akan meledakkan pesawat Woyla dengan semua penumpangnya.      

Upaya Pembebasan Sandera. Upaya pembebasan sandera diawali dengan pembentukan pasukan Kopashanda berikut dengan sebuah pesawat DC 9 Garuda yang akan digunakan sebagai sarana latihan.  Dalam masa latihan tersebut terselib kejadian yang di luar skenario. Misalnya Letjen Benny Murdani menghendaki pasukan menggunakan amunisi baru, tapi ditolak oleh Sintong Panjaitan karena menggunakan senjata termasuk amunisi baru harus familiarisasi lebih dahulu. Amunisi baru tidak menjamin akan berfungsi baik kalau belum pernah digunakan sebelumnya.  Dan itu kenyataan, karena setelah dicoba ternyata banyak peluru yang tidak meletus, yang akhirnya pasukan tetap menggunakan amunisi lama yang sudah diketahui karakteristiknya. Setelah 2 hari berlatih, komandan pasukan yaitu Letkol Infantri Sintong Luhut Panjaitan merasa yakin dapat melakukan tugas berat ini dengan baik. Kesempatan ini sekaligus sebagai medan pembuktian bahwa latihan rutin anti teror yang selama ini dilakukan akan berhasil dan berdaya guna. 
Pada tanggal 29 Maret 1981 pukul 21.00, berangkatlah 35 anggota pasukan anti teror dari Jakarta menuju Don Muang Thailand dengan menggunakan DC 10 Garuda. Setelah menempuh 3,5 jam penerbangan, pesawat pengangkut pasukan ini mendarat di Don Muang pukul 00.30, yang kedatangannya dibuat kamuflase sebagai pesawat Garuda yang baru terbang dari Eropa. Sebenarnya pemerintah Thaliand tidak menyetujui pengiriman pasukan ini, karena lebih memilih penyelesaian pembebasan sandera melalui negosiasi dari pada secara militer. Namun akhirnya pemerintah Thailand mengijinkan rencana operasi militer karena desakan pemerintah Indonesia. Ijin operasi militer dikeluarkan oleh Perdana Menteri Thailand pada hari Minggu tanggal 30 Maret 1981 pukul 11.00, dan dengan dasar inilah LB Murdani memutuskan untuk melaksanakan operasi militer pada pukul 03.00. Guna mengisi waktu penantian, pasukan anti teror memanfaatkannya untuk latihan ulangan dengan menggunakan pesawat DC 9 Digul. Pada kesempatan tersebut Sintong Panjaitan mengajak pilot Garuda untuk menyaksikan. Ternyata ada koreksi latihan yang cukup signifikan, yaitu saat membuka pintu darurat.  Jika pintu darurat dibuka, maka akan keluar karet peluncur pendaratan darurat yang justru bisa melemparkan pasukan yang akan memasuki cabin pesawat. Akhirnya pada saat pintu darurat nanti dibuka, harus ada anggota pasukan yang menahan agar tangga darurat tidak keluar meluncur ke bawah, dan pada saat yang bersamaan anggota lain harus segera masuk ke cabin. 
Detik-detik Menegangkan.  Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari, yang berarti mendekati saat dimulainya operasi militer untuk pembebasan sandera.  Hasil dari operasi tersebut sudah diketahui bersama. Operasi yang berlangsung hanya kurang dari 5 menit tersebut, telah dapat melumpuhkan pembajak dengan menembak mati 4 pembajak dan seorang berhasil ditangkap. Sedangkan seorang anggota pasukan Kopasus dan Kapten Pilot tertembak dan meninggal di rumah sakit Don Muang beberapa hari setelah pembebasan. 
Kopasus Kebanggaan Kita.  Keberhasilan pembebasan sandera oleh Pasukan Anti Teror Kopasus ini, tercata sebagai salah satu dari 5 pembebasan sandera tersukses di dunia.  Peristiwa ini hendaknya mengingatkan kita bahwa kita punya dan sampai saat ini masih terbina secara baik suatu kekuatan anti teror, meskipun dengan undang-undang TNI saat ini tugas-tugas anti teror yang termasuk dalam keamanan negara diserahkan kepada Polri yaitu Densus 88. Kasus penyerangan ke Lapas Cebongan yang menewaskan 4 tahanan sebagai tersangka preman beberapa waktu yang lalu yang ternyata dilakukan oleh oknum Kopasus, tidak pernah melunturkan pandangan masyarakat terhadap nama besar Kopasus yang telah banyak berjasa dalam menjaga integritas dan kewibawaan negara. Sebaliknya masyarakat justru sangat berharap kepada Kopasus untuk lebih berperan dalam membantu menjaga keamanan negara, disamping tugas pokoknya sebagai alat pertahanan negara. Bravo Kopasus !!!!!!!!!!   
(Suyitmadi)

Minggu, 27 Mei 2012

SEMANGAT BELA NEGARA YANG MULAI LUNTUR

 Dikisahkan Panglima Besar Sudirman yang menderita sakit di Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta, tiba-tiba dikejutkan dengan suara ledakan. Ternyata ledakan tersebut berasal dari serangan Belanda ke kota Yogyakarta, sebagai wujud kemauan keras Belanda yang ingin mengulang kembali penjajahannya di Indonesia. Pak Dirman pada saat itu dalam kondisi sakit serius, karena baru saja menjalani operasi paru-paru yang mengakibatkan beliau hanya menggunakan paru-paru sebelah. Anak buah Pak Dirman berusaha untuk menutupi kejadian sebenarnya dengan mengatakan bahwa sumber ledakan berasal dari suara tembakan anak-anak buah beliau yang sedang menjalani latihan. Namun naluri keprajuritan Pak Dirman mengatakan bahwa ada suatu yang tidak beres telah terjadi pada negeri yang beliau cintai. Sadar terhadap kondisi negara yang sedang terancam, maka dalam kondisi sakit beliau menemui Presiden Soekarno di Istana Gedung Agung Yogyakarta. Pada saat Pak Dirman menyampaikan niatnya untuk meminta ijin memimpin perang gerilya melawan Belanda, disitu terjadi dialog singkat tetapi sarat dengan nilai yang tidak akan terlupakan dalam sejarah perjuangan bangsa. Pada saat itu Bung Karno melarang dengan mengatakan : “Kangmas sedang sakit, lebih baik tinggal di kota”. Permintaan Bung Karno tersebut dijawab dengan tegas oleh Pak Dirman dengan mengatakan : “Yang sakit adalah Sudirman, Panglima Besar tidak pernah sakit”. Pernyataan ini mengandung makna intrinsik yang membedakan antara Sudirman sebagai individu dan Sudirman sebagai Panglima Besar. Sudirman sebagai individu lebih terwujud dalam bentuk fisiknya yang sakit, sedangkan panggilan tanggung jawab dan kehormatannya sebagai Panglima Besar terwujud dalam bentuk jiwanya yang sehat. Meskipun Sudirman saat itu dalam kondisi fisik yang lemah dan pergerakannyapun harus ditandu dari satu tempat ke tempat lainnya, namun jiwa Pak Dirman berlari sangat cepat dan bisa menguasai serta membakar semangat prajurit-prajuritnya untuk bertempur. Dengan demikian terwujud sosok pemimpin yang meskipun fisiknya sakit, tetapi jiwanya sehat dan bersemangat menggelora. Dalam kondisi seperti itu tidak ada satupun yang menyangkal bahwa yang ada dalam pikiran Sudirman saat itu hanyalah semangat untuk memberi kepada negara, dan mengesampingkan sama sekali pikiran untuk mengambil ataupun memanfaatkan apapun yang berasal dari negara. Inilah makna dari “bela negara” yang diimplementasikan oleh Pak Dirman. Bela Negara Merupakan Hak dan Kewajiban. Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban untuk melaksanakan bela negara sebagaimana diamanatkan oleh UUD 45. Sebagai hak berarti setiap warganegara sebagai subyek yang bisa menuntut kepada negara untuk diberi peran bela negara, sedangkan arti kewajiban berarti negara menuntut setiap individu untuk berperan sebagai bela negara. Dengan demikian setiap warganegara Indonesia berada pada posisi menuntut ataupun dituntut untuk melakukan bela negara sesuai dengan profesi dan kompetensi masing-masing. Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya. Bela negara merupakan fitroh manusia sebagai bentuk keserasian hubungan antara manusia dengan bumi tempat mereka berpijak. Nilai Bela Negara Tidak Pernah Berubah. Bela negara mempunyai nilai yang selalu sama dan tidak pernah akan berubah dari zaman ke zaman, serta berbagai perubahan situasi dan kondisi yang terjadi. Nilai yang tidak pernah berubah dari bela negara adalah sikap dan perilaku dalam bentuk pengabdian yang nyata kepada bangsa dan negara, sedangkan yang berbeda adalah implementasinya. Jadi nilai yang sama dalam bela negara adalah memberikan sesuatu kepada negara, sedangkan yang dimaksud dengan implementasi bela negara adalah bagaimana cara bela negara itu harus diwujudkan. Apa yang dilakukan oleh Panglima Besar Sudirman dengan memimpin serta mengatur taktik dan strategi perang merupakan implementasi bela negara yang paling cocok dan sangat dibutuhkan oleh negara pada saat itu. Negara saat itu sedang dalam kondisi “survive”, dan harus diselamatkaan dengan cara mengangkat senjata untuk bertempur melawan musuh negara yaitu Belanda yang ingin mengulang penjajahannya di Indonesia. Saat ini zaman telah berubah, demikian juga musuh negara juga telah berubah baik jenis, sifat, dan eskalasinya. Musuh negara bukan lagi dalam bentuk penjajahan secara fisik seperti dulu, tetapi justru banyak didominasi oleh permasalahan internal bangsa, seperti kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketidakpedulian, sikap eksklusivisme kelompok, disintegrasi bangsa, dan sebagainya. Akar dari semua permasalahan tersebut banyak disebabkan oleh nilai bangsa yang terus mengalami erosi dan degradasi, yang salah satunya adalah semangat bela negara yang semakin luntur. Semangat bela negara yang rendah secara nyata ditunjukkan mulai dari tingkatan masyarakat biasa sampai dengan sebagian para pejabat di negeri ini. Oleh karena itu bentuk implementasi bela negara justru banyak pada pembenahan diri baik sebagai individu, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Sikap dan perilaku sebagian dari masyarakat mulai dari rakyat biasa dalam bentuk tidak disiplin dan tidak jujur, sampai dengan beberapa penguasa yang tidak memikirkan kepentingan rakyat dan justru banyak menyalahgunakan kekuasaannya, merupakan musuh negara yang harus diperangi. Karena yang diperangi adalah diri sendiri, maka cara memeranginya harus dengan suatu kesadaran, yang salah satu caranya adalah penyadaran tentang membangun semangat bela negara. Bela Negara merupakaan interaksi antara manusia dengan negara. Tuhan telah mentakdirkan kita bangsa Indonesia untuk hidup di tanah air yang kaya raya ini, maka wajib hukumnya kita harus membalas kebaikan Negara dengan senantiasa menjaga agar tanah dan air Indonesia ini senantiasa terjaga potensinya untuk memberikan kehidupan penghuninya secara berkelanjutan baik untuk generasi saat ini sampai generasi-generasi yang akan datang. Eksplorasi kekayaan bumi yang bersifat terbarukan, maka wajib hukumnya bagi kita untuk menjaga terus kesetimbangannya. Hutan yang telah kita ambil kayunya serta laut dan sungai yang telah kita ambil ikannya, namun dengan mengimplementasikan bela negara yang baik, maka dengan penuh kesadaran kita akan melakukan reboisasi dan menjaga habitat kehidupan biota air dengan baik. Eksplorasi kekayaan bumi yang tidak terbarukan, maka dengan semangat bela negara kita akan menggantikannya dalam bentuk investasi bagi keberlanjutan kehidupan generasi yang akan datang.
Bagaimana Implementasi Bela Negara Saat Ini. Bela negara bukan hanya sekedar konsep, pandangan hidup, ataupun suatu gagasan/ide yang hanya cukup diendapkan di ranah kognitif. Sebaliknya bela negara harus diwujudkan dalam realita kehidupan, sikap, dan perilaku yang diwujudkan dalam ranah psikomotor dan afektif. Secara makro banyak kebijakan negara yang kurang mencerminkan nilai dan semangat bela negara. Ekonomi Indonesia yang sejak masa orde baru selalu dibanggakan karena mencapai angka pertumbuhan tinggi, tetapi kalau disimak bahwa ternyata pertumbuhan ekonomi tersebut banyak disumbang dari hasil eksplorasi kekayaan alam dan bukan dari produktivitas sumber daya manusia. Jika pertumbuhaan ekonomi sebagian besar hanya ditopang dari sumber daya alam yang tidak terbarukan, maka pertumbuhan ekonomi tersebut akan bersifat tidak langgeng (unsustainable). Apabila semangat bela negara ditrapkan pada masalah ini, maka eksplorasi kekayaan alam yang dilakukan hasilnya akan dikembalikan sebagai investasi negara antara lain dalam wujud peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian sumber daya alam yang berkurang akan ditukar dengan produktifitas sumber daya manusia yang dipintarkan oleh hasil eksplorasi sumber daya alam. Kerusakan lingkungan akibat eksplorasi sumber daya alam yang berlebihan dan tidak seimbangnya tindakan restoratif yang dilakukan, menjadi salah satu bukti monumental tentang semakin langkanya sifat bela negara yang dimiliki oleh bangsa kita. Sebagian besar kita hanya bernafsu untuk mengambil sebanyak mungkin dari negara, tetapi sebaliknya enggan memberikan sesuatu kepada negara. Inilah perilaku yang berseberangan dengan makna bela negara. Barangkali Presiden AS Jonh F. Kennedey adalah seorang guru bela negara yang baik. Salah satu ajarannya yang banyak diingat sampai saat ini, yaitu : ”Jangan pikirkan apa yang telah diberikan oleh negara kepadamu, tetapi pikirkanlah apa yang kamu berikan kepada negara”.

Kamis, 18 Agustus 2011

MENAKAR HARGA PROKLAMASI KEMERDEKAAN


MENAKAR HARGA PROKLAMASI KEMERDEKAAN


     Penindasan kolonialisme Belanda selama 3,5 abad ditambah dengan kekejaman pendudukan tentara Jepang yang berlangsung hanya 3,5 tahun, telah menambah daftar panjang kesengsaraan dan pengorbanan bangsa Indonesia. Korban jiwa tak terhitung, harta kekayaan Indonesia dikuras habis-habisan baik yang ada di permukaan tanah ataupun yang terkandung di dalam perut bumi, rakyat dibebani dengan berbagai macam pajak, masyarakat dipecah belah, dan harga diri direndahkan. Penderitaan dan kenestapaan yang berlangsung sangat lama ini merupakan “tumbal”  bagi terwujudnya Indonesia yang merdeka dan terbebas dari segala bentuk penindasan. Salah satu bentuk pengorbanan lain dari proses dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang sering lepas dari pengamatan kita adalah penderitaan masyarakat sipil di negeri Jepang sendiri.  Tentara kekaisaran Jepang  terkenal dengan semangat yang sangat tinggi, heroik, pantang menyerah, sangat loyal dengan kaisar, dan ribuan dari mereka merupakan pilot “kamikaze”.