Sabtu, 03 November 2018

MODA TRANSPORTASI UDARA MASIH YANG TERAMAN



Setiap terjadi kecelakaan pesawat,  selalu berdampak psikologis antara lain rasa takut terbang. Apalagi berita tentang aircraft accident biasanya selalu di "blow up" secara besar-besaran. Tetapi berdasarkan statistik, bahwa moda transportasi udara tetap yang teraman dibanding moda transportasi lainnya. Mengapa? Marilah secara sederhana kita analisis berdasarkan kondisi dari moda transpotasi udara dibandingkan dengan moda transportasi darat.
1. Hampir setiap orang bisa mengemudikan mobil. Syaratnya mudah, antara lain bisa menjalankan  mobil, bisa mundur dan memarkir dengan baik, mengerti rambu, mempunyai  Surat ijin Mengemudi (SIM), selesai perkara! Kalau menjadi pilot, saat direkrut saja membutuhkan persyaratan "sak abreg" jumlahnya. Misalnya harus sehat jasmani dan rochani, memiliki postur tubuh yang baik dan sebagainya. Pendidikan dan trainingnya membutuhkan waktu yang lama dan dengan biaya yang cukup tinggi. Setelah luluspun tidak langsung menerbangkan pesawat, karena harus menempuh pendidikan dan traning untuk mendapatkan lisensi pilot komersial. Kemudian untuk menjadi Captain Pilot pesawat tertentu masih harus melewati perjalanan yang cukup panjang. Kemudian kompetensi pilot harus di check setiap 6 bulan, seperti kesehatan dan juga kompetensi terbang dengan simulator. Artinya untuk menjadi pilot jauh lebih rumit dibanding menjadi sopir, disamping kompetensi pilot lebih terjaga dan terawasi.

Langit maha luas dan pesawat bisa diatur secara horizontal dan vertikal

2. Kita lihat lewat aplikasi flightradar 24 terlihat begitu banyak pesawat yang terbang di langit. Tetapi langit adalah daerah yang sangat luas, dan posisi pesawat bisa diatur penerbangannya baik secara vertikal ataupun horizontal. Ditambah lagi bahwa  pergerakan pesawat selalu diawasi dan diatur oleh Air Traffic Control (ATC), mulai dari fase awal sampai fase akhir penerbangan. Radar ATC berputar selama 24 jam nonstop, untuk selalu memonitor pergerakan pesawat di langit. Bandingkan dengan lalu lintas  di Jl. Solo Yogya yang sangat pada ibarat bumper beradu dengan bumper. Mereka hanya bisa diatur secara horisontal. Petugas terminal bus hanya bisa mengatur keberangkatan bus, tetapi tidak pernah mengetahui di mana posisi dan kondisi mereka dalam perjalanan. Artinya bahwa dengan alasan ketersediaan space yang ada, mobil lebih gampang bertubrukan dari pada pesawat. Pesawat yang bertubrukan di udara sangat tidak lazim terjadi, kecuali beberapa kasus yang terjadi dalam "aerobatic show".
3. Misalnya  kita naik bus, pernahkah kita bertanya ke Pak Sopir : "kondisi sistem remnya gimana Pak? Ganti oli mesin belum Pak? Filter AC kapan digantinya, jangan-jangan kalau sudah kotor nanti kompresor AC bisa meledak di jalan! Demikian seterusnya! Tentu kita tidak akan bertanya seperti itu! Jangankan bertanya, bahkan melihat ban bus sudah gundul saja kita segan menegur. Dari pada nanti si spoir gantian menegur kita : "sampeyan itu kok kepo banget tho!" Di pesawatpun kita tidak akan "kepo" untuk bertanya seperti itu. Tetapi semua jenjang perawatan pesawat dan komponen-komponennya mulai pemeliharaan preventive, corrective dan restorative dilaksanakan dengan baik serta terdokumentasi dalam log book dan selalu disupervisi. 
Belum lagi hampir semua sistem di pesawat ada sistem backup yang akan mengganti jika terjadi kegagalan dalam satu sistem. Dengan demikian frekuensi kerusakan sistem/komponen mobil jauh lebih  tinggi dari pada pesawat.
4. Pengendalian pesawat biasanya menggunakan autopilot yang sudah diprogram oleh pilot. Ini akan mengurangi beban pilot, shg PIC dan Co-pil tidak cepat lelah (fatique). Bandingkan dg mobil/bus, di mana tangan sopir hrs pegang stir dan juga me-mindah2 tuas gigi, sementara kaki kiri nginjak kopling (kalau transmisi manual) dan kaki kanan nginjak rem. Mata melotot tajan ke depan, yg semua ini membuat cepet capek fisik dan psikis (fatique). Maka banyak kecelakaan terjadi akibat sopir ngantuk/lelah.
Ini sekedar catatan yang hanya melihat sedikit dari aspek pilot dan pesawatnya. Pendek kata bahwa semua komunitas yang terlibat dalam penerbangan, menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama. Semua komunitas yang terlibat dalam dunia penerbangan baik captain pilot/copilot serta  aircrews lainnya, petugas ATC, ground crew dan lain-lain adalah komunitas yang "well educated" dan "well trained". Semuanya bekerja demi keselamatan. Gambar di bawah adalah statistik korban jiwa akibat kecelakaan semua moda transportasi di AS, yang menggambarkan tentang rasio jumlah korban jiwa pada setiap pergerakan 1 milyar penumpang dengan jarak permil yang diamati mulai tahun 2000-2009. Korban meninggal untuk tansportasi udara hanya 0.07 orang, sedangkan yang tertinggi yaitu motor 212.57 orang.

Rasio  korban meninggal dunia dari berbagai moda transportasi di AS

Bagaimana untuk negeri kita? Kelihatannya secara urutan sama, cuma angkanya saja yang berbeda. Hayo siapa yang berminat untuk mengadakan surve? Tapi kesimpulannya bahwa moda pesawat terbang tetap yang teraman. Bisa jadi dalam perjalanan dari rumah ke bandara yang jaraknya relatif sangat dekat, tetapi lebih berpotensi celaka dari pada penerbangan yang menyeberangi samudra dan melintasi berbagai negara, serta mendarat di bandara destinasi terakhir yang ribuan mil jaraknya ........